Social Icons

a

Sabtu, 20 April 2013

Sekat Kebuntuan

SEKAT KEBUNTUAN

Jika menyalahkan itu dibutuhkan, lalu siapa yang berhak disalahkan, lantas apa yang mesti disalahkan, terlalu banyak diantara  mereka dibuat sibuk oleh gelar yang mereka anggap penting, terlalu banyak juga diantara mereka dibuat terlelap oleh angan – angan yang mereka anggap membawa pada kebebasan. Sudah lelah rasanya kaki ini memijak diatas tanah yang dikencingi dan dikotori oleh pikiran – pikiran kerdil, sudah lelah rasanya paru – paru ini menghisap udara kotor yang tecemar oleh asap – asap kepalsuan, sudah lelah rasanya mata dan telinga ini melihat dan juga mendengar hal – hal yang justru hanyalah ilusi kelas teri. Lalu dimana kah orang yang benar – benar berilmu dan mengamalkannya secara baik, benar dan indah ? lantas apakah mereka itu tercipta hanya untuk pusing dan kalah dengan realitas ? sungguh takpantas pertanyaan ini dituju kepada mereka !!.

Bagaimana mungkin aku rela, melihat berbagai hasil kerja keras dari guru – guruku kemudian setelah itu mudah saja bagi orang lain – bahkan mantan muridnya sendiri sengaja meludahi – mengencingi – mengotori – bahkan memuntahkan isi perut diatasnya. Lalu dimanakah para murid – muridnya ? dan aku mencari siapa – meski hanya satu orang yang tulus – berani – dan bertekad kuat untuk membersihkan dan kembali mewangikan hasil kerja keras dari guru – gurunya tersebut ? siapa ? dirimukah ? itu rasanya hanya guyonan pabila engkau menjawab “iya”. Atau jangan - jangan malah hanya aku seorang ? itu rasanya hanya guyonan maut pabila engkau menjawab “bisa jadi”.

Oh, ternyata si cengeng sedang terkenal, ternyata si ketat sedang terlihat dilayar televisi, ternyata siegois sedang dimintai tanda tangannya, ternyata si akal bulus sedang dimintai keterangannya atas peristiwa – peristiwa bumi, ternyata si penghisap rokok sedang ditunggu suaranya dalam menilai orang lain, ternyata si mulus sedang blo’on atau pura – pura blo’on ketika banyak mata keranjang yang berharap dapat memangsanya, ternyata si berita sedang asyik – asyiknya mempermainkan pikiran rakyat kurus yang ingusan, ternyata si ijazah mampu mempercantik atau memperganteng orang – orang dungu, ternyata si teori sudah menjadi lukisan utama bagi ruang tamu kehidupan, dan ternyata orang yang wangi juga sedang mengobral kesuksesan, Oh...

Lalu apa lah arti bumi ini jika hanya dinjak oleh boneka yang berotak robot ? lalu apalah arti bumi ini jika hanya diludahi oleh orang – orangan sawah yang berdasi ? lalu apakah arti bumi ini jika hanya dijadikan kuburan bagi kotoran – kotoran mamalia yang berwatak reptil ? lalu apalah arti bumi ini jika diperankan oleh aktor – aktor kehidupan yang murah dan juga murahan.

Oh bumi, sebelumnya engkau dibelai oleh tangan sang Nabi, sebelumnya engkau dipijak oleh sang Rasul, sebelumnya engkau dirawat oleh sang Aulia, sebelumnya engkau mendengar sebuah dendang melodi kesatuan – kesejahteraan – keadilan – dan kemenangan atas nilai hakiki. Oh Bumi !, Tidak mungkin aku mendatangimu hanya sekedar mengatakan, “sabarlah,,, kelak ini akan berakhir dengan sendirinya” kemudian pergi begitu saja. Tidak ! itu bukan tipeku,

Oh waktu, kini mulut bisa dibayar dengan uang, iman lebih tipis daripada uang lembaran, pikiran lebih tumpul dari benda tertumpul apapun, nafsu lebih buas daripada binatang manapun, timbangan hanya tnggal memiliki satu alat takarnya, lalu dimana sisi takaran yang lain ? entah, mungkin sudah diambil oleh si jabatan,

Persatuan – Perdamaian – Kemakmuran – Kesejahteraan – Keadilan ibarat hantu, banyak yang mendengarnya, namun terlalu sedikit yang bisa melihat dan membuktkannya. Belajarlah dari monyet yang mampu bertahan diatas pohon tinggi dari kepungan dan serbuan angin topan yang ganas, namun sayangnya sang tidak mampu bertahan sedikitpun – sehingga terjatuh – dan mati hanya karena terpaan kecil satu angin sepoi yang menari diubun – ubun kepalanya.

Hidup – tetaplah hidup – dan tetaplah terus menghidupi, meskipun hanya satu ayat yang menemani perjuanganmu.

Terimakasih                                                                                                                          Sekat Kebuntuan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar