Minggu, 28 April 2013
Kapasitas Sang Cinta
KAPASITAS
SANG CINTA ...
Cintalah
...
Yang
memungkinkan Ibu menjadi Ratu
Yang
memungkinkan Adik menjadi Baik
Yang
memungkinkan Kakak menjadi Bijak
Yang
memungkinkan Anak menjadi Penegak
Yang
memungkinkan Bapak menjadi Tonggak
Yang
memungkinkan Keluarga menjadi Surga ...
Cintalah
...
Yang
memungkinkan Generasi menjadi Arti
Yang
memungkinkan Orang Tua menjadi Anak Muda
Yang
memungkinkan Masyarakat menjadi Martabat
Yang
memungkinkan Para Wanita menjadi Mulia
Yang
memungkinkan Para Pria menjadi Ksatria
Yang
memungkinkan Sosial menjadi Ideal ...
Cintalah
...
Yang
memungkinkan Teks menjadi Konteks
Yang
memungkinkan Rindu menjadi Syahdu
Yang
memungkinkan Masalah menjadi Anugrah
Yang
memungkinkaan Impian menjadi Kenyataan
Yang
memungkinkan Perkataan menjadi Perbuatan
Yang
memungkinkan Reality menjadi Hakiki ...
Terimakasih Kapasitas
Sang Cinta
Objektif Sajalah
OBJEKTIF
SAJALAH !!
Apapun
itu !!
Cinta
– rasa – karya
Marah
– resah – gundah
Harta
– tahta – wanita
Benci
– dengki – iri
Nilai
– harga
Haruslah
Objektif !!
Apapun
itu !!
Permainan
– persaingan
Pertemanan
– persahabatan
Kelembutan
– kekerasan
Hukuman
– ampunan
Lunak
– tegas
Haruslah
Objektif !!
Apapun
itu !!
Kebodohan
– kepandaian
Kerajinan
– kemalasan
Manfaat
– mudharat
Hitam
– putih
Hati
– akal
Haruslah
Objektif !!
Apapun
itu !!
Musibah
– barakah
Kelebihan
– kekurangan
Kekeruhan
– kejernihan
Tahu
diri – percaya diri
Pertanyaan
– jawaban
Salah
– benar
Haruslah
Objektif !!
Apapun
itu !!
Kencang
– lambat
Pasti
– ketidakpastian
Mampu
– tidak mampu
Mengawali
– mengakhiri
Sibuk
– menganggur
Gagal
– berhasil
Haruslah
Objektif !!
Apapun
itu !!
Katanya
– kayaknya
Menambah
– mengurang
Bersatu
– menjadi satu
Impian
– tindakan
Profesi
– hobi
Input
– output
Haruslah
Objektif !!
Terimakasih Objektif Sajalah
Kamis, 25 April 2013
Episode Ukhuwah
EPISODE
UKHUWAH
Sejatinya,
Ukhuwah
itu bukan teks,
Tetapi
konteks
Ukhuwah
itu bukan teori,
Tetapi
aplikasi
Ukhuwah
itu bukan katanya,
Tetapi
kenyataannya
Ukhuwah
itu tidak dibicarakan,
Tetapi
dibuktikan
Ukhuwah
itu tidak ditunggui,
Tetapi
didatangi
Ukhuwah
bukanlah kenangan,
Tetapi
kekinian
Ukhuwah
bukanlah masalah otaknya,
Tetapi
hatinya
Ukhuwah
itu objektif,
Namun
bukan subjektif
Ukhuwah
itu parameter kebijaksanaan,
Namun
bukan kekuatan
Ukhuwah
?
Dia
itu seksi,
Banyak
yang ingin menikmati kemolekannya,,
Namun
sedikit yang berani dan berhasil merayunya
Ukhuwah
?
Dia
ibarat hantu,
Banyak
yang pandai membicarakannya...
Namun
sedikit yang pandai melihat dan membuktikannya
Ukhuwah
!!
Oh,
ternyata dia sedang mengenang sang Romeo
Dan
Romeonya itu bernama Iman Yang Universal
Bukan
iman yang komunal, apalagi individual
Terimakasih Episode Ukhuwah
Dan Kau Takkan
DAN
SEJATINYA HATI
Sejatinya
Hati Ini
Takkan
haus jika memang ada air-NYA
Takkan
kosong jika memang ada isi-NYA
Takkan
rancu jika memang ada aturan-NYA
Takkan
celaka jika memang ada rambu-NYA
Takkan
bosan jika memang ada permainan-NYA
Takkan
bingung jika memang ada petunjuk-NYA
Takkan
miskin jika memang ada harta-NYA
Takkan
gelap jika memang ada sinar-NYA
Takkan
sakit jika memang ada obat-NYA
Takkan
diam jika memang ada alunan-NYA
Takkan
lepas jika memang ada pengekang-NYA
Takkan
nganggur jika memang ada lowongan-NYA
Takkan
lapar jika memang ada makanan-NYA
Takkan
dingin jika memang ada selimut-NYA
Takkan
sempit jika memang ada spasi-NYA
Takkan
bau jika memang ada harum-NYA
Takkan
dijauhi jika memang ada pesona-NYA
Takkan
kerdil jika memang ada keagungan-NYA
Takkan
terkekang jika memang ada pilihan-NYA
Takkan
hambar jika memang ada racikan-NYA
Takkan
runtuh jika memang ada pondasi-NYA
Takkan
telat jika memang ada timeline-NYA
Terimakasih Dan
Sejatinya Hati
Negara Oh Negara
NEGARA
OH NEGARA,, !!
Masih
saja Dirimu disamakan layaknya tempat sampah oleh hati yang sebenarnya mudah
iri – merasa suci – dengki – emosi.
Masih
saja Dirimu disamakan layaknya kandang bagi binatang – binatang ternajis di
Negeri ini oleh pikiran yang sempit lagi sakit.
Masih
saja Dirimu disamakan layaknya lubang tahi oleh beberapa jiwa yang sebenarnya
sekedar ber-merk agama – budaya – atau sejenisnya.
Masih
saja Dirimu disamakan layaknya rumah hantu bagi para hantu terseram dan
terjahat di Tanah air ini oleh nyali yang takut dan bermulut kecut.
Negara
oh negara,,
Semua
mengakui Kemerdekaanmu – dan sayangnya tidak semua akan mengakuimu setelah itu.
Kini Dirimu hanya bisa dicaci – atau paling bagus di teliti dan kemudian
kembali dicaci – dan kembali berhak dijauhi – lalu membiarkan para kurcaci-NYA
yang membenahi.
Negara
oh negara,,
Andai
kau terwujud sebagaimana mahkluk – tentu tak ada telinga yang tidak mendengar
tangisanmu ini – tentu tak ada mata yang tidak melihat sedu sedanmu itu – tentu
tak ada tangan yang tidak mencabut luka dan bisa yang lama tertanam ditubuhmu –
tentu tak ada kaki yang tidak
menghampirimu agar kau tidak lagi merasa sendirian.
Negara
oh negara,,
Tersimpan
dalam dirimu satu skala perubahan – perbaikan manusia terbesar yang tidak
dimiliki oleh Organisasi apapun di akhir zaman ini.
Negara
oh negara,,
Tertanam
dalam dirimu satu pelita cinta bagi semesta di dunia – satu pelita sastra bagi
semesta jiwa di dunia – satu pelita budaya bagi semesta karya di dunia.
Negara
oh negara,,
“mereka”
bilang: “buat apa dirimu serius diperhatikan – apalagi diperjuangkan ?, toh
kami bisa kaya dan makmur tanpamu – kami bisa pintar atau pandai tanpamu – kami
juga bisa shaleh atau masuk surga tanpamu –!!”
Negara
oh negara,,
“mereka”
juga pernah bilang: “adzab datang bukan karna kebobrokanmu (negara), melainkan
karena kebobrokan kami sendiri (penduduk).~~Q.S Tafsiriyah Huud [11]: 117~~.
Jadi yang menentukan nasib tanah ini adalah kami sendiri – bukan dirimu.”
Negara
oh negara,,
Tegaskanlah
pada orang – orang yang seperti itu, bahwa “sebaik – baik dan sebenar –
benarnya kehidupan Manusia Muslim di Dunia ini adalah kehidupan yang
berlandaskan nilai hakiki, yang berlandaskan nilai universal, dan yang juga
berlandaskan nilai keharmonian. Yakni ke-hakiki-an ilmu atas seluruh objek
kehidupan (pemimpin dan yang dipimpin), yakni ke-universal-an budaya atas
seluruh dimensi kehidupan (pikiran – perasaan – ucapan – laku perbuatan), yakni
ke-harmoni-an kinerja atas seluruh karya kehidupan (politik – hukum –
pendidikan – ekonomi – sains – budaya – olahraga – hubungan internasional). à
terinspirasi dari (~~Q.S Tafsiriyah an-Nisaa [4]: 59~~)
Negara
oh negara,,
Pahamkan
pada “mereka”,bahwa Islam adalam tatanan hidup yang paripurna – komprehensif
bagi Bangsa dan Negara manusia itu sendiri. Secuil pun – tidak ada ranah
kehidupan yang tidak dapat disentuh – kemudian diperbaiki olehnya, dan oleh
karna ke-paripurna-an itulah Islam membutuhkan konsistensi dan eksistensi
pesona manusia – manusia muslimnya yang temporal.
Terimakasih Negara
Oh Negara !!
Sabtu, 20 April 2013
Sekat Kebuntuan
SEKAT
KEBUNTUAN
Jika menyalahkan itu dibutuhkan, lalu siapa yang
berhak disalahkan, lantas apa yang mesti disalahkan, terlalu banyak
diantara mereka dibuat sibuk oleh gelar
yang mereka anggap penting, terlalu banyak juga diantara mereka dibuat terlelap
oleh angan – angan yang mereka anggap membawa pada kebebasan. Sudah lelah
rasanya kaki ini memijak diatas tanah yang dikencingi dan dikotori oleh pikiran
– pikiran kerdil, sudah lelah rasanya paru – paru ini menghisap udara kotor
yang tecemar oleh asap – asap kepalsuan, sudah lelah rasanya mata dan telinga
ini melihat dan juga mendengar hal – hal yang justru hanyalah ilusi kelas teri.
Lalu dimana kah orang yang benar – benar berilmu dan mengamalkannya secara baik,
benar dan indah ? lantas apakah mereka itu tercipta hanya untuk pusing dan
kalah dengan realitas ? sungguh takpantas pertanyaan ini dituju kepada mereka
!!.
Bagaimana mungkin aku rela, melihat berbagai hasil kerja
keras dari guru – guruku kemudian setelah itu mudah saja bagi orang lain –
bahkan mantan muridnya sendiri sengaja meludahi – mengencingi – mengotori –
bahkan memuntahkan isi perut diatasnya. Lalu dimanakah para murid – muridnya ?
dan aku mencari siapa – meski hanya satu orang yang tulus – berani – dan
bertekad kuat untuk membersihkan dan kembali mewangikan hasil kerja keras dari
guru – gurunya tersebut ? siapa ? dirimukah ? itu rasanya hanya guyonan pabila
engkau menjawab “iya”. Atau jangan - jangan malah hanya aku seorang ? itu
rasanya hanya guyonan maut pabila engkau menjawab “bisa jadi”.
Oh, ternyata si cengeng sedang terkenal, ternyata si
ketat sedang terlihat dilayar televisi, ternyata siegois sedang dimintai tanda
tangannya, ternyata si akal bulus sedang dimintai keterangannya atas peristiwa
– peristiwa bumi, ternyata si penghisap rokok sedang ditunggu suaranya dalam
menilai orang lain, ternyata si mulus sedang blo’on atau pura – pura blo’on
ketika banyak mata keranjang yang berharap dapat memangsanya, ternyata si
berita sedang asyik – asyiknya mempermainkan pikiran rakyat kurus yang ingusan,
ternyata si ijazah mampu mempercantik atau memperganteng orang – orang dungu,
ternyata si teori sudah menjadi lukisan utama bagi ruang tamu kehidupan, dan ternyata
orang yang wangi juga sedang mengobral kesuksesan, Oh...
Lalu apa lah arti bumi ini jika hanya dinjak oleh
boneka yang berotak robot ? lalu apalah arti bumi ini jika hanya diludahi oleh orang
– orangan sawah yang berdasi ? lalu apakah arti bumi ini jika hanya dijadikan
kuburan bagi kotoran – kotoran mamalia yang berwatak reptil ? lalu apalah arti
bumi ini jika diperankan oleh aktor – aktor kehidupan yang murah dan juga
murahan.
Oh bumi, sebelumnya engkau dibelai oleh tangan sang
Nabi, sebelumnya engkau dipijak oleh sang Rasul, sebelumnya engkau dirawat oleh
sang Aulia, sebelumnya engkau mendengar sebuah dendang melodi kesatuan –
kesejahteraan – keadilan – dan kemenangan atas nilai hakiki. Oh Bumi !, Tidak
mungkin aku mendatangimu hanya sekedar mengatakan, “sabarlah,,, kelak ini akan berakhir dengan sendirinya” kemudian
pergi begitu saja. Tidak ! itu bukan tipeku,
Oh waktu, kini mulut bisa dibayar dengan uang, iman
lebih tipis daripada uang lembaran, pikiran lebih tumpul dari benda tertumpul
apapun, nafsu lebih buas daripada binatang manapun, timbangan hanya tnggal
memiliki satu alat takarnya, lalu dimana sisi takaran yang lain ? entah,
mungkin sudah diambil oleh si jabatan,
Persatuan – Perdamaian – Kemakmuran – Kesejahteraan
– Keadilan ibarat hantu, banyak yang mendengarnya, namun terlalu sedikit yang
bisa melihat dan membuktkannya. Belajarlah dari monyet yang mampu bertahan
diatas pohon tinggi dari kepungan dan serbuan angin topan yang ganas, namun sayangnya
sang tidak mampu bertahan sedikitpun – sehingga terjatuh – dan mati hanya
karena terpaan kecil satu angin sepoi yang menari diubun – ubun kepalanya.
Hidup – tetaplah hidup – dan tetaplah terus
menghidupi, meskipun hanya satu ayat yang menemani perjuanganmu.
Terimakasih Sekat
Kebuntuan
Sukses Tanpa Tahta
SUKSES
TANPA TAHTA
=================================================================
Kata
Pencerah Pertama
“Untuk
membuat otobiografi yang sesungguhnya, si penulis hendaknya dalam keadaan susah
seperti Rousseau, ketika dia menulis pengakuan-pengakuannya dan pengakuan yang
demikian ternyata sukar bagi saya”. —Bung Karno—
-------------------------------------------------------------------------------------------------
Pendahuluan
Selama ini yang saya pahami, banyak orang memiliki
istilah sukses yang subjektif, artinya istilah dari sukses itu sendiri masih
didominasi oleh berbagai asumsi yang bersifat pribadi, dan oleh sebab itulah
mengapa sukses yang dianggap oleh kebanyakan orang saat ini (sebenarnya atau
sadar/tidak sadar) justru memiliki
efek desktruktif pada jiwanya sebagai makhluk sosial – spiritual. Ada yang
dianggap sukses tetapi hatinya justru semakin keras, ada lagi yang dibilang
sukses tetapi hubungan–hubungan sosial – spritual baik terhadap keluarga maupun
orang lain malah semakin retak atau pincang, ada juga yang dibilang sukses
tetapi kesuksesannya hanya untuk dirinya sendiri dan tidak untuk orang lain
juga. Ironisnya, orang – orang sukses yang seperti itu sulit bahkan seolah
tidak akan mungkin menyadari bahwa sukses yang didapatkannya adalah kesuksesan
palsu. Dan lebih ironisnya lagi, disaat terjadi krisis kesuksesan hakiki saat
ini, kita tidak atau belum atau sulit menemukan seorang pahlawan dalam sebuah
kesuksesan hakiki, padahal dengan bertemu dengannya kita dapat bercermin dan
bertanya apakah kesuksesanku ini palsu ? atau apakah selama ini kegagalan yang
kudapat dan berhasil kulalui adalah kegagalan yang tidak objektif ?.
Mudah – mudahan, dikesempatan inilah kita semua
dapat mengambil sebuah narasi yang mungkin asing bagi khlalayak pembaca-----namun
Insyaallah dapat memberikan sebuah Inspirasi objektif bagi kelangsungan hidup
sebuah pikiran dan perasaan kita sebagai makhluk peraih sukses.
-------------------------------------------------------------------------------------------------
Kata
Pencerah Kedua
“Sukses
itu ketika anda konsisten pada kebenaran-NYA. (— Gandhi —)
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Spasi
Pembahasan
Sebelumnya saya meminta maaf kepada para pembaca,
karna teks – teks selanjutnya adalah teks yang tidak sepenuhnya atau secara utuh
tidak menggambarkan cerita – cerita yang mungkin sesuai “administrasi” tugas.
Terus terang, saya sendiri bukanlah tipikal orang yang pandai mengobral cerita
pribadi apalagi orang lain, kecuali itu memang teramat sangat diperlukan bagi
khalayak, dan entahlah,, (kemungkinan besar) secara alami saya sungkan apabila
mengkisahkan hal yang dimaksud tetapi hanya demi rasional akademis. Bagi saya,
cerita juga memiliki “nyawa”, jadi tidak sembarang tempat – waktu – dan
kepentingan menjadikannys sekedar sebuah cerita yang di share begitu saja tanpa
perlu mengeluarkan “harga” yang pantas untuk menebusnya. Ini bukan berarti saya
“matre” dalam berkisah, tetapi hakikatya, Kisah bukanlah sekedar lukisan hidup
yang terbahasakan oleh bahasa mata dan disenambungkan oleh bahasa lidah. Kisah
merupakan sebuah sebuah bahasa pikiran dan hati, kemudian disenambungkan oleh
bahasa jiwa yang menjelma kedalam segenap laku perbuatan sebagai tatanan hidup,
kisah mengandung rahasia, rahasia mengandung nilai, dan nilai hanya bermanfaat
bagi mereka yang sadar akan nilai tersebut.
Sebaik – baiknya kisah tentulah kisah yang mengandung
Ilmu, dan Agar ilmu itu objektif, tentunya tidak terlepas dari kerelaan sang
narasumber untuk “ditelanjangi” sejarah hidupnya, dan saya tidak rela pabila
saya sudah melakukan “penelanjangan” baik itu pada diri saya sendiri atau orang
lain, kemudian “ditonton” oleh khalayak tetapi “output”nya pun tidak lebih dari
sekedar gelembung air, disentuh kemudian pecah. (selami kata pencerah
pertama)
“Ilmu itu
engkau letakkan pada orang yang bagus membawanya dan tidak menyia-nyiakannya.”
(Akramah r.a), saya yakin, pembaca cukup cerdas dalam melukiskan maksud saya
melalui kalimat miring tadi. Dan sekiranya pembaca masih berkeras hati, maka
saya hanya mampu menghimbau untuk menyimak satu pesan, yakni “buruk baiknya kehidupan seseorang hanya
dapat dipertimbangkan setelah ia mati”. –Bung Karno- (dalam buku Soekarno
Penyambung Lidah Rakyat: hlm 13)
-------------------------------------------------------------------------------------------------
Pembahasan
Baiklah, disini saya akan menceritakan sebuah
Success Story berdasarkan apa yang saya pahami, baik dari TK sampai Detik ini. Jadi
definisi sukses bagi saya disini adalah tentang apa – apa yang telah saya
pahami dan lakui. Tanpa mengurangi kepatuhan saya akan tugas yang diberikan
Pengampu yang saya hormati, Labibah Zain, maka saya akan membahasnya
berdasarkan potongan – potongan masa lalu (walau tidak seutuhnya), berikut :
1. Ketika TK, yang
saya pahami waktu itu adalah :
-
“Jangan
takut pada siapapun kecuali pada-NYA”, sampai – sampai waktu itu saya pernah
membuat nangis anak yang nakal + badannya 3x lebih besar dari saya dan dia
ternyata anaknya preman dari RT sebelah.
-
“Cintailah orang yang mencintaimu”,
kalau dikenang – kenang ternyata memang saya dulu anak yang paling disayang
(mungkin dulu paling imut), baik dalam lingkup keluarga maupun saudara, sampai
– sampai saya pernah “diumpetin” sama beberapa penjual baju di pasar yang biasa
Ibu beli baju disitu. Memang waktu itu saya hanya dapat membalas cinta mereka dengan
cara mudah bercanda + asyik pas diajak bermain + kalaupun sedang cengeng malah
bikin gak tega orang yang ngeliatnya. ^_^
2. Ketika SD,
yang saya pahami waktu itu adalah :
-
“Hargai sesuatu meski itu hanya selembar
kertas”, jadi salah satu kebiasaan buruk saya waktu SD adalah sering menyobek
uang dan Ibu selalu disiplin atas kesalahan saya tersebut.
-
“Membeli itu apa yang dibutuhkan, bukan
apa yang diinginkan”. Salah satu hobi saya waktu itu adalah setiap hari HARUS
ganti hapusan – pensil – dan alat rautnya, awalnya Ibu memakluminya, sampai
pada titik batas pemakluman Ibu, akhirnya saya dididik perlahan untuk berani
mengubah kebiasaan boros saya tersebut.
-
“Kakak harus lebih kuat daripada adik”.
Didepan mata saya, seusai sekolah ada dua orang yang sedang berkelahi yang juga
cukup dikelilingi siswa sekolah, dan ternyata salah satu orang yang berelahi
waktu itu adalah Kakak saya, luar biasa kakak saya waktu itu, dia menang
berkelahi dan membuat bonyok lawannya, memang pas melihat kejadian itu awalnya
merinding dan takut, tapi setelah tahu alasan kenapa kakak saya berkelahi –
saya justru salut akan tindakannya tadi.
3. Ketika SMP,
yang saya pahami waktu itu adalah :
-
“Seburuk apapun sang kakak, tetaplah ia
menginginkan agar adiknya lebih baik darinya”. Dengan susah payah + mondar –
mandir ke sekolahan, saya didaftarkan oleh kakak saya ke SMP dimana sebelumnya
dia juga sekolah disitu, hanya saja waktu itu saya tahu dari orang tua kalau
dia dulu kena kasus, yakni ketahuan main Gaple di kebon pisang sebelah sekolah
+ ada ceweknya + jadi jelek deh nilai Agamanya. Tapi kakak saya waktu itu
(setelah segala urusan administrasi sekolah diselesaikannya) menegaskan ke
saya: “Awas loe kalau sekolahnya maen-maen, sekolah yang bener” (Cuma itu yang
saya ingat).
-
“Pilih mana ? dia atau kita?”. Saya
waktu itu sempat “akrab” dengan selebriti kelas, keperpus bareng dan kekantin
bareng, sampai saling tukar pantun atau puisi dengannya. Memang terasa indah
waktu itu, sampai cabang pohon pun saya pahat kemudian dituliskan namanya. Tapi
selang beberapa lama saya menyadari, bahwa apa yang saya lakukan dengannya
selama ini ternyata menjauhkan saya dari pergaulan yang sebenarnya lebih luas
dan menantang, selain itu saya juga menyadari seolah dunia ini milik kita
berdua, lalu dimana mereka ? dan pada titik tertentu akhirnya saya kembali ke
“habitat” seorang laki – laki, dan dari situ pula saya lebih tahu kalau lebih
baik berteman daripada “berteman baik”, karna dengan cara itulah kita memiliki
tools yang baik dalam memilih calon.
-
“Apapun situasinya, hadapilah “Api”
dengan Air” yang sejuk”, suatu ketika guru saya curhat ke Ibu saat pengambilan
raport kenaikan kelas 3 SMP, guru itu bilang, “saya itu bingung sama anak Ibu,
padahal saya udah marah – marah dikelas ngomelin anak – anak !! eh si budi masih
saja bisa senyum + maju kedepan menjawab soal”.
4. Ketika SMA,
yang saya pahami waktu itu adalah :
-
“Unik itu asyik asal gak ngusik”, karna
waktu itu saya memelopori pemakaian Boxer + celana melorot + cukup handal di
desain grafis, akhirnya saya sempat dijadikan salah satu trend centernya
sekolah dalam hal berpakaian atau mode, karna itulah saya terkadang menjadi
konsultan bagi teman seangkatan atau kakak seangkatan atau adik angkatan kalau
mereka ingin membuat desain stiker/ kaos/ sweater/pin, dlsb. Sampai pada titik
klimaks dimana saya cukup tersadar untuk merubah penampilan yang tadi akibat
salah seorang guru mengatakan saya satu hal, beliau bilang: “kamu itu Bud,
peraturan sekolah kok kamu injak – injak.”
-
“Benar ya Benar, salah ya salah”,
sekolah ingin mengadakan study tour ke yogya dengan biaya diatas kewajarannya,
semua siswa WAJIB ikut !!. dan betapa marahnya sang “panitia” waktu itu karna
rencananya tersebut gagal total, artinya semua siswa kompak menolak, dan biang
kerok yang membatalkannya adalah saya dan 4 teman saya dikelas (Bjo and the
Gang). Sampai – sampai si “panitia” mengancam kami kalau nanti kami gak akan
naik ke kelas 3, KAMI TIDAK TAKUT !!. awalnya kami mem-provokasi tentang
kepincangan biaya, peserta , penginapan, makan, sejarah studi tour tahu lalu, dlsb
ke teman sekelas, tetapi akhirnya itu provokasi nyerempet juga sampai kesemua
kelas, akhirnya gak jadi deh semua ikut.
-
“Hormatilah orang yang pantas dihormati”,
setelah Prahara Studi Tour, saya sadar, selama ini saya hanya mematuhi orang
yang tidak patuh pada kejujuran yang diucapkannya sendiri, jadi waktu itu saya
termasuk orang yang “Black List” dalam sekolah, dan kerjaan saya waktu itu
hanya bertengkar dengan Guru à Kepala Sekolah, sampai – sampai salah
satu jagoan disekolah heran dan bertanya ke saya” ‘Lu bandel apaan si Jo ?
ngerokok engga, bolos enggak, tawuran engga, maen cewe engga, tapi Lu diomongin
terus didepan kelas Gw sama “guru – guru”. Disekolah itupun hanya 2 Guru yang
benar – benar saya hormati, why ? karena
apa yang diomongkannya sesuai dengan apa yang dilakukannya + mereka adalah
orang yang paling menyadari “kenakalan” saya tersebut, dan konon katanya setiap
rapat Guru berlangsung----Beliau ber-dua-lah yang selalu berani membela saya
dengan alasan objektif.
5. Ketika Kuliah,
yang saya pahami adalah :
-
“Bukan siapa Orang Tuaku, tetapi “Siapa
aku“---itulah yang terpenting”. Hal inilah yang membuat saya survive disaat Identitas
Mahasiswa yang kian ditatap kian dangkal, saya berprinsip bahwa orang lain
harus mengenal saya karena dominasi dari diri saya sendiri---bukan dominasi orang
tua atau teman (Made in My Self). Ketika saya merasakan manis dan pahitnya dalam
membangun Image Model tersebut, ketika itu pula saya akan merasakan kepuasan
hakiki yang mungkin sudah menjadi barang langka bagi mayoritas kaum muda saat
ini.
-
“Terhormatlah dimata wanita, maka kau
akan terhormat dimata dunia”. Hal ini dapat saya pahami ketika saya selesai
membaca buku yang berjudul La Tahzan For Muslimah karangan asma Nadia, dibuku
itu saya membaca sebuah “bayangan” atas teks yang ada, dimana para Muslimah
hakikatnya memiliki peran besar dalam menilai Muslimin sebagai lawan jenisnya,
why ? karena mayoritas seorang Muslimah lebih mampu menilai lawan jenis dari
hatinya, dan hatinya itulah yang memiliki kelembutan, ketulusan, dan
ke-objektifan yang tidak dimiliki mayoritas Muslimin dalam menilai lawan jenis.
---Sekian---
--AFWAN--
Dikarenakan
penulis tidak bisa menuangkan seluruh kisah pribadi dalam kesempatan yang
seperti ini.
Langganan:
Postingan (Atom)