Social Icons

a

Minggu, 10 Maret 2013

Demokrasi Syariah


DEMOKRASI SYARIAH

Huft,, sebenernya Gue males ngebahas ini (Demokrasi), soalnya bagi Gue pribadi kalau ada orang Islam yang masih memperdebatkan hal ini, kemungkinan besar dia “ngaji” kagak secara utuh/ maksimal, kagak objektif, kagak sistematis, kagak metodis dan bijak, atau jangan – jangan orang itu (sadar atau tidak) cuma jadi korban dari pemahaman sempit Ustadz pembimbing Agama dari Organisasi Islam tertentu.

Gue saranin ke Loe yang sedang belajar Agama atau mau jadi Murid di salah satu Organisasi Islam tertentu, Loe harus tahu Soft Skill yang harus Loe pegang teguh ketika belajar ke Organisasi Islam tersebut, biar Loe gak mentah – mentah makan itu “sudut pandang” Ustadz dalam menafsiri atau memahami ajaran Islam, Gue gak mau Loe jadi korban pemahaman sempit itu Ustadz dari golongan Islam tertentu, soalnya efeknya parah, contoh: bukannya Loe lebih pandai bersatu malah lebih pandai berseteru, bukannya lebih pandai memahami malah lebih pandai mencaci, bukannya menjadi “contoh” malah di “cemooh”, bukannya Loe jadi orang “unik” malah jadi orang “fanatik”, bukannya Loe jadi orang yang disukai malah jadi orang yang dijauhi, bukannya jadi “bunglon” malah jadi Blo’on, dlsb, temen Gue sendiri banyak yang udah jadi korban subjektif pengajar agamanya. nih perhatiin Soft Skill ketika Loe sedang menuntut Ilmu, antara lain :
1.      Jangan Tergesa-gesa menerima,,, berdasarkan Al-Qur’an surat Qiyamah ayat 16 (75:16) :

 “Janganlah kamu menggerakkan lisan kamu untuk segera menerimanya”.

2.      Jangan Tergesa-gesa menolak,,, berdasarkan Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 41 (2:41) :
Ÿwur... (#þqçRqä3s? tA¨rr& ¤Ïù%x. ÏmÎ/ ...
... janganlah kamu menjadi orang yang pertama kali mengingkarinya...”.

3.      Catatlah dengan baik apa – apa yang baik dan bermanfaat, usahakan catatan yang dicatat tidak beda antara si penyampai dengan yang membaca, karena dalam hadits Nabi SAW menyebutkan:

اَلْعِلْمُ صَيْدٌ وَالْكِتَابَةُ قَيْدُهُ

Artinya : “Ilmu itu bagaikan buruan dan menulisnya adalah sebagai ikatan”.

4.      Kita perlu kembali ke abad-6 sesuai dengan fatwa Sayidina Ali r.a:

اُنْظُرْمَاقَالَ وَلاَتَنْظُرمَنْ قَالَْ

Artinya : “Tanggapilah apa yang ia katakan dan jangan kamu melihat orang yang mengatakan”.

Oke, kita masuk ke pembahasan, yakni DEMOKRASI. Selama ini yang kita tahu Demokrasi itu sistem yang mengatas namakan rakyat, artinya dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat atau Bahasa Betawinya “Solus Populi Supreme Lex (Suara Rakyat adalah Hukum Tertinggi). Jujur, pertama kali Gue denger ini sempet “ice-mosi”, Gue bilang aja sama yang menyampaikan hal ini: “Emang rakyatnya rakyat yang bagaimana ? rakyat yang mabok ? rakyat yang gak shalat ? rakyat yang berzina atau judi ? atau rakyat yang bagaimana ? kalau rakyatnya ancur apa masih perlu diturutin ? jelas engga kan ? Indonesia kan sila Pertamanya –Ketuhanan Yang Maha ESA, bukan Kerakyatan Yang Maha ESA, GAK Bener Nih Demokrasi”. Jawab Gue waktu itu dan yang ngomong tadi diem aje.

Selang lama berlalu, gue belajar dan sampai ke-kesimpulan Bahwa Demokrasi memang Sistem yang dicipta oleh orang “Non”, tetapi terdapat peluang besar untuk di-Syari’ah-kan sebagaimana dalam hal perbankan (Bank Syari’ah) atau Jaminan Sosial/ Asuransi Syari’ah (Takaful). Kalau tadi Demokrasi harus menuruti kehendak rakyat yang gak jelas imannya, maka mau gak mau kita berusaha semaksimal mungkin gimana caranya kehendak rakyat WAJIB terbimbing oleh ajaran-NYA. Artinya, kehendak rakyat disini adalah kehendak  dari rakyat yang Shaleh/ah menurut mau-NYA. Clear kan ?. Bagi Gue, Demokrasi gak jauh beda sama yang namanya Bank dan Teknologi, tergantung kitanya aja yang mampu atau tidak dalam men-Syari’ahkan keberadaan dan fungsinya. Toh kalaulah orang kafir bisa di-Islamkan kenapa Sistemnya gak bisa di-Islamkan ?.

Sebenarnya sama aja sih antara Sistem Demokrasi dalam Mengatur Negara dengan Sistem Lainnya, seperti Sistem Informasi atau Teknologi atau Militer. kalau dalam ranah (bidang) militer, btw masih ingat kan ? Strategi Perang Parit yang diusulkan Salman al-Farisi ke Rasulullah SAW, itu juga sistem dari orang “non”. Tergantung siapa yang memakai atau tujuan mengelolanya. Begitu juga dengan sistem teknologi mesin/informasi yang sekarang banyak kita pakai adalah sistem teknologi/informasi yang terlalu banyak dicipta oleh orang “non” (Mesin Cetak Kertas, sarana SMS, Telepon, Laptop/Komputer, Software, HP, FB, Blog, atau Website, dlsb), sekali lagi, tergantung siapa yang memakai atau tujuan mengelolanya.
Oh iya, Gue baru inget, orang Jerman yang notabane nya “NON” malah memakai hasil kekayaan Intelektual  Pak Habibie tanpa memandang ini hasil Teknologi dari orang Islam, yang penting bermanfaat bagi manusia. Malahan Pak Habibie sangat dihormati + dikagumi di Negara tersebut, sekali lagi, Orang “non” aja gak membeda – bedakan “sesuatu” yang bermanfaat walau itu dari orang yang berbeda Agama. Yang penting tujuan pemanfaatannya. Kayaknya kalah bijak nih kita sama orang “NON” ? ^_^

Lagipula, kebanyakan Umat Islam sekarang gak konsisten sama ajaran-NYA, sedangkan yang konsisten malah jadi kolot atau gak mau bersatu, gak mau saling belajar dan menginstropeksi diri, padahal Hadits yang mengatakan Perbedaan adalah Rahmat merupakan Hadits Palsu, kecuali yang dimaksud perbedaan dalam hal Fikih, bukannya Perjuangan1. (Fikih Taysir; DR. Yusuf Qardhawi; Pustaka al-Kautsar; Jakarta Timur, Cet I 2001. Hlm 53). Kalau diterusin maka efeknya parah, seperti: banyak orang awam gak kebimbing (jadi atheis, pelacur, anak Punk, homo/lesbi, dlsb) + penyebaran ajaran-NYA gak terorganisir secara maksimal + ajaran-NYA menjadi terlalu asing untuk diterima khalayak + dll.

Makannya, mulai sekarang gak usah banyak nuntut kalau belum banyak memberi, kalau mau bener – bener membangun Peradaban Hakiki kita juga membutuhkan sebuah Perubahan Hakiki, dan Perubahan Hakiki itu dimulai dari diri sendiri – famili – komuniti – negeri. Ini butuh proses berkesinambungan atau waktu yang panjang (gak instant). Jadi jangan berpikir saya sudah berbuat baik dan benar, tetapi teruslah berpikir bahwa saya akan terus berbuat baik. Terus evaluasi keilmuan dan kelakuan. Karna semakin berilmu seseorang seharusnya semakin bijak orang tersebut dalam menanggapi permasalahan atau ciri orang berilmu itu ucapannya teduh didengar + laku perbuatannya indah untuk dilirik. Kita juga butuh kepekaan sejati, yakni peka terhadap kelebihan orang lain dan peka terhadap kekurangan diri sendiri.

Terakhir,

Daripada kita sibuk menghitung jumlah permasalahannya, lebih baik kita sibuk menyembelih permasalahannya. Terus banyak membaca “The Leader is a Reader  (Jim Rohn) à berpikir à mengkaji à evaluasi.


Terimakasih                                                                                                                   Demokrasi Syariah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar