Social Icons

a

Rabu, 26 Februari 2014

PECUNDANG ABSTRAK



PECUNDANG ABSTRAK



Bismillah ...


Pecundang, siapa yang menjadi pecundang ? diriku ? dirimu ? dia ? mereka ? atau kalian ? atau jangan – jangan kita semua ?. pahamilah semampumu, bahwa Pecundang tidak hanya dibutuhkan oleh para pemain, tetapi juga oleh para penonton kehidupan. Pecundang tidak hanya dibutuhkan oleh para Kekasih-NYA, tetapi juga oleh para Kekasih Setan. Pecundang tidak hanya dibutuhkan oleh pahlawan, tetapi juga oleh para penjahat. Pecundang tidak hanya dibutuhkan oleh yang menang, tetapi juga oleh yang kalah. Pecundang tidak hanya dibutuhkan oleh Teori, tetapi juga oleh praktik. Pecundang tidak hanya dibutuhkan oleh para dermawan, tetapi juga oleh para pengemis. Pecundang tidak hanya dibutuhkan oleh para guru, tetapi juga oleh para murid. Pecundang tidak hanya dibutuhkan oleh para pelaku penjajah, tetapi juga oleh para korban penjajahan. Pecundang tidak hanya dibutuhkan oleh orang yang melihat, etapi juga oleh orang yang buta. Pecundang tidak hanya dibutuhkan oleh seorang penyembuh, tetapi juga oleh seorang sakit. Pecundang tidak hanya dibutuhkan oleh orang yang tulus, tetapi juga dibutuhkan oleh orang yang licik. Pecundang tidak hanya dibutuhkan oleh atasan, tetapi juga dibutuhkan oleh bawahan. Pecundang tidak hanya dibutuhkan oleh orang yang sukses, tetapi juga dibutuhkan oleh orang yang gagal. Pecundang tidak hanya dibutuhkan oleh orang yang memanggilnya, tetapi juga dibutuhkan oleh orang yang tidak memanggil namanya. Pecundang, dia dibutuhkan oleh semua orang, walau kebanyakan orang tidak/ belum mampu menerawang. Pecundang, dia tidak diam, tidak juga bergerak. Pecundang, dia tidak kedepan, tidak juga kebelakang. Pecundang, dia tidak kekiri, tidak juga kekanan. Pecundang, dia tidak naik keatas, tidak juga turun kebawah. Pecundang, dia tidak takut, tidak juga berani, pecundang, dia tidak memberi, tidak juga menerima. Pecundang, dia tidak hitam, tidak juga putih, pecundang, tia tidak mengapug, tidak juga tenggelam. Pecundang, dia tidak mengobati, tidak juga diobati. Pecundang, dia tidak mengejar, tidak juga dikejar. Pecundang, dia tidak berjanji, tidak juga memberi bukti. pecundang, dia tidak memikirkan, tidak juga dipirkan. Pecundang, dia tidak meminta maaf, tidak juga berterimakasih. Pecundang, dia tidak sukses, tidak juga gagal. Pecundang, dia tidak memberi, tidak juga diberi. Pecundang, dia tidak mengkritik, tidak juga dikritik. Pecundang, dia tidak ditonton, tidak juga menonton. Pecundang, dia tidak diperhatikan, tetapi juga tidak memperhatikan. Pecundang, dia tidak dibuang, tidak juga membuang. Pecundang, dia tidak menangis, tidak juga tertawa. Pecundang, dia tidak mengajar, tidak juga belajar. Pecundang, dia tidak melindungi, tidak juga dilindungi. Pecundang, dia tidak punya kata, tidak juga punya sorot mata. Pecundang, dia tidak mati, tidak juga hidup. Pecundang .... oh ... pecundang !!



Alhamdulillah ...                                                                                                         Pecundang Abstrak
Baca SelengkapnyaPECUNDANG ABSTRAK

BERGURU PADA FITRAH



BERGURU PADA FITRAH



Bismillah ...


Aduhai Fitrah,

Perlulah diriku tiap hari menjengukmu, namun

Perlulah juga tiap hari bagi diriku belajar darimu ...

Yang justru tidak dapat tergores oleh orang yang membencimu,

Yang justru tidak dapat tertindas oleh orang yang memusuhimu,

Yang justru tidak dapat terhempas oleh orang yang menjebakmu,

Yang justru tidak dapat terusik oleh orang yang menjelekkanmu,

Yang justru tidak dapat diludahi oleh orang yang menyaingimu,

Yang justru tidak dapat diinjak oleh orang yang melupakanmu,

Yang justru tidak dapat diguncang oleh orang yang menjauhimu,

Yang justru tidak dapat dirusak oleh orang yang memfitnahmu,

Yang justru tidak dapat dipecah oleh orang yang memukulmu,

Yang justru tidak dapat dihalangi oleh orang yang membatasimu,



Aduhai Fitrah,

Perlulah bagimu sehari menjenguk diriku, namun

Perlulah juga bagimu sehari mengajar diriku ...

Yang justru hanya dapat menyerah oleh orang yang tulus kucintai,



Alhamdulillah ...                                                                                                                Berguru Pada Fitrah
Baca SelengkapnyaBERGURU PADA FITRAH

Minggu, 09 Februari 2014

Sejatinya Sesuatu



SEJATINYA SESUATU



Bismillah ...


Sesuatu yang sejati untuk didengar,

Tidaklah selalu terdengar oleh telinga ...

Tetapi oleh jiwa,




Sesuatu yang sejati untuk dilihat,

Tidaklah selalu terlihat oleh mata ...

Tetapi oleh cinta,




Sesuatu yang sejati untuk disentuh,

Tidaklah selalu tersentuh oleh tubuh ...

Tetapi oleh ruh,




Sesuatu yang sejati untuk dijamah,

Tidaklah selalu terjamah oleh tangan ...

Tetapi oleh perasaan




Sesuatu yang sejati untuk dimulai,

Tidaklah selalu termulai oleh kaki ...

Tetapi oleh niat suci,




Alhamdulillah ...                                                                                                               Sejatinya Sesuatu
Baca SelengkapnyaSejatinya Sesuatu

ASPEK PRIKITIUW DALAM ILMU PERPUSTAKAAN



ASPEK PRIKITIUW DALAM ILMU PERPUSTAKAAN



Bismillah ...


Udeh jadi rahasia umum, kalau Orang yang jadi Pustakawan itu berbeda-beda motifnya, ada yang emang bener karna kesadaran atau panggilan jiwa, ada yang emang karna ngincer penghasilan atau keamanan finansial, dan ada juga yang emang karna terpaksa. 

Terus, kalo mau digali lagi, kan sebenarnya bise jadi rahasia umum juga, kalau Orang yang jadi Dosen Ilmu Perpustakaan itu juga punya perbedaan motif, ada yang emang karna panggilan jiwa atau kesadaran, ada yang emang ngejadiin profesi dosen ini Cuma selingan pekerjaan rumah (daripada bengong), dan ada juga yang emang karna keterpaksaan.

Terus, dan terus. Kalau lebih mao digali lagi, kan sebenarnya bise jadi rahasia umum juga, kalau Mahasiswa Ilmu Perpustakaan itu juga punya Background tersendiri saat dia menjadi Mahasiswa Prodi Ilmu Perpustakaan. Ada yang emang berdasarkan kesadaran akan pentingnya keilmuan Perpustakaan bagi masyarakat, ada yang emang berdasarkan akan keamanan atas lapangan pekerjaan, ada juga tuh yang jadi Mahasiswa Prodi Perpustakaan Cuma karna terpaksa – pasrah.

Terus, dan terus, dan selalu terus, kalo lebih mao digali lagi, kan sebenarnya bise jadi rahasia umum juga, kalau Universitas Swasta atau Negeri itu sendiri itu juga punya latar belakang yang berbeda-beda soal kenapa mau ngedain Prodi Ilmu Perpustakaan. Ada yang emang bener karna ingin berlomba-lomba dalam kebaikan guna membangun Bangsa ini, ada lagi yang emang sebenarnya Cuma sekedar persaingan formalitas ke-akademis-an atau keprofesian, dan... dan... dan... apalagi ye ?? em... em... em... mending tambahin sendiri aje ye ? ^_^, maklum tadi sempet ke “ATM” dulu, jadi ikut kesiram deh ide-idenye ke “deposito alam”.

Terus, dan terus, dan selalu terus, dan memang akan selalu terus, kalo mau digali lagi, kan sebenarnye bise jadi rahasie umum juga, kalau Organisasi ke-Pustakawan-an juga punya yang namanya Nawaitu atau niatan tersendiri atau punya latar belakang yang berbeda-beda soal berdirinya organisasi ke-Pustakawan-an itu berdiri. Ada yang emang karna berniat berlomba-lomba dalam kebaikan guna membangun Bangsa ini, ada juga yang sebenarnya Cuma karna iri atau ingin sekedar meng-eksis-kan olongan atau angkatan Pustakawan atau generasi Pustakawan itu sendiri, terus ada juga yang... yang... yang... berdiri cuma gara-gara “mutung” sama Organisasi ke-Pustakawan-an lainnya.

Dari kelima paragraf diatas, sangat mungkin kenapa kontribusi Ilmu Perpustakaan, Organisasi, Instansi atau Profesi Pustakawan (termasuk Generasinya) di Indonesia itu sendiri masih di barisan belakang dalam perbaikan atau pencerdasan kehidupan Bangsa bila dibandingkan dengan profesi yang lain ?. W yakin... U semua dah tahu jawabannye kan ^_^. Kalau udeh tahu... nah itulah akar permasalahan kite disini, dan kalau kite mau ada di barisan depan dalam perbaikan atau pencerdasan kehidupan Bangsa, ya otomatis kite kudu fokus ke akar permasalahan yang satu ini. Iye kan ?? ^_^



Alhamdulillah ...                                                                                                                    Aspek Prikitiuw Dalam Ilmu Perpustakaan
Baca SelengkapnyaASPEK PRIKITIUW DALAM ILMU PERPUSTAKAAN

Menjenguk Duka



MENJENGUK DUKA



Diriku belumlah mapan secara ekonomi, belum juga memiliki kematangan ilmu yang utuh, lantas untuk menghilangkan kepenatan atas dua hal tadi saya berusaha mencintai manusia – bahkan manusia yang memusuhi atau menjelekkan saya sekalipun, dan apalah jua ? mereka tidak mendalami sorot mataku, mereka lebih berminat dengan ilusi tata kehidupan dan ... rasanya aku sudah meresakan apa yang Iqbal rasakan, sampai ia sendiri mengatakan: “Aku tak hajat pada telinga zaman sekarang”, menyerahkah dia ? kalahkan dia ? apapun jawabannya, saya hanya mau mendengar langsung dari-NYA kelak – meski lebih membutuhkan kesabaran.

Oh sobat ... ada apa dengan kalian ? seolah kalian tak lagi membutuhkan cinta, seolah kalian tak lagi membutuhkan semburat wahyu. Lantas apakah karna kalian menjadi korban atas semua kejadian ? atau yang ada disekitar dan pernah kalian alami ?, lalu kalian membalikkan badan dan menjauh seribu langkah dari kita yang semestinya.

Oh guru ... lihatlah perbuatan semua muridmu ini, betapa gontainya tata kehidupan kami ini, kami perlahan lemah, namun kami tidak memiliki resah atasnya, kami perlahan lumpuh namun juga kami tidak mau sembuh darinya, kami perlahan terbenam namun juga kami tidak sungkan untuk tenggalam darinya. Guru ... kami sudah tidak lagi memiliki malu, malu pada-NYA dan malu kepada para kekasih-NYA. 

Oh cita-citaku tersayang ... dimana & kapan engkau akan menemukan seorang Negarawan yang kelak mengajarimu sampai engkau punah dengan tenang ?, semua citaku telah mampu kau sembelih dariku, bahkan engkau juga telah berhasil menyembelih beberapa cita milik orang lain, ini kah hukumanmu ? sehingga dirimu sulit – bahkan dunia menjadi pelit untuk memberikanmu guru padamu. Lihatlah teman cita yang kau anggap sebagai partner hidup, mereka menjadikan dirinya pahlawan kesiangan, menjadikan jiwanya tolol hanya karna tak tahan oleh kecantikan juliet, menjadikan jiwanya ... ah sudahlah !!

Kutemukan orang yang terlalu tak tahu diri, betapa susah bagi mereka menerawang masa kininya – apalagi masa depannya, 

Rabbi,, curahkanlah cinta yang ENGKAU titipkan pada orang – orang sepertiku ini hanya kepada orang yang berhak menerimanya, bukan kepada orang yang sudah mendapatkannya kemudian dibuangnya jauh – jauh, dan bukan juga kepada orang yang menjualnya dengan harga murahan – bahkan lebih murahan daripada kulit kacang.

Rabbi ... begitu khawatirnya hamba-MU ini, khawatir atas apa – apa yang sudah terilhamkan namun tak kunjung menjadi kenyataan, betapa banyaknya senandung harap yang telah ‘ku dendangkan pada-MU, terlalu banyak mereka menjadikan dirinya menurut apa yang mereka mau saja tanpa sedkitpun menaruh hormat pada sistem perdamaian-MU. Entahlah, bagiku suara mereka adalah jeritan mereka, langkah mereka adalah keterseokan mereka, canda mereka adalah tangis mereka, hiburan bagi mereka adalah siksaan bagi mereka, obat yang mereka anggap adalah racun bagi mereka sendiri, sahabat atau kekasih yang mereka pilih pun sebenarnya adalah musuh sejati mereka, apa yang mereka pertahankan sebenarnya adalah apa yang mereka buang sehina – dinanya, apa yang mereka anggap dekat sebenarnya jauh bagi mereka, pahlawan yang mereka agungkan hanyalah pecundang yang tidak mereka sedari, penjila mereka anggap orang baik dan patut dicontoh bagi khalayak.

Dunia – oh dunia ... belumlah kutemukan diatas punggungmu ini orang yang kuat lagi hebat dalam benderang perang alam pemikiran dan persekutuan saat ini, masihkah dia didalam rahimmu ? atau bolehkah kutahu alasanmu mengama belum melahirkannya ? atau mungkin kau tidak rela membiarkannya lahir kemudian disusui dan diasuh oleh massal yang keji pada dirinya.

Nafasku kini semakin sesak karna cinta yang bertubi – tubi tertolak oleh khalayak, yang didengar oleh mereka adalah orang yang tidak memiliki cinta, yang dipriorotaskan oleh mereka adalah hal – hal yang mengkerdilkan mereka, yang mereka panuti adalah ketotolan pikiran dari masing – masing mereka. Rasanya, lebih baik berteman dengan bayi atau semacamnya, karna mereka tidak bertopeng – mereka tidak berdiri diatas kepalsuan dan kebodohan yang sengaja dipilihnya. Rabbi ... jika memang anak – anak kecil itu jauh lebih berguna dalam memperbaiki alam ini, maka izinkanlah mereka mendekatiku – supaya keberdayaan juangku kembali terbit dari ufuk iman yang gelap berabad lamanya.

Kepada kalian yang terkena imbas atas kepalsuan makna dinamika, kumohon berilah maaf atas perlakuan cintaku ini, berilah maaf pada cintaku ini, meski sekuntum meski itu berduri aku tetap menerimanya dengan senang hati.


Dan kepada Hidupku,

Tetaplah Hidup !! Hiduplah diatas mayat – mayat kehidupan yang semakin membusuk & membelatung itu.



Terimakasih                                                                                                                 Menjenguk Duka

Baca SelengkapnyaMenjenguk Duka