Minggu, 16 Juni 2013
Soeran Crew !!
UPACARA
SURAN
Magersari Widoromanis, Krasak, Kotabaru
Sebuah
Simbol Kerukunan Warga Sebagai Upaya Pelestarian Budaya
“SULTAN
GROUND”
Honorable:
[Pangeran
Sumedang, Ki Banyak Widhe, Ki Wargopati, Ki Sawung Galing, Ki Gandhuruan,
Kanjeng Ratu Beruk, Raden Ayu Sekar Tanjung]
========================================
Bismillah ...
Sebelumnya
kami meminta maaf, karena yang ingin kami tulis disini adalah substansi dari
apa – apa yang kami dapati setelah kami mem-proyek-kan Upacara Suran ini disaat
Pameran Kebudayaan berlangsung, jadi kami berpikir untuk tidak lagi menulis
segala sedu – sedan kinerja tim yang kami alami, baik sebelum maupun setelah
Pameran Kebudayaan,
(Abstract)
___---___---___---___
(Internal Kinerja Tim) Terus terang, mengenai pengangkatan
Tema Upacara Suran ini kami memiliki sisi kelebihan dan kekurangan,
kekurangannya adalah dimana data – data yang terdokumentasikan teramat minim,
toh kami bahkan sudah mencoba kesana – kemari guna mengakumulasikan data atau
informasinya yang terdahulu sempat didokumentasikan, baik oleh masyarakat
upacara itu sendiri maupun oleh wartawan lokal yang dulu pernah meliputnya,
sehingga kami mengalami keterbatasan informasi ketika sedang men-share kannya
ke pengunjung stand disaat pameran, tetapi kami memandang bahwa ini justru
memicu adrenalin ke-kreatifan kita dalam mempresentasikannya dengan data atau informasi
“biasa” dengan cara “luar biasa”, sehingga kekurangan yang kami alami terasa
tertutupi oleh cara kami yang “luar biasa tersebut, adapun kelebihan yang kami miliki
adalah kami memiliki kemudahan dalam menggambarkan – mensituasikan suasana
“hitam”nya, karena Temanya cukup “merakyat” untuk diminiaturkan, intinya berbau
Pemakaman.
(Eksternal Kinerja Tim) bukan bermaksud mencari –
cari alasan, realistis kami adalah memiliki mayoritas anggota tim yang juga
teramanahi oleh amanah kepanitiaan Pameran itu sendiri, bahkan ada juga yang
sudah berkeluarga + mengurus urusan anaknya yang sedang mencari sekolah + juga
ada yang memiliki dua fokus stand sekaligus saat itu, yakni satu di IDKS dan
yang satunya lagi di Literatur anak dan Remaja, sehingga porsi luang kita untuk
maksimal didalam Tim tidak sebagaimana yang kita harapkan, tetapi Alhamdulillah
... berkat sikap kedewasaan kita sebagai Mahasiswa, yakni saling sadar diri dan
toleransi, maka kami memiliki rolling kerja yang cukup sistematis, sehingga
keringat – lelah yang kami keluarkan pun sama rata. Tidak ada crash yang serius
diantara kami waktu itu, bahkan kami semua hanya memiliki mind-set bahwa
Pameran ini bukan sekedar pameran Budaya, tetapi juga merupakan pameran
semangat dan kekompakan dari tiap – tiap tim yang ada.
Kami memiliki parameter keberhasilan tersendiri dalam
mengadopsi upacara suran dalam Pameran Kebudayaan kali ini, artinya parameter
ini tidak melulu sesuai sebagaimana rasionalitas penilaian juri atau panitia,
terpenting bagi kami adalah :
1.
Pengakuan “dua jempol” dari Stand- stand
“sebelah” (Terealisasi)
2.
Pengakuan “deg-degan” dari beberapa
oknum internal tim, pengunjung, panitia kegiatan dan pustakawan UIN SUKA
(terealisasi)
3.
Pem-bully-an kreatifitas stand kami oleh
beberapa oknum pantita kegiatan dan pengunjung Perpustakaan UIN SUKA (
terealisasi)
4.
Pewawancara-an “spesial” oleh
Mahasiswa/i Lintas Fakultas dan Angkatan Civitas (terealisasi)
5.
Penuh atau luber atau sudah tidak dapat
ditampung lagi oleh buku tamu kami untuk
menyediakan ruang tanda tangan atau testimoni
6.
Jajanan pasar atau rokok yang tak kalah
diminatinya oleh “orang-orang luar tertentu” sehingga jumlahnya menjadi
berkurang atau hilang begitu saja tanpa seizin Tim.
7.
0% nombok
Kami memang tidak memiliki kelengkapan 100% dalam
aksesoris seputar suran, seperti carik atau kain batik sebagai busana bawahan
dan kelengkapan jajanan pasar lainnya, karena yang menjadi fokus kinerja tim
kami saat itu adalah suasana upacaranya, tetapi kami memiliki kelengkapan
kegembiraan dalam menyajikan kebudayaan tersebut, sehingga apa yang disampaikan
oleh kami Insyaallah sangat memuaskan pengunjung, bahkan ada beberapa diantara
mereka yang memang benar – benar penasaran sehingga berencana untuk mengunjungi
tempat dan waktu pelaksanaan Upacara Suran tersebut.
Selain itu juga, kami didatangi oleh tamu yang
menurut kami istimewa, tentunya istimewa menurut kami bukanlah istimewa
berdasarkan pangkat atau jabatan Civitas atau Profesinya, tetapi istimewa dalam
penyampaian pesan dan nasihatnya, Beliau tidak mau disebut nama atau asalnya,
tetapi Beliau berpesan: “Kalian ini mengadakan acara semacam ini tentunya bukan
saja bertujuan agar kalian menjadi Prodi yang eksis, apalagi sekedar mengenang
sesaat kebudayaan yang telah diwariskan oleh para leluhur terdahulu kemudian
hilang begitu saja sebagaimana acara ini, terpenting bagi kalian adalah Menjadi
Mahasiswa/i yang berbudaya, memiliki nalar kebudayaan yang terpantul dari
semangat dan kebijaksanaan orang – orang terdahulu dalam mempertahankan dan
mengembangkan Identitas Bangsa ini dimata dunia.” (kurang lebih seperti itulah
pesan yang kami dapati).
Ada beberapa nilai atau filosofis sejarah yang benar – benar dapat kami tangkap atau
pahami, sehingga ini berguna bagi pandangan dan sikap hidup kami saat ini,
diantaranya:
1.
“diimpornya” Pangeran Sumedang oleh
pihak Kraton Yogyakarta dalam rangka melawan ekspansi penjajahan saat itu, ini
memberi frame atau gambaran bagi kita semua bahwa soliditas Perjuangan
Kebangsaan saat itu sangatlah luar biasa, tidak terbatas oleh sekat adat maupun
jarak, lain halnya dengan sekarang!! Jangankan memiliki soliditas perjuangan
lintas adat atau jarak seperti itu, memiliki soliditas perjuangan antar kampung
atau adat pun sulit terjaga, apalagi dikembangkan.
2.
Kepatuhan Jadwal diadakannya Upacara
Suran ini oleh masyarakat sekitar dari Kraton atau Upacara Suran ini tidak
boleh diadakan terlebih dahulu kecuali sudah “diamini” oleh Pihak Eksekutif Kraton,
bukan berarti kita sebagai Rakyat merasa lebih rendah daripada Pemimpin atau
Pemimpin memiliki hak utuh atas prioritas keputusannya, dibalik hal ini, kita
sebenarny diajarkan untuk tidak saja memiliki kepatuhan, tetapi juga sebuah
keharmonian, kerjasama antara Pemimpin dan Rakyat, khususnya dalam melestarikan
keteraturan jadwal pelaksanaan kebudayaan, supaya tidak saling tumpang –
tindih.
3.
Kami menyadari dengan sepenuh hati,
bahwa mereka yang sudah dikebumikan sebenarnya lebih berharap kepada kita semua,
terutama sebagai Anak Muda Penerus Bangsa untuk bersegera mungkin mewarisi
semangat dan solidits mereka dalam menjaga Harga Diri Bangsa dimata Dunia, adapaun
Agenda Pameran Kebudayaan ini merupakan jembatan kecil bagi kita menuju tujuan
besar tersebut.
4.
Kami juga menyadari, penilaian yang
sebenarnya yang lebih kita perhitungkan bukanlah penilaian seorang dosen,
tetapi jualah penilaian diri kami sendiri agar dengan sadar berani bertanggung
jawab atas Kebudayaan yang telah kami angkat agar terkejawantahkan dalam
kehidupan sehari - hari
___---___---___---___---___
PENUTUP
Kami yakin, masih banyak makna – makna yang
terkandung yang belum kami dapati di Upacara Suran ini, adapun berbagai
kekurangan atau kebodohan kami dalam menyajikan konten kebudayaan merupakan
bagian daripada sifat dasar kami yang tak luput dari segala aspek kesalahan.
Dan yang terpenting bagi kami dari ini semua adalah agar kami dapat mensyukuri sepenuh
hati atas apa – apa yang DIA titipkan kepada kami berupa salah satu Budaya yang
tak tenilai harganya ini, Upacara Suran.
Sekian,
Alhamdulillah
...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar