“ASSALAMU'ALAIKUM WA RAHMATULLAHI WA BARAKATUHU”
Mudah-mudahan,, kita yang telah mengenal rangkaian keterangan ini
mempunyai motivasi dan tujuan yang sama, yaitu sama-sama ingin mempelajari,
memahami dan menguasai Al-Qur’an,
sehingga apa yang telah kita pelajari, pahami dan kuasai dapat kita wujudkan ke
dalam seluruh gerak kehidupan yang didasari oleh Al-Qur’an menurut Sunnah Rasul.
DIA takkan merevolusi nasib suatu Bangsa
Kecuali Bangsa itu sendiri yang berkemauan keras untuk merevolusi dirinya.....
Sekiranya...
Sekiranya kita tidak lupa rumus aksioma bahwa “Input akan
menentukan output” atau niat akan menentukan perbuatan, atau sama dengan ilmu
yang telah menjadi pola pikir akan menentukan pandangan dan sikap hidup
seseorang, atau di dalam Al Kitaab disebut “al ‘ilmu imaamul ‘amal” yang
artinya ilmu/isi hati dan isi hati kepala seseorang akan menentukan tingkah
laku seseorang, maka kita tidak akan pernah kesulitan untuk menentukan apa
penyebab dari perilaku baik maupun buruk seseorang.
Dengan demikian sekiranya kita ingin
mengetahui mengapa seseorang berperilaku baik ataupun buruk, berperilaku jahat
atau baik, berperilaku arogan atau santun, atau seseorang yang berperilaku
ingin selalu hidup mewah daripada sederhana (setelah kaya), berperilaku
lebih suka nyolong daripada nyokong, lebih suka korupsi daripada memberikan
kontribusi, ini semua jika kita ingat bahwa input menentukan output maka
menjadi jelas apa yang menjadi penyebabnya.
Begitu pula dengan sikap dan perilaku para pemimpin kita
yang senantiasa cenderung bersikap buruk, arogan, individualis, borjuistis,
memperkaya diri dengan segala cara dan semau gue, korupsi, kolusi, nepotisme
dalam rangka kong kalikong untuk taktik dan strategi nyolong. Arogansi dan
kebijakan-kebijakan yang sedemikian menjengkelkan, carut-marut, lebih
mementingkan golongan atau partainya daripada bangsanya, lebih suka membela
keyakinan idiologi komunitasnya daripada membela tanah air, bangsa dan
negaranya. Ini semua tentu dan jelas disebabkan oleh ilmu yang carut marut
tersebut, yang berada di dalam dirinya yang menjadi penyebabnya.
Berbincang tentang ilmu yang dimiliki oleh bangsa
Indonesia memang merupakan kajian yang langka dan nyaris tidak atau belum
menjadi keniscayaan. Padahal jika rumusan di atas masih berlaku mengapa tidak
kita lakukan ? Bukankah dengan demikian berarti ilmu pula yang menjadi sumber
utama dan akar dari segala permasalahan di negeri kita ? Kemudian dari mana
pula datangnya informasi atau ajaran yang kita dapatkan ? Siapa pula yang
menjadi guru dan mengajarkan ? Jika anda setuju, marilah kita bersama-sama
mencoba untuk melacaknya kembali.
Di Indonesia ini ada dua cabang ilmu yang paling menonjol
dan mempengaruhi otak, hati, dan perbuatan manusia Indonesia yakni ilmu umum
dan ilmu agama, mari kita buktikan apakah karakter – karakter kedua ilmu itu tersebut mampu memasuki ranah
kehidupan asasi manusia yaitu ilmu yang mampu mengatur manusia (management) dan
ilmu yang mampu mengatur tata cara bagaimana mencukupi kebutuhan hidup manusia
(teknology).
Jika kita bertanya darimana asalnya ilmu yang dimiliki
oleh bangsa Indonesia, tentu kita tahu dari bangku sekolah pendidikan formal
atau non formal yang ada di Indonesia. Pertanyaan berikutnya adalah apakah
mungkin nilai ilmu yang ada dalam sistem pendidikan formal atau non formal kita
adalah buruk ? dan apakah bernilai jahat, sehingga para pemeluknya senantiasa
berkelakuan cenderung merugikan orang lain ? Apakah bernilai individualis
borjuistis sehingga kita cenderung mementingkan diri sendiri dan hidup mewah ?
Jangan-jangan memang nilai filosofis ilmu yang beredar di
negeri ini adalah liberalis kapitalis dan dilegalisir oleh Demokrasi ! Sehingga
bangsa ini cenderung berlaku curang (KKN), dengan sangat rakus mengeruk
kekayaan bangsa dan negara untuk diri sendiri beserta tujuh lapis keturunannya
sebanyak mungkin dengan cara sebebas-bebasnya tanpa peduli akan azas Keadilan
Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, serta azas atau sila-sila lainnya yang
terkandung di dalam Pancasila.
Oleh karena realitas membuktikan bahwa bangsa ini
cenderung berkelakuan buruk dan jahat, maka tidak terlalu mengada-ada jika
input menentukan output yaitu ilmu menentukan amal perbuatan, kita boleh dan
harus mempertanyakan serta mencurigai nilai ilmu yang diserap oleh bangsa
Indonesia ini. Dengan demikian maka kita harus memberanikan diri untuk
mempertanyakan pula darimana asalnya ilmu yang beredar di Indonesia, dan siapa
pula yang mengajarkannya. Ini semua terpaksa harus kita lakukan demi mencari
jati diri bangsa Indonesia dan dalam rangka menemukan sumber permasalahan, yang
menjadikan bangsa Indonesia semakin hari semakin mendekati jurang kehancuran di
segala bidang yang sangat mengerikan saat ini.
Marilah kita mulai dengan melacak kapan dan darimana asal
sistem pendidikan umum yang kita kenal dengan strata dan status “Sekolah Dasar
(SD)-Sekolah Menengah Pertama (SMP)-Sekolah Menengah Atas (SMA)-dan Sekolah
Perguruan Tinggi (SPT) Negeri maupun Swasta di negeri ini. Ternyata sejarah
mencatat bahwa di jaman sebelum datangnya bangsa-bangsa Eropa yakni bangsa
Portugis dan bangsa Belanda, yang diperkirakan sekitar abad XVI Masehi, negeri
ini belum mengenal dan belum mempunyai sistem pendidikan sebagaimana yang kita
kenal seperti sekarang ini. Yang ada baru model pendidikan baru suatu model
pendidikan ala pesantren dan yang semodel biara.
Dengan demikian maka jelaslah sudah, bahwa guru dan
gurunya guru-guru kita yang mewarnai pola pikir bangsa Indonesia adalah mereka
bangsa Eropa, yaitu bangsa Portugis dan bangsa Belanda.
Permasalahan dan pertanyaan berikut adalah; Mengapa
mereka bangsa Eropa yang letak negaranya sangat jauh dari Indonesia bisa sampai
di Indonesia ? mengapa pula mereka mendidik dan mengajarkan suatu ilmu kepada
bangsa Indonesia ?
Suatu bangsa yang berperilaku baik ataukah mereka adalah
suatu bangsa yang buruk perilakunya? Sebab bukankah perilaku adalah cerminan
dari warna dan nilai suatu ilmu ?
Celakanya, ternyata sejarah mencatatnya bahwa bangsa
Eropa adalah penganut filosofi faham yang disebut “naturalisme makro atomisme”,
yaitu suatu faham yang menghamba kepada alam, khususnya makro atom, atau
atom/benda-benda yang besar-besar, yang beredar di jagad raya, seperti planet
Bumi, Bulan, Matahari, dan Mars, serta planet-planet besar lainnya.
Filosofi epistemologis tersebut adalah berasal dari hasil
olah fikir seorang filsuf dan pujangga purba dari Yunani bernama Aneximandros
yang mengulang teori lama, yang hidup dan meninggal sekitar abad ketiga sebelum
masehi. Ringkasnya, Aneximandros dengan mengamati benda-benda besar (makro
atom) yang bertebaran di angkasa ciptaan dan kreasi Tuhan tersebut, kemudian
menyimpulkan bahwa “hakikat kehidupan secara sendiri-sendiri, individu-individu
seperti halnya bulan, bumi, matahari, dan planet-planet lain yang beredar pada garis edarnya masing-masing itu ternyata aman tidak
pernah terjadi benturan antara satu dengan yang lain” disebut Individualis.
Individualisme
Dari hasil pengamatannya Aneximandros membuat suatu teori
hidup bermasyarakat. Bahwa jika manusia ingin hidup bermasyarakat dengan aman,
maka hendaknya mencontoh pola hidup benda-benda besar di angkasa di angkasa
tersebut, yaitu hidup secara individu, sendiri-sendiri atau masing-masing.
Teori hidup secara individu-individu inilah kelak menjadi teori yang disebut
Individualisme. Teori Individualisme inilah yang kelak yang akan diusung ke
Eropa dan menjadi pola pikir serta model hidup bermasyarakat bangsa Eropa.
Namun rupanya Aneximandros agak kurang cermat dalam
mengamati dan tidak mampu membedakan antara mahluk organis yang
berupa benda-benda itu dengan mahluk biologis atau mahluk sosial budaya yang
namanya Manusia. Akibatnya
ketika teori hidup individualis ini diterapkan, apa yang terjadi ? Yang terjadi
adalah sebuah persaingan bebas antara individu atau persaingan bebas antar
pribadi, sebagai akibat logisnya disebut liberalisme.
Liberalisme
Adalah merupakan akibat lanjutan dari teori
Individualisme, maka sejak saat inilah lahir apa yang disebut persaingan bebas
antar individu, dimana kelak disebut sebagai teori Liberalisme. Sebagai dampak yang
lebih parah dari teori Individualisme Liberal ini adalah dimana di dalam
pertarungan bebas tersebut pasti akan berakhir dengan kemenangan dari sebagian
manusia dan kekalahan di pihak lain. Atau dengan kata lain dari pihak yang
kalah akan dikuasai yang menang dan bagi yang kalah boleh diperlakukan sebagai
budak manusia yang diperjualbelikan untuk kemudian dijadikan sebagai alat
produksi/bantu untuk meraih kekayaan dan kekuasaan lebih jauh. Dengan demikian
maka berlakulah perbudakan manusia oleh manusia, atau penindasan manusia
terhadap manusia oleh segelintir manusia yang berkuasa.
Hukum rimba ini berlaku bagi manusia budak atau manusia
lemah, tidak saja bisa dieksploitasi sebagai alat produksi dan sebagai barang
dagangan yang bisa diperjualbelikan saja, tetapi bagi budak yang berjenis
kelamin wanita atau gadis boleh dan dengan leluasa dijadikan alat pemuas birahi
sang majikan kapanpun sang majikan mau. Sehingga anak-anak yang lahir dari
wanita-wanita malang ini disebut ”anak bajang”, yang tidak mendapatkan status
kemanusiaan, karena lahir dari seorang ibu seorang budak yang statusnya sama
dengan binatang ternak seperti onta, keledai, kuda dan lain-lainnya.
Dalam sejarah kelak, orang-orang bajang inilah yang
melakukan protes berupa demonstrasi besar-besaran (dari sinilah cikal bakal
dari teori demokrasi, yang berarti demokrasi adalah teori anak haram yang lahir
dari hasil pemerkosaan atas sang babu oleh majikan, maka kelak terbukti bahwa
demokrasi adalah anak yang nakal dan sangat licik) terhadap kaum kaya/borjuis
berkuasa yang notabene adalah gerombolan setan yang tidak lain adalah komunitas
dari ayah tidak sah mereka sendiri.
Kapitalisme
Adalah merupakan akibat lanjutan dari teori Liberalisme,
yaitu paham dan sebutan untuk orang-orang sukses dalam menumpuk kekayaan
sebanyak-banyaknya dengan cara mengeksploitasi sumber daya alam dan sumber daya
manusia yang kalah/lemah untuk kepentingan pribadi, keluarga dan atau
kelompoknya saja (kelompok inilah yang kelak menjadi lawan dari orang-orang
yang berpaham komunisme). Kelanjutan dari teori hidup Individualis yang
berkembang menjadi monster Kapitalis yang mengerikan bagi manusia yang lain
ini, kemudian berkoalisi menjadi kumpulan manusia monster dan kemudian
mengangkat satu di antara mereka yang paling kuat dan kaya menjadi raja monster
yang paling ditakuti manusia lainnya. Seorang Raja Diraja inilah yang mempunyai
kekuasaan yang tidak terbatas di dalam negeri itu disebut The King dan wajib ditaati
sebagaimana taat kepada Tuhan, karena The King adalah penjelmaan Tuhan, karenanya
The King disebut juga “The Lord”/ Tuhan (lihat Raja Fir’aun).
Feodalisme
Adalah akibat lanjutan dari teori Kapitalisme, yaitu paham pemilikkan tanah secara individual atau kolektif yang tanpa kerja berhak atas
sebagian hasil garapan petani, dinamakan sewa tanah, dan dalam arti politik
ialah hak kekuasaan/ memerintah turun temurun, disebut dynasti, dan sebagainya ATAU paham yang menganggap kekuasaan absolut berada di tangan Raja Diraja yang berkoalisi dengan
kroni-kroni Kapitalisnya dan yang menjadi pejabat dan punggawanya tersebut
berkembang dan berlaku sampai abad XVI Masehi di Eropa
termasuk Belanda dan masih tersisa sampai hari ini di beberapa negara lainnya.
Kekuasaan absolut terhadap seluruh isi negara yang
meliputi seluruh isi negara yang meliputi seluruh kekayaan alamnya, bumi dengan
segala kandungannya, maupun segala yang bergerak di atasnya adalah milik raja. Dengan demikian, harta milik rakyat pun
jika diinginkan oleh sang raja, tak dapat seorang pun menolaknya. Sampai-sampai
jika seseorang mempunyai seorang anak gadis yang berparas cantik jika diminta
sang Raja atau Punggawanya (yang notabene adalah para kroni yang menanam dalam
sistem Feodal) harus rela untuk dijadikan selir yang kesekian puluh (istri
simpanan pemuas birahi).
Seluas apapun dan sebanyak apapun kekayaan sang Raja, tak
akan pernah terpuaskan nafsu serakah dan nafsu birahi seorang Feodal. Oleh
karena nafsu serakah bak kumpulan binatang buas yang mempunyai armada perang
ini telah menguasai seluruh daerahnya, maka mulailah melirik negara lainnya,
negara tetangganya, sampai negara yang jauhpun jika memungkinkan juga akan
dijarah dan direbutnya. Nah … ! dalam rangka inilah Belanda datang ke Indonesia
!
Imperialisme
Adalah merupakan akibat lanjutan dari teori Feodalisme,
yaitu paham atau teori tentang cara bagaimana menguasai sumber daya alam dan
sumber daya manusia dari suatu negara yang dijadikan daerah jarahan atau daerah
yang akan dijadikan imperium yang akan dikuasainya. Mula-mula dimulai dari
bagaimana menguasai sumber daya alam terutama komoditas berharga atau mempunyai
nilai jual di pasar lokal maupun yang mempunyai nilai mahal di pasar
internasional, seperti hasil tambang apakah itu batubara, timah, nikel,
tembaga, apalagi emas. Komoditas lain yang tidak kalah laku di pasar
internasional. Seperti hasil tambang, apakah itu batubara, timah, nikel,
tembaga apalagi emas. Komoditas lain yang tidak kalah laku di pasar
internasional adalah hasil hutan berupa kayu jati, kayu mahoni, kayu ulin, kayu
cendana, gaharu, rotan, damar dan lain-lain komoditas. Belum lagi hasil kebun
yang sangat menarik, karena hasil kebun ini selain mahal di pasar dunia, kebun
juga menjadi sarana rekreasi keluarga (keluarga para imperialis kapitalis).
Kebun teh misalnya, atau kebun coklat, kopi, serta lada
ini semua menjadi sarana rekreasi buat keluarga Belanda di Indonesia. Di kebun
the misalnya, di kebun ini dikala senja atau pagi hari terjadi pemandangan yang
sangat menarik. Betapa tidak dari hamparan bebukitan hijau teh yang luasnya ribuan hektar itu dihiasi dengan barisan
tebaran topi-topi bundar dari ibu-ibu dan anak-anak pribumi yang bekerja
memetik daun teh. Sementara Belanda menonton dengan riangnya bersenda gurau di
atas bendi atau kereta berkuda duanya, bersama anak-anak dan cucunya yang
lucu-lucu dengan sesekali menggoda ibu-ibu yang mandi keringat itu.
Kolonialisme
Adalah merupakan akibat lanjutan dari teori Imperialisme
yaitu paham atau teori bagaimana membuat koloni-koloni dari sesama bangsanya di
tanah bersama orangnya yang sudah berhasil dikuasainya. Maka diboyonglah
keluarga, famili, kerabat dekat atau sahabat dari para feodal untuk menetap di
tanah subur di Jamrud Khatulistiwa
Indonesia. Di sinilah mereka membuat koloni atau gerombolan kaum feodal, di
sini mereka membuat rumah-rumah mewah yang lengkap dengan perabotan mahal serta
dilengkapi dengan kolam renang dengan air panasnya. Darimana uangnya untuk
membuat semua ini ? Jawabnya tentu dari hasil keringat kerja keras pribumi di
tambang-tambang, cucuran keringat ibu-ibu yang bekerja di kebun-kebun tadi.
Disinilah, di tanah
milik Bangsa Indonesia inilah Belanda beranak pinak dan setelah beranak pinak
dan anak-anak mereka terus tumbuh remaja di Indonesia, maka sejak itu
dibangunlah sekolah-sekolah untuk anak-anak mereka seperti yang kita kenal
dengan HIS untuk tingkat SD, kemudian MULO menjadi SMP, dan AMS menjadi SMU
serta Kwee School (KS) menjadi Perguruan
Tinggi di Indonesia yang kelak diikuti anak-anak bangsawan pribumi (komplotan
feodalis saat itu) untuk kemudian dilanjutkan sampai saat sekarang.
Jadi seperti itulah sejarah awal berdiri dan
berkembangnya sistem pendidikan nasional di negeri kita. Jika dicermati sistem
pendidikan yang dibawa oleh Belanda
ternyata bercorak dan bermuatan filosofi Naturalisme Makro Atomisme sebagai
input, maka mengakibatkan pandangan dan sikap hidup manusia pemeluknya watak dan kepribadian Bangsa Indonesia menjadi
berperangai Individualistis mementingkan diri sendiri, Liberalistis
semau-maunya, Kapitalis hidup mewah, Feodalistis kelas atas/yang berkuasa,
Imperialistis/nyolongan/ korupsi dan
Kolonialistis kumpulan orang berpesta pora di surga dunia di atas penderitaan
orang banyak sebagai realisasi output-nya.
Dengan pembuktian tersebut di atas, maka orang Indonesia
akan sulit terlepas dari suatu jeratan model berpikir yang merusak keseimbangan
sosial ini jika tidak berani melakukan rekonstruksi dan revolusi terhadap
sistem pendidikannya/nilai ilmunya.
Bangsa Indonesia jangan mimpi mempunyai pemimpin yang
bijak, mau memikirkan rakyatnya – mau mentaati hukum – mau hidup bersahaja –
mau merakyat – mau menjadi pemimpin yang jujur dan amanah – mau bahu membahu
demi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, nusa dan bangsanya, jika tidak taat
kepada Tuhan-nya, dan berani melakukan revolusi terhadap ilmu terhadap filosofi
nilai Naturalisme Makro Atomisme di Indonesia.
Mengapa demikian ?
Sebab pepatah Jawa mengatakan “kacang ora ninggal
lanjaran” yang artinya guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Jika guru
dan gurunya guru kita, guru Bangsa Indonesia ini adalah perampok dan penjarah
serta penjajah, maka suka tidak suka, tidak bisa dihindarkan jika para pemimpin
bangsa ini cenderung mementingkan diri sendiri, ingin hidup mewah dengan cara
semau-maunya, korupsi, suap, kongkalikong, mencuri uang negara, dan
berfoya-foya terus akan berlaku sampai kapanpun, dan siapapun pemimpinnya.
Dengan demikian apa yang kita saksikan bagaimana para
pemimpin dan para pejabat negara ini melakukan demonstrasi korupsi,
penggelapan, mark up, proyek-proyek siluman, laporan keuangan fiktif,
kongkalikong dengan penguasa yang merangkap perampok uang negara, rapat
hura-hura dan pesta pora di hotel-hotel berbintang, money politik, bagi-bagi
perempuan cantik, dan mobil mewah, ini semua mereka lakukan tanpa malu-malu dan
tanpa tedeng aling-aling. Dan hal ini sudah menjadi pemandangan dan tontonan
sehari-hari buat rakyat yang buta dan tuli sekalipun.
Maka sangat ironis sekali dimana puluhan juta rakyat
menderita kekurangan dan kepayahan menanggung beban hidup dikarenakan mahalnya
harga-harga kebutuhan pokok,dan sulitnya mencari pekerjaan, sementara
pengangguran akibat PHK. Ibu, istri dan anak-anak yang meratap dengan tangis
yang memilukan di depan kantor wakil-wakil rakyat itu akan berakhir ?
Suatu pertanyaan yang sangat sulit ! Sebab ini semua ini
adalah watak dan kepribadian yang dibentuk oleh satu ilmu, yaitu satu ilmu yang
sejak dari sananya memang sudah mengandung racun yang memabukkan buat manusia
siapapun mereka, apapun jabatannya dan sejarah membuktikan bahwa itu akan
berlaku sampai kapanpun selama itu menjadi pilihan bangsa itu sendiri.
Dan …. andai saja masih ada anak bangsa ini yang ingin
merubah nasib akan bangsanya, tentu saja bisa, dan masih terbuka serta masih
banyak jalan menuju Roma. Bukankah “Tuhan akan merubah nasib suatu bangsa jika
saja bangsa itu sendiri berusaha untuk berubah ?”
Demikianlah sisi gelap dari nilai ilmu Bangsa Indonesia
yang tak akan membawa bangsa ini ke arah yang lebih baik dikarenakan tidak akan
pernah ada manusia Indonesia yang bisa dipilih untuk menjadi pemimpin yang
bijak, kecuali bangsa ini segera mulai merevolusikan diri. Mau membuang
filosofi ilmu yang bernilai Naturalisme Makro Atomisme, dan menggantinya dengan
filosofi ilmu yang lain. Jika tidak, maka sampai kapan pun penindasan atas
manusia oleh segelintir manusia berkuasa, tetap akan berlaku sepanjang sejarah
di Indonesia. Permasalahannya, filosofi ilmu yang lain itu yang seperti apa ?pertanyaan
ini akan segera terjawab, namun apakah
sudah final hasil investigasi kita ?
Ibarat seorang dokter yang menghadapi pasien, maka
sebelum menentukan jenis penyakit dan jenis obatnya, serta bagaimana pula
terapinya, maka dilakukan terlebih dahulu pendeteksian atau diagnosa yang
teliti dan menyeluruh. Apakah virus yang bersarang di dalam diri bangsa
Indonesia itu hanyalah virus Naturalis Makro Atomisme yang membelah dan
menyebar menjadi kuman yang membuat bangsa ini menjadi cenderung berwatak
individualis, liberalis, kapitalis, feodalis, imperialis, serta sifat-sifat
kolonialistis saja, sedangkan tidak tertutup kemungkinan masih ada virus yang
lainnya yang tidak kalah ganasnya.
Virus yang kita ketemukan itu di atas adalah baru virus
yang dibawa oleh bangsa Eropa seperti Portugis, Inggris, dan Belanda yang
melalui jalur pendidikan formal atau ilmu umum saja, lalu bagaimana filosofi
ilmu yang menjadi panutan pendidikan nonformal kita, atau yang disebut ilmu
agama di Indonesia ? Dimana ilmu agama tidak kalah pentingnya di dalam
pembentukan karakter, warna pemikiran dan ikut menentukan watak kepribadian
serta perilaku Bangsa Indonesia.
Ada kesan bahwa yang namanya pemeluk agama di Indonesia,
ataupun di dunia ini tidak mampu dan tidak begitu peduli terhadap permasalahan
kehidupan di dunia ini, tidak mampu
dan tidak begitu peduli terhadap permasalahan kehidupan di dunia ini. Apalagi
sudah memasuki wilayah yang namanya politik, ekonomi, atau ketatanegaraan.
Seolah-olah benar apa yang dikatakan oleh para pemimpin agama, bahwa ilmu agama
mempunyai wilayah tersendiri untuk mengatur umatnya.
Di dalam hal ini, semacam sudah terjadi kesepakatan
antara kaum sekularis dan kaum religis yaitu bahwa ilmu umum adalah ilmu yang
membidangi urusan kehidupan di dunia, dimana ilmu umum adalah ilmu yang
membidangi urusan kehidupan di dunia, dimana ilmu umum itu bisa didapat di
bangku sekolah-sekolah umum seperti SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi dan seterusnya.
Pada sekolah-sekolah umumlah diajarkan ilmu eksakta seperti ilmu biologi, ilmu
fisika, ilmu kimia, matematika, teknik, kedokteran, agronomi, astronomi dan
lain sebagainya. Begitu pula pada sekolah umumlah diajarkan ilmu politik, ilmu
ekonomi, ilmu hukum, filsafat, ketatanegaraan, ilmu ketentaraan, dan
seterusnya. Sehingga jelas bahwa untuk urusan dunia adalah wewenang ilmu umum.
Yang menjadi persoalan dan sekaligus pertanyaan adalah jika untuk urusan dunia
adalah hak dan wewenang ilmu umum. Dengan
demikian wewenang dan wilayah ilmu agama dimana ? Yang pasti tidak dan jangan
di dunia, sebab dunia sudah menjadi wilayah kekuasaan ilmu umum. Ilmu agama
hanya bisa diperoleh pada lembaga pendidikan sekolah non formal seperti Pondok
Pesantren, Sekolah Al Kitab, Seminari, Wihara, dan Biara serta sejenisnya. Pada
sekolah-sekolah agama inilah diajarkan ilmu tentang Tuhan, tentang dosa dan
pahala, tentang karma dan atma, tentang dewa dan dewi, tentang sorga dan
neraka, tentang inkarnasi dan reinkarnasi dan lain sebagainya.
Ditinjau dari kurikulum sekolah agama memang nampak
sekali bahwa ilmu agama adalah bukan spesifikasi untuk urusan di dunia.
Sehingga bisa dibuktikan jika seorang yang ahli ilmu agama perutnya lapar,
badannya kedinginan, sakit membutuhkan obat, ingin bepergian dengan cepat
memerlukan kendaraan, melindungi keluarga harus membuat rumah, dan lain
sebagainya, maka ilmu umumlah yang bisa memenuhi kebutuhan tersebut. Sebaliknya
ilmu agama tidak mampu memenuhi kebutuhan duniawi seperti itu.
Di dalam ilmu agama Islam atau juga agama lainnya,
sebenarnya terdapat ilmu-ilmu sosial seperti Fiqih , ilmu akhlaq, zakat ftrah,
infak sedekah, nikah, dan lain sebagainya. Atau ilmu/ajaran Winaya Pittaka,
Sutranta Pittaka, Abidarma Pitaka di alam ajaran Budha. Namun oleh karena tidak
cukup, terlalu sedikit ilmu sosial untuk memenuhi hajat hidup yang sedemikian
banyak ragamnya, maka ilmu-ilmu sosial yang ada pada ajaran agama seperti itu
hanya bisa dilakukan secara seremonial dan sifatnya sangat eksidensial.
Bukti lebih kongkritnya adalah jika seorang agamawan
mendapat kesempatan memimpin suatu pemerintahan,
maka tidak akan bisa bertahan lama kecuali mau menanggalkan baju agamanya lebih
dahulu. Seperti yang terjadi di Inggris, Perancis, Spanyol dan juga di Indonesia.
Pada akhirnya urusan fiqih atau
hukum, urusan akhlak atau sopan santun, nikah, waris dan lain sebagainya lebih
banyak diambil alih oleh ilmu umum pada tataran praktisnya.
Demikianlah realitas yang kita temukan, dan nampaknya hal
ini membawa akibat yang sangat buruk bagi kehidupan. Dimana para penganut agama
merasa tidak mendapat tempat di dalam percaturan hidup di dunia. Tersisihkan,
dimarjinalkan, terabaikan, dan bahkan dianggap menghambat dan mengganggu proses
kreatifitas hidup, sehingga tidak jarang kita jumpai di sekolah-sekolah atau di
tempat kerja serta di tempat-tempat umum, aktifitas aktifitas keagamaan
dilarang karena dianggap mengganggu ketertiban umum.
Sehingga tidak jarang menimbulkan rasa gundah dan marah
dari sekelompok orang-orang beragama yang diperlakukan diskriminatif dan
teraniaya inilah kemudian muncul menjadi kelompok-kelompok radikal yang
melakukan perlawanan membabi buta, seperti halnya terjadi di Palestina,
Irlandia, India, Amerika, dan Indonesia. Hancur leburnya gedung menara kembar
World Trade Centre kebanggaan Yahudi di Amerika, dan bom yang meledak di Bali
yang menewaskan ratusan orang baru-baru ini adalah salah satu bentuk perlawanan
kaum radikal agama.
Kita juga menyaksikan kenyataan betapa agama juga bisa
membuktikan bahwa agama mampu mensejahterakan dan mempersatukan umatnya.
Realitas menunjukkan bahwa setiap agama yang ada di dunia ini terpecah-pecah
menjadi berbagai sekte dan aliran, dan setiap aliran juga berpotensi untuk
terpecah lagi menjadi berbagai kelompok dan tharekat-tharekat tertentu. Lebih
ironis lagi dari setiap aliran dengan aliran yang lainnya terjadi sikap saling
tidak peduli dan bahkan cenderung saling bermusuhan walaupun mereka satu agama.
Ketidakmampuan agama dalam hal mensejahterakan umatnya
juga bisa kita lihat dari ajarannya yang memang tidak ada atau sangat minimnya
materi ajaran tentang bagaimana umat mencukupi akan kebutuhan pangan, sandang,
papan/pemukiman, kesehatan, keamanan dan komponen kesejahteraan lainnya.
Sehingga praktis umat beragama hanya mendapat kewajiban untuk melunasi
kontribusi mereka kepada agama. Dan oleh karena agama tidak memberikan
bimbingan atau petunjuk bagaimana menghasilkan suatu kekayaan, memproduksi,
distribusi, dan konsumsi dana serta halal dan benar, maka umat dibiarkan
memperebutkan kekayaan di dalam belantara kesemrawutan halal dan haram yang
ada. Sementara agama, masjid, gereja, kuil dan wihara, serta yang lainnya hidup
bergantung dari kemampuan dana umatnya, inilah suatu model hidup paradogsal
antagonistis agama.
Yang menjadi pertanyaan sekaligus bermuatan penyelidikan
adalah; “Apakah benar bahwa agama yang dipraktekkan oleh para Rasul dahulu sama
seperti yang kita praktekkan sekarang ?” Jangan-jangan yang kita praktekkan
sekarang tidak sama dengan yang dipraktekkan para Rasul dahulu. Sebab ada
sinyalemen bahwa agama yang beredar di abad ini sudah mengalami distorsi,
bahkan sudah sampai pada tahap pemutarbalikan dari kedudukan dan fungsi
sebenarnya. Mudah-mudahan sinyalemen ini ada benarnya, sehingga ada peluang buat
generasi kita untuk melakukan investigasi dengan tanpa dihantui rasa berdosa.
Mengapa hal ini harus kita lakukan ? Sebab sejarah tidak
dapat memungkiri bahwa missi dan fungsi setiap Rasul adalah sama, yakni membawa
konsep kehidupan serta mendemonstrasikan menjadi sebuah peradaban yang bisa
dirasakan bedanya antara peradaban dengan konsep hidup dari Tuhan, dengan
konsep hidup hasil sebuah rekayasa manusia. Begitu Nabi Adam, begitu pula Nabi
Ibrahim, Nabi Sulaiman, Nabi Yusuf, Nabi Musa, Nabi Isa dan begitu pula Nabi
Muhammad SAW.
Di dalam Al Qur’an dinyatakan bahwa; mereka para Rasul
dahulu membawa Wahyu dengan missi sebuah konsep hidup yang sama untuk manusia
ciptaan-Nya yang sama. Di tempat/bumi yang sama, hanya waktu yang berbeda.
Pernyataan Qur’an ini sangat logis dan amat rasional. Sehingga tidak mungkin
terjadi perselisihan di antara umat beragama jika memang manusia tidak
mempunyai maksud-maksud tertentu di balik semua ini. Akan tetapi justru umat
beragama sering berlaku irrasional. Sebuah contoh yang paling gamblang dari
cara pandang yang irrasional dari umat beragama adalah dalam kasus ketika
menanggapi akan kedudukan dan peruntukan dan peruntukan dari empat Kitab Suci
Allah. Umat beragama khususnya umat Islam dan umat Kristiani yang begitu
mempercayai dan meyakini akan adanya sebuah dikotomi yang demikian tajam antara
kitab suci Allah yang empat itu. Padahal adalah suatu hal yang sangat absurd
dan tidak masuk akal jika satu Allah membuat konsep hidup untuk umat-Nya yang
namanya Zabur, Taurat untuk periode Daud dan Musa kemudian dianggap tidak
sempurna, lalu disempurnakan menjadi Kitab Injil untuk periode Isa dan umatnya.
Lalu oleh kita dianggap belum sempurna lagi sehingga perlu direvisi lagi untuk
periode Muhammad menjadi Al Qur’an. Pemahaman ini sungguh amat keliru dan
unlogic, karena Allah maha segala-galanya, kemudian membuat konsep saja
salah-salah, seperti mahasiswa semester akhir membuat skripsi yang harus
direvisi beberapa kali karena salah.
Akhirnya umat Islam dan umat Kristiani bersitegang berebut
benar, bahwa kitab masing-masinglah yang paling benar, untuk kemudian saling
mengambil jarak bahkan diikuti saling serang. Menjadi lelucon saja jika ada
orang yang berupaya agar kerukunan antar umat beragama bisa diciptakan,
sementara hal-hal yang menyebabkan perselisihan tidak diselesaikan terlebih
dahulu. Memang bukan hal yang mudah untuk menyelesaikan pekerjaan ini, karena
kesalahan demi kesalahan sudah berjalan ratusan bahkan ribuan tahun lamanya.
Namun betapapun beratnya jika memang harus kita kerjakan,
lebih baik kita kerjakan lebih baik kita mulai dari sekarang daripada tidak
sama sekali. Karena jika tidak kita mulai, maka sama halnya dengan kita ikut
serta melestarikan kesalahan untuk menyesatkan anak cucu kita dikemudian hari.
Tidak ! Yakinlah bahwa semestinya jika kita bagaimana setiap Rasul
mendemonstrasikan satu model hidup indah yang didukung oleh umatnya oleh
umatnya yang cerdas-cerdas, dan tangguh, penyabar, serta baik hati sampai
terciptanya satu model kehidupan indah. Mengapa yang terjadi pada pada kita
umat beragama terkesan loyo-loyo, bodoh-bodoh, miskin, emosional/ngamukan,
teroris dan lain-lain. Ini pasti ada yang salah ! Sekarang saatnya kita boleh
dan harus bertanya “siapa sebenarnya guru dan guru-gurunya guru kita yang
mengajarkan agama kepada kita yang sedemikian paradogsal antagonis ini ? Jika
anda setuju mari kita lakukan pendeteksian kembali siapa yang mula-mula
mengajarkan agama ini kepada bangsa Indonesia ? Sebab sekarang ini kita sudah
menggunakan rumus dan aksioma bahwa “output ditentukan oleh input”, atau
perbuatan ataupun perilaku ditentukan oleh ilmu”.
Sesungguhnya kita bangsa Indonesia yang hidup pada tahun
dua ribu sekian ini, dan menjadi fanatis agama masing-masing ini, belajar agama
baru beberapa tahun yang lalu. Sedangkan guru agama yang mengajar kita, belajar
agama mungkin beberapa puluh tahun yang lalu, tidak lebih pada tahun seribu sembilan ratus sekian … yang kita tahu hanya
sampai di situ.
Kita tidak pernah mencoba berpikir sejak kapan ilmu agama
yang kita anut ini masuk ke Indonesia, jika dibawa oleh orang asing, bangsa apa
dan darimana asal negara mereka, mengapa kita tidak sempat melakukan
introspeksi. Sebenarnya seperti apa praktek agama oleh para Rasul dahulu.
Jika kita beragama Kristiani umpamanya. Pernahkan kita
bertanya sesungguhnya agama Kristen dengan Kitab Injil di tangan Isa Almasih
dua ribu tahun yang lalu bisa menghasilkan komunitas manusia beriman yang hidup
saling kasih, tetapi kita ber-Kristen kok saling mengancam, Kristen di jaman
Isa Almasih dahulu hanya satu, dan satu umat Kristiani menjadi satu gereja.
Tetapi sekarang kita ber-Kristen kok banyak macam gereja tetapi tidak bersatu
malah berseteru. Padahal kita tahu ilmu logika mengatakan bahwa jika ada dua
kebenaran yang saling klaim, maka kebenaran yang hakiki menjadi hilang, dan
berganti menjadi keraguan, sebab tidak mungkin dua yang benar tidak menjadi
satu. Maka logika akan menyimpulkan bahwa jika tidak mungkin dua benar
berhadap-hadapan, maka kemungkinan kedua akan jatuh pada kesimpulan bahwa
dua-duanya salah yang berhadap-hadapan. Sedangkan yang kita temukan dengan
banyaknya sekte dan aliran yang sama-sama mengklaim bahwa masing-masing benar,
logika apa yang kita gunakan. Sekali lagi ini pasti ada yang salah ! Atau salah
kaprah. Bagaimana tidak salah kaprah, logika anak SD saja tidak bisa menerima
kenyataan seperti ini kok kita meyakininya secara membabi buta dan bertahan
turun temurun.
Baiklah sekarang kita lakukan investigasi ulang, sejak
kapan nenek moyang kita mengenal agama Kristen yang amburadul seperti ini, dan
diwariskan kepada kita ? Celakanya ternyata yang mula-mula mengajarkan Kristen
kepada nenek moyang kita adalah bangsa asing, yaitu bangsa Portugis yang datang
ke Indonesia sebagai Imperialis dan Kolonialis, atau dengan bahasa yang agak
halus ialah; yang mula-mula mengajarkan agama Kristen Katholik kepada nenek
moyang kita adalah bangsa Portugis yang datang ke Indonesia sekitar awal abad
enam belas masehi (1511 M) sebagai penjarah dan perampok harta benda, sawah
ladang rakyat, jiwa raga, serta harkat dan martabat kemanusiaan bangsa
Indonesia. Yang kemudian di tahun 1596 M disusul oleh Belanda dengan membawa
Kristen Protestan. Jadi seperti itulah watak dan perilaku guru-gurunya guru
kita di dalam beragama Kristiani di Indonesia.
Kita tidak akan lupa akan sejarah masa penjajahan bangsa
Belanda dan Portugis di negeri kita Indonesia selama ratusan tahun lamanya.
Tidak terhitung berapa jumlah kerugian berapa harta kekayaan alam yang dikuras,
berapa kerugian harta benda dan kehilangan kesempatan hidup layak rakyat
Indonesia, dan berapa kerugian yang berupa kehancuran harkat dan martabat
kemanusiaan bangsa Indonesia selama ratusan tahun dijadikan budak dan sapi
perahan dalam bentuk kerja rodi dan tanam paksa. Belum lagi kerugian kehormatan
wanita-wanita Indonesia yang dijadikan gundik pemuas guru kita dalam beragama
Kristen di Indonesia.
Dengan pembuktian akan praktek kekejaman, kebejatan,
kelicikan, penindasan dan pelecehan seksual yang dilakukan selama ratusan
tahun, sebagai guru ngaji Kristiani, terlalu naif jika kita anggap mereka
datang bersama Rohul Qudus dalam menyampaikan Al Kitab dan kabar akan Juru
Selamat Jesus Kristus. Jangan-jangan agama hanya dijadikan alat melancarkan
jalannya missi utama yakni penjarahan dan perampokan, sedangkan agama diajarkan
sekenanya, sekedar menghibur rakyat yang lemas lunglai setelah bekerja keras
sepanjang hari selama ratusan tahun. Sekali lagi “Kacang ora ninggal lanjaran,
guru kencing berdiri murid kencing berlari”, Jika guru kita mengajarkan agama
sekenanya dan semau-maunya seperti itu, maka kita sekarang tidak tahu persis
seperti apa sesungguhnya aplikasi Injil ketika di tangan Isa Almasih dua ribu
tahun yang lalu, dan kita pun sekarang dengan semau-mau kita mengajarkan kepada
anak didik seperti yang kita tidak tahu itu.
Sehingga jika kita sekarang kita temukan Kristen di
Indonesia juga mengalami kecarut-marutan seperti ini andil siapa ? Dengan demikian sekarang bisa
kita simpulkan bahwa filosofi yang menjadi muatan ilmu agama Kristiani yang kita
miliki adalah “Naturalis Religis” atau agama yang dibawa oleh bangsa yang
berpaham Naturalis, sedangkan watak bangsa yang berwatak Naturalis telah kita
pelajari bersama sebelumnya. Jadi kita adalah bangsa yang sudah jatuh tertimpa
tangga, kata peribahasa. Jika demikian adanya, lalu bagaimana dengan kandungan
filosofi ilmu agama yang lainnya ? Jika anda tidak berkeberatan, maka mari kita
lanjutkan investigasi ini, kepalang basah.
Untuk investigasi asal muasal agama Islam, agama Budha,
dan agama Hindu serta faham-faham yang lainnya, dimana tidak kalah besar
pengaruhnya dalam menentukan warna dan corak berpikir bangsa Indonesia dan
menentukan watak serta perilaku masyarakatIndonesia.
Baiklah mari kita mulai saja dari abad pertama masehi.
Sejarah mencatat bahwa pada awal-awal abad masehi, mayoritas pola pikir nenek
moyang kita bangsa Indonesia disebut Animisme. Faham Animisme ini mempengaruhi
perilaku nenek moyang kita. Dimana dengan modal pola pikir animisme ini seperti
ini juga membuat semacam konstitusi dan peraturan-peraturan yang dipimpin oleh
Kepala-kepala Suku agar masyarakat selamat, terhindar dari bahaya kelaparan dan
wabah penyakit. Sebaliknya agar panennya berlimpah, maka masyarakat harus
menghormati dan memuja roh-roh yang bersemayam pada pohon-pohon yang besar, dan
pada batu-batu yang besar dengan memberi sesaji berupa makanan dan hewan serta
kemenyan sebagai pelengkap harum-haruman. Perilaku yang ditimbulkan oleh pola
pikir Animisme seperti ini berlaku ratusan tahun lamanya. Padahal yang namanya
pohon-pohon besar tersebut adalah termasuk pohon-pohon yang mempunyai nilai
jual yang sangat mahal di pasar internasional seperti pohon jati, pohon gaharu,
kayu cendana, rotan, pohon durian, rambutan, kopi dan cengkeh lokal.
Oleh karena kekayaan alam bangsa Indonesia yang demikian
melimpah dan tidak termanfaatkan, maka suatu ketika di sekitar abad IV Masehi,
datanglah bangsa asing
yaitu bangsa India ke Indonesia. Dengan melihat betapa banyaknya kekayaan alam
bangsa Indonesia yang tidak dimanfaatkan itu, bangsa India berkeinginan
mengambil dan memilikinya. Sedangkan untuk memilikinya bukan hal yang mudah,
sebab barang-barang tersebut dikeramatkan oleh nenek moyang kita. Dibeli pun
tidak akan diberikan, apalagi hanya diminta.
Apa akal bangsa India ?
Kepala Nenek Moyang kita dibawakan oleh-oleh berupa
tembakau dan candu oleh orang-orang India, kemudian diajak ngobrol setiap sore,
kemudian lama-lama didongenginya nenek moyang kita oleh India tentang dewa-dewa
di langit lebih berkuasa daripada roh-roh yang menguasai pohon-pohon. Di langit
ada Dewa Brahma yang menciptakan seluruh alam semesta. Disamping Dewa Brahma
ada Dewa Wisnu yang memelihara alam, Dewa Syiwa yang merusak dan pemusnah alam.
Maka jika anda menyembah dan memuja para Dewa, maka roh-roh yang menguasai
pohon-pohon akan diangkat ke langit oleh para Dewa, dan anda selamat. Sejak
itulah nenek moyang kita mengenal akan adanya para Dewa, dan sejak itu pula
agama Hindu menjadi isi hati dan kepala nenek moyang bangsa Indonesia.
Dengan demikian maka bertambahlah warna berpikir nenek
moyang kita. Dimana yang sebelumnya hanya mempunyai satu model berpikir yaitu
Animisme, ibarat hanya berwarna hitam misalnya; kini bertambah satu warna lagi
biru umpamanya. Dengan pola fikir baru ini menjadikan konstitusi mereka juga
berubah, jika sebelumnya tidak berani memanjat pohon-pohon keramat tersebut,
sekarang jika diminta oleh Sang Guru untuk menebangnya, akan ditebangnya
pohon-pohon itu. Dan jika diminta oleh Sang Guru untuk memetik segala buah yang
ada, maka dipetiknya. Bukan hanya memanjat, memetik, serta menebangnya, tetapi
sekalian dipanggulkan ke pelabuhan untuk dikapalkan. Lalu orang-orang India
membawanya ke pasar Internasional di Damaskus saat itu.
Dengan demikian hanya dengan modal dongeng tentang Dewa-dewa
bangsa India mendapat barang dagangan yang bernilai milyaran rupiah di pasar
dengan secara gratis, dan sudah barang tentu mendapat keuntungan yang tak
ternilai, dan hal tersebut berlangsung ratusan tahun lamanya. Oleh karena sudah
menjadi rute pelayaran orang-orang India sebelum menuju Damaskus singgah
terlebih dahulu ke Kanton Cina, untuk mengambil keramik dan sutra, maka lama
kelamaan orang-orang Cina tahu bahwa selama ini orang-orang India mendapat
barang murah dari Indonesia. Dan setelah dipelajari oleh Cina ternyata
orang-orang India bisa mendapatkan barang dengan mudah dan murah hanya ditukar
dengan dongeng, maka Cina pun mencoba mendongeng tentang Budha yang diakulturasikan oleh ajaran
Tao dan Confucius.
Agama Budha sebenarnya juga berasal dari India yang
diciptakan oleh orang yang merasa tidak puas dengan ajaran Hindu yang
membeda-bedakan manusia menjadi empat golongan kelas atau kasta, yaitu golongan
yang pertama Kasta Brahmana, yaitu yang terdiri dari para Pendeta yang memegang
kekuasaan atas agama, negara, tentara dan rakyat. Yang kedua Kasta Ksatria,
yaitu para Raja dan Bangsawan. Yang ketiga Kasta Waisya, yaitu kaum pedagang
dan pegawai, dan yang keempat Kasta Sudra, yaitu kaum buruh, petani, dan budak.
Dari golongan Sudra inilah dengan dimotori seorang yang bernama Sidharta
Gautama melahirkan ajaran Budha yang menentang ajaran Hindu. Oleh karena sejak
dari sananya ajaran ajaran Budha memang merupakan kompetitor dari ajaran Hindu,
maka ajaran Budha lah yang layak dijadikan alat bersaing di Indonesia.
Dengan bermodalkan dongeng tentang Budha, bangsa Cina
juga meraup keuntungan tak terhitung dari Indonesia selama ratusan tahun
lamanya. Dan oleh karena di dalam bersaing untuk bersaing memperebutkan ladang
dan tambang emas memerlukan sikap menyerang dan bertahan, maka mereka
diinstruksikan oleh Raja-raja mereka untuk membangun tentara-tentara dan
benteng-benteng pertahanan dan sejak abad IV dan VI Masehi berdirilah
kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha di Indonesia, mulai Kerajaan Kutai di
Kalimantan Timur, Kerajaan Melayu dan Kerajaan Sriwijaya di Sumatera Selatan,
Kerajaan Taruma di Jawa Barat, serta Kerajaan Kanjuruhan di Jawa Timur, sampai
berakhir pada masa Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Mataram pada abad ke XVIII
Masehi.
Bukan hanya sejarah perampokan kekayaan alam, harta benda
serta harkat dan martabat kemanusiaan bangsa Indonesia saja yang dilakukan oleh
bangsa India dan Cina dengan teori feodalis imperialisnya. Akan tetapi dalam
konteks investigasi yang sedang kita lakukan adalah bagaimana
pengaruh pola pikir bangsa Indonesia, terlepas dari apakah bernilai baik atau
buruk kandungan filosofi ajaran Hindu dan ajaran Budha, akan tetapi yang pasti
yang kedua ajaran ini menambah dua warna bagi pola pikir nenek moyang kita.
Jika sebelumnya pola pikir nenek moyang kita hanyalah Animisme Dinamisme, maka
kini menjadi Animisme, India isme, dan Cina isme atau menjadi tiga warna yaitu
hitam, biru, dan coklat. Penggambaran warna ini sangat penting untuk memudahkan
kita mengidentifikasi warna-warna yang masuk ke dalam pola pikir bangsa
Indonesia, karena kita tahu bahwa input akan menentukan output, atau ilmu akan
menentukan perilaku.
Dari uraian tersebut di atas cukup membuktikan bahwa dari
segi perangai guru dan guru-gurunya guru kita di dalam beragama Hindu maupun
Budha adalah bangsa-bangsa yang melakukan penipuan, penjarahan dan perampokan
kekayaan kita bangsa Indonesia. Dan mereka adalah imperialis Feodalis yang
tidak mungkin mempunyai niat baik kepada bangsa yang ditipunya. Dengan bukti
berdirinya kerajaan-kerajaan mereka di negeri orang lain. Sampai di sini kita
sudah berhasil melakukan investigasi tiga sumber ilmu yang ketiga-tiganya
bernilai buruk jika tidak kita katakan racun.
Kemudian berikut mari kita lanjutkan petualangan kita
yang sangat beresiko ini (high risk) untuk melihat warna yang lainnya dari ilmu
yang ikut, dan mungkin lebih dominan mewarnai pola pikir bangsa Indonesia yaitu
agama Islam. Di dalam catatan sejarah mulai masuk dan berkembangnya agam Islam
di Indonesia adalah pada abad VII Masehi melalui para pedagang dari Persia dan
Gujarat yang sudah beragama Islam.
Ditinjau dari perspektif politik perdagangan, hal ini
sangat wajar terjadi jika bangsa Arab ikut datang ke Indonesia, sebab pasar
internasional saat itu berada di Damaskus, dan Islam yang berkuasa pada abad
itu di Arab adalah Dinasti atau Kerajaan Mu’awiyah yang berpusat di Damaskus.
Dengan pertimbangan politik dagang tersebut, maka orang-orang Arab melakukan
tindakan potong kompas langsung ke sumber produksi setelah bertahun-tahun
membeli dari tangan kedua yaitu India dan Cina.
Dengan teori dan interes yang sama dengan India dan Cina,
maka orang-orang Arab memperkenalkan satu ilmu yaitu tentang adanya Tuhan atau
ilmu Ketuhanan juga melalui pendekatan dengan mengadakan ceramah-ceramah atau
pengajian-pengajian untuk mendapatkan simpati masyarakat Indonesia. Orang-orang
Arab berhasil mendapatkan simpati di hati masyarakat Indonesia, dan sekaligus
dapat menguasai berbagai komoditas mahal dengan harga murah, karena langsung
dari produsennya. Hal itu berlangsung selama ratusan tahun. Akhirnya pada abad
XII Masehi berdirilah Kerajaan Islam di Samudra Pasai dengan Rajanya yang
bergelar Raja Sultan Malik Al Shaleh dari Persia. Tercatat dalam sejarah bahwa
kerajaan Islam akhirnya berkembang sampai pulau Jawa, dan berhasil menundukkan
kerajaan-kerajaan Hindu, Budha yang ada, hingga Majapahit sampai Mataram.
Dari hasil sementara investigasi, kita temukan bahwa
agama Islam masuk ke Indonesia ternyata juga membawa aroma yang sama dengan
Feodalis India dan Cina, yaitu mereka datang bukan dengan hati suci, tetapi
atas interes barang dan kekuasaan. Terbukti mereka membangun kerajaan serta
benteng-benteng dan pasukan untuk mempertahankan kekuasaan dan menyerang
kekuasaan imperialis yang lainnya.
Baiklah kita kembali kepada substansi investigasi kita,
sebelum kita lanjutkan pembicaraan kita tentang Islam lebih lanjut. Teori ilmu
Ketuhanan ini menambah warna baru pada pola pikir masyarakat Indonesia. Yang
sebelumnya hanya ada tiga warna yaitu hitam/Animisme, biru/India isme, coklat/
Cina isme, sekarang bertambah satu warna lagi hijau/Arab isme misalnya. Dengan
demikian, selain warna warni (carut marut tidak menentu) model berpikir nenek
moyang kita, maka carut marut pula penataan masyarakatnya. Sebagai contoh
adalah Raja-raja di Indonesia. Dimana dikatakan mereka tentang hidup, akan
tetapi mereka menata masyarakatnya tidak dengan konsep agama melainkan konsep
Imperialis Feodalis dengan bentuk kerajaan, yaitu kekuasaan turun
temurun/Monarki yang tidak diajarkan, dan bahkan dilarang oleh agama Islam.
Namun kenyataan sejarah mencatat bahwa agama Islam di Indonesia juga mendirikan
kerajaan dan pemerintahan Monarki.
Apakah cukup sampai di sini proses pewarnaan/virus
perusak pola pikir bangsa Indonesia yang berasal dari sektor pendidikan non
formal, yaitu ilmu agama yang dibawa oleh bangsa India, Cina, dan Arab, tentu
saja tidak. Sebagaimana sudah kita perbincangkan, Portugis dan Belanda tidak
mau ketinggalan pada awal tulisan ini, yaitu dimana selanjutnya pada abad XVII
bangsa Eropa, terutama bangsa Portugis dan Belanda tidak mau ketinggalan ikut
meramaikan perebutan kekayaan alam bangsa Indonesia, dengan membawa agama pula
yaitu agama Kristen Katholik dan Kristen Protestan sebagai warna kelima dan
keenam, sebuah warna oranye dan kuning misalnya. Dengan
demikian, maka pola pikir bangsa Indonesia menjadi hitam/Animisme, biru/India
isme, coklat/ Cina isme, hijau/Arab isme, oranye/Portugis isme, dan
kuning/Belanda isme. Dengan demikian, maka kurang lebih dua ratus tahun
terjadilah pertempuran yang sangat seru antara kerajaan Hindu dan Budha melawan
kerajaan Islam serta ditingkahi oleh utusan kerajaan Portugis dan kerajaan
Belanda yang tergabung dalam VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) pada
tahun 1602 Masehi, sehingga luluh lantaklah harta benda, sawah ladang, hutan
dan lautan, harkat serta martabat bangsa kita Indonesia. Bagaikan segerombolan
serigala yang bertarung saling tubruk, saling cakar, saling cakar, saling
cakar, saling gigit disertai suara gemuruh bercampur lolongan mengerikan
memperebutkan daging segar di lahan sang kelinci. Dengan kondisi seperti itu
mungkinkah gerombolan serigala itu sempat memikirkan nasib sang kelinci ?
Alangkah malangnya nasib sang kelinci jika sekarang sang kelinci pun ingin berperilaku
seperti serigala-serigala terhadap para sesama kelinci. Dan adalah suatu
keniscayaan jika kelinci-kelinci itu sekarang berhati dan berkelakuan seperti
serigala, selama kelinci-kelinci itu masih mau menggunakan ajaran yang celaka
peninggalan serigala.
Kita kembali kepada persoalan agama. Ada satu hal yang
sangat menarik pada sejarah agama Islam di Indonesia. Jika di dalam sejarah
agama Hindu dan Budha di Indonesia mendirikan kerajaan tidaklah aneh, sebab
dari negara asalnya memang sudah berbentuk kerajaan. Sehingga amatlah wajar
jika mereka datang ke negara lain, ke Indonesia adalah dalam rangka
imperialisnya sebagaimana telah kita pahami bersama. Akan tetapi jika Islam
berbentuk kerajaan, ini sangatlah aneh dan mencurigakan. Mengapa demikian, sebab
sejarah dunia pun tahu dan mencatat bahwa Muhammad dengan Al Qur’an dan
Sunnahnya adalah pelaku revolusi anti Monarki atau sistem Kerajaan. Sejarah
juga mencatat bahwa bentuk pemerintahan yang dipraktekkan oleh Muhammad adalah sistem Kekalifahan (sistem perwakilan rakyat yang
beriman dengan ajaran Allah).
Ketertarikan kita kepada sejarah perkembangan agama Islam
karena terasa ada sesuatu yang mencurigakan, sebab sepeninggal Nabi Muhammad
pun berbentuk pemerintahan yang dipegang para sahabat masih berupa pemerintahan
Kekalifahan, dan amat sangat penting kita perhatikan sebab dari kedua model
ini, yaitu model kerajaan dengan model kekalifahan sangat bertolak belakang,
dan dampak sosialnya kepada rakyat juga sangat jauh berbeda. Oleh sebab itu
menjadi menarik untuk diteliti karena pengaruh dari agama Islam ini mencapai
angka 90% dari penduduk Indonesia yang memeluknya.
Adapun guru bangsa Indonesia di dalam beragama Islam yang
masuk ke Indonesia gelombang kedua, sejarah mencatat adalah di abad IX Masehi,
yaitu dari Dinasti Abbasiyah yang merapat di pelabuhan Banten atau Jayakarta.
Dinasti Abbasiyah berkuasa sejak tahun 750 hingga tahun 1258 Masehi, setelah
berhasil menggulingkan kerajaan Mu’awiyah dan berpusat di Baghdad. Dengan
demikian sudah dapat dipastikan bahwa kerajaan-kerajaan di Indonesia bercorak
dua macam. Yaitu bercorak kerajaan Abbasiyah yang Syi’ah. Namun bagi mereka
bukan agama yang terpenting, yang penting adalah bagaimana menguasai
sumber-sumber barang dagangan yang mereka butuhkan, sehingga dapat menambah
devisa kerajaan mereka masing-masing. Berbicara tentang masuk dan menjadi guru
dan gurunya bangsa Indonesia di dalam beragama Islam kurang lengkap jika kita
tidak membicarakan Wali Sembilan atau Walisongo.
Masyarakat Islam, khususnya yang berada di pulau Jawa
sangat menghormati dan sangat menyanjung kepada para Walisongo ini. Walisongo
adalah merupakan sebuah nama besar dan sangat sakral bagi umat Islam di pulau
Jawa. Sehingga dari jaman dahulu sampai hari ini kegiatan ziarah ke makam para
Wali ini tidak pernah terputus, walau letaknya di sepanjang pantai Utara pulau
Jawa, mulai dari Surabaya Jawa Timur hingga Banten Jawa Barat. Dengan demikian
para peziarah membutuhkan waktu lima sampai tujuh hari lamanya. Namun anehnya
banyak di antara masyarakat Islam di Jawa yang walaupun sudah berkali-kali
mengunjungi makam para Wali ini, tetapi tidak banyak yang tahu tentang siapa
dan darimana sebenarnya para Wali tersebut.
Di dalam buku-buku sejarah Indonesia tercatat bahwa
Walisongo masuk ke Indonesia pada awal abad XV Masehi. Mengapa dalam sejarah
kita ditulis; “masuk ke Indonesia ?” dengan sendirinya mengandung arti bahwa
mereka/Walisongo adalah orang luar Indonesia, atau bukan orang-orang Indonesia.
Dari berbagai buku sejarah mencatat bahwa Walisongo terdiri dari dua belas (12)
orang dari berbagai negara antara lain :
- Maulana Malik Ibrahim berasal
dari Turki (ahli ilmu Tata Negara, mendarat di Jawa Timur dan meninggal di
Gresik tahun 1419 Masehi)
- Maulana Ishaq berasal
dari Samarkan Rusia Selatan (ahli ilmu pengobatan, kemudian pindah ke
Singapura dan meninggal di sana)
- Maulana Ahmad Jumadil Kubro berasal
dari Mesir (meninggal di daerah Mojokerto Jawa Timur)
- Maulana Muhammad Al Maghrabi berasal
dari Maroko meninggal tahun 1465 Masehi, dimakamkan di daerah Klaten Jawa
Tengah)
- Maulana Malik Israil berasal
dari Turki (ahli ilmu Tata Negara, meninggal tahun 1435 Masehi di daerah
Banten Jawa Barat)
- Maulana Muhammad Ali Akbar berasal
dari Persia (ahli ilmu pengobatan, meninggal di daerah Banten Jawa Barat)
- Maulana Hasan Udin berasal
dari Palestina (meninggal tahun 1462 Masehi di daerah Banten Jawa Barat)
- Maulana Aliyuddin berasal
dari Palestina (meninggal tahun 1462 Masehi di daerah Banten Jawa Barat)
- Maulana Syeh Subakir berasal
dari Persia (ahli ilmu tumbal lelembut tanah, kembali ke Persia dan
meninggal di sana)
- Maulana Ahmad Ali Rahmatullah berasal
dari Campa, Muangthai (datang di Indonesia tahun 1421 Masehi menggantikan
Maulana Malik Ibrahim)
- Maulana Rasyid Ja’far Shadik berasal
dari Palestina (menggantikan Maulana Malik Israil, dan tinggal di daerah
Kudus Jawa Tengah, hingga kini terkenal dan disebut Sunan Kudus).
- Maulana Syarif Hidayatullah berasal
dari Palestina (datang tahun 1436 Masehi, menggantikan Maulana Ali Akbar)
Mereka adalah merupakan sebuah ekspedisi dari
kerajaan Turki Usmani, di bawah perintah Raja Sultan Muhammad I, yang berkuasa
pada tahun yang berkuasa pada awal abad XIII Masehi (Sultan Muhammad IV
berkuasa pada tahun 1648-1687 Masehi).
Dengan bahasa lain atau bahasa ekonomi, maka
ekspedisi ini sama dengan usaha penetrasi perdagangan ke sebuah negara dalam
wilayah politik sampai mencapai kekuasaan dalam bentuk Kerajaan, maka sudah
dapat dipastikan bahwa para Wali ini sama dengan invasi Imperialisme seperti
halnya para pendahulunya, yaitu Imperialis bangsa India serta Cina sebelumnya.
Sehingga dengan demikian bagi mereka
mengajarkan agama bukanlah suatu hal yang penting, karena mereka mengajarkan
agama dengan sekenanya dan terkesan semau-maunya. Mereka mengajarkan agama
sambil nyanyi-nyanyi, dengan pencak silat atau bermain sulap, atau dengan
gamelan dan berbagai dagelan. Dengan demikian maka ESENSI dari agama itu sendiri menjadi kabur dan bahkan menjadi
hilang. Akibatnya kini umat Islam di Indonesia hampir semuanya tidak tahu
persis sebenarnya Islam itu seperti apa atau umat Islam Indonesia menjadi carut
marut tidak jelas bentuknya, mau dirujuk kemana model Islam seperti ini. Umat
Islam Indonesia kehilangan Uswah.
Baiklah sekarang marilah kita mencoba melacak
kembali ke atas, atau ibarat jika kita ingin mengetahui mengapa air sungai di
hilir kotor, tiada jalan lain kecuali kita menelusuri sungai tersebut dari
hilir sampai ke hulu. Untuk kasus keruh dan kotornya nilai ilmu umum sudah kita
temukan, yaitu telah tercemari oleh limbah pemikiran manusia yang bernama
Aneximandros si Pujangga Purba Yunani yang hidup pada abad III Sebelum Masehi,
yang terkenal dengan teori Naturalis Makro Atomismenya, kemudian diusung ke Eropa,
kemudian dibawa oleh Belanda ke Indonesia, maka tercemari dan terkotorilah alam
pikir manusia, menjadikan manusia Indonesia berperangai individualistis, dan
berkembang menjadi Liberalistis, Kapitalis, Feodalistis, Imperialistis, dan
berakhir dengan Kolonialistis.
Malang nian nasib kita bangsa Indonesia,
maksud baik ingin belajar menjadi manusia yang baik, akan tetapi mendapatkan
guru-guru yang tidak baik.
Sekarang mari kita menelusuri aliran sungai
ilmu agama yang bermuara di Indonesia. Ditinjau dari perangai guru-guru yang
mengajarkan ilmu agama kepada bangsa Indonesia sudah kita ketahui. Yang belum
kita ketahui adalah sumber pencemaran utama yang menjadikan air sungai ilmu
agama kita di Indonesia terasa tidak menyehatkan dan bahkan memabukkan itu di
mana.
Oleh karena semua sejarah mencatat bahwa di
hulu, ilmu agama itu sangat jernih sekali. Yaitu barangsiapa yang mereguknya
terasa segar, yang sakit menjadi sembuh, yang buta mata hatinya menjadi
melek/terbuka kembali, bahkan yang mati jiwa kemanusiaannya menjadi hidup
kembali. Begitu Musa, begitu Isa Almasih, begitu Muhammad dan begitu semua
Rasul Allah yang lainnya, semua berbuat sama. Yaitu dengan satu ilmu dari
Allah, mereka sampaikan kepada manusia, maka manusia yang bengal menjadi patuh,
manusia yang jahat menjadi baik, yang bercerai berai menjadi bersatu, manusia
yang saling mengancam menjadi saling mengasihi, yang saling menjegal menjadi
saling mendukung dan saling memakmurkan, hidup penaka satu badan, di ujung
manapun yang sakit, ujung manapun yang lainnya ikut merasakan. Yang demikian
itulah agama yang benar. Jika tidak demikian itu apalagi kebalikan dari itu,
maka itu pasti salah. Yang seperti itulah para Rasul Allah memperagakan agama,
jika sebaliknya yang terjadi, maka Rasul Syetanlah yang berperan.
Nah … jika kemudian sekarang kita beragama
kok menjadi seperti ini, jangan-jangan kita bukan murid Rasul Allah, tetapi
murid-murid Syetan Laknatullah.
Jika anda yakin bahwa kita adalah murid-murid
Syetan Laknatullah, kemudian kita ingin bertaubat, tidak ada jalan lain kecuali
kita temukan lebih dahulu Syetan siapa yang mula-mula menyesatkan manusia
termasuk bangsa Indonesia. Lalu dengan cara apakah, dan dengan cara apa, dan
bagaimana pula kita menemukannya ? Tidak sulit ! Walaupun tidak terlalu mudah.
Di dalam Al Kitab kita diajarkan tentang Epistemologi Logika yang sangat
sederhana, dengan menggambarkan dua tokoh yang selalu berperilaku dikotomis
secara turun temurun sejak jaman Adam hingga hari ini. Yaitu tokoh kebaikan dan
tokoh kejahatan. Kita lihat di bawah ini :
Ajaran Rasul Allah menjadikan :
Kebaikan dan kerukunan, saling kasih, saling
dukung, saling menasehati, saling menghargai, saling memakmurkan, saling
mendoakan, saling mengarahkan, saling menerima dan memberi.
Inilah ciri-ciri ajaran yang benar, mari kita
upayakan.
Ajaran Syetan Laknatullah menjadikan :
Keburukan, pertengkaran, saling serang,
saling bunuh, saling olok, saling mencaci, saling menghina, saling
mencelakakan, saling hujat menghujat, saling menyesatkan, saling menipu dan mencuri.
Inilah ciri-ciri ajaran yang salah, mari kita
tinggalkan.
Adapun yang menjadikan figur dari kedua tokoh
tersebut di atas, dikisahkan di dalam Al Kitab, adalah Rasul Adam sampai Rasul
Muhammad, adalah figur kebaikan, dan Iblis sampai Yahudi adalah figur kejahatan
(lihat Al Kitab Injil Lukas 22:66, Mateus 26:3, Markus 27:1, dan dalam Al Kitab Qur’an surat An-Nisa:156-159, At-Taubah:32,
dan Al Maidah:13).
Nah … sekarang kita telah mendapatkan satu
titik terang, setelah mendapatkan petunjuk awal sebagai stimulan untuk sampai
kepada figur Yahudi atau Bani Israel yang disebut-sebut di dalam Al Kitab
sebagai perancang dan pelaku keburukan dan kejahatan. Sejak kapan Yahudi
berbuat demikian, dan mengapa berbuat demikian ?
Sejak di dalam kisah Adam, Allah telah
menunjukkan kebijakan dan keadilan-Nya. Dimana kepada figur Adam maupun figur
Iblis. Tuhan memberi dua nilai ilmu yang benar dan ilmu yang salah. Tidak ada
paksaan di dalam memilih kedua nilai tersebut, hanya resiko dan akibat dari
pilihannya masing-masing ditanggung sendiri. Di sinilah letak keadilan dan
kebijakan Tuhan. Oleh karena Tuhan adalah maha segala-galanya, sehingga Tuhan
tidak mempunyai kepentingan apapun dalam memberikan kedua nilai ilmu tersebut.
Tuhan tidak akan naik pangkat, sebaliknya jika figur Adam maupun figur Iblis
memilih nilai ilmu yang buruk, Tuhan juga tidak akan turun kredibilitasnya.
Kemudian dikisahkan di dalam Al Kitab, figur
Adam memilih nilai ilmu yang baik, sebaliknya figur Iblis karena didorong sifat
egoisnya lebih nilai ilmu yang buruk (lihat Al Kitab Injil Mateus 6:13, Yohanes
8:44, juga di dalam Al Kitab Qur’an surat Hijr : 33, Al Isra’ : 61, Shad : 75).
Jadi dengan demikian dapat dipastikan bahwa
baik atau buruk seseorang bukanlah semata-mata takdir Tuhan yang terkesan otoriter,
melainkan atas pilihan masing-masing manusia itu sendiri. Dengan uraian
tersebut di atas maka terjawablah pertanyaan sejak kapan figur kejahatan
beraksi ? ialah sejak periode Adam dan Iblis, periode Musa yang berhadapan
dengan Fir’aun, Isa Al Masih yang berhadapan dengan para Tetua Yahudi, Kayafas
dan Pilatus, hingga Muhammad yang harus berhadapan dengan penghianatan fasik
Yahudi dari mulai Bani Qainuqa, Bani Nadir, dan Bani Qarash.
Selanjutnya marilah kita temukan jawaban
bagaimana cara kerja atau bagaimana modus operandi Iblis figur perusak yang
berkelanjutan menjadi pilihan bangsa Yahudi pada periode pasca Isa Al Masih di
abad pertama Masehi, dan bagaimana modus operandi Yahudi pasca Muhammad pada
awal abad VII, sekarang abad XXI ini, sebagai sumber ilmu agama yang carut
marut, dan sampai kepada bangsa Indonesia, kemudian kita yakini, serta kita
sebar luaskan, kita pertahankan, dan kita bela mati-matian sampai hari ini.
Tersebutlah di dalam berbagai literatur sejarah dunia bahwa sepeninggal Isa al
Masih bangsa Yahudi berhasil membuat Nabi-nabi palsu, trik-trik jitu, kitab
Injil palsu, dan bahkan sejarah palsu (pada segmen lain akan kita bahas secara
khusus sejarah idea Yahudi dan
pengaruhnya terhadap pola pikir manusia di dunia).
SEJARAH YAHUDI DAN PENGARUH
IDEANYA TERHADAP
AGAMA-AGAMA DI INDONESIA
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa
Yahudi sebagai duta dari nilai ilmu idea Iblis pada masa Adam secara
turun-temurun adalah representasi dari nilai ilmu keburukan atau kejahatan di
masa kini. Dimana ajaran Yahudi adalah merupakan lawan dari nilai ilmu yang
baik atau ilmu yang bernilai kebenaran yang dibawa oleh para Rasul Allah.
Adapun kedua nilai yang baik maupun yang buruk adalah datangnya dari Allah untuk menjadi pilihan manusia.
Sedangkan yang dimaksud dengan lawan,
sebenarnya adalah sama dengan kawan bermain di dalam mengisi perjalanan sejarah
kehidupan manusia. Hanya sayangnya Yahudi tidak fair di dalam menyampaikan
nilai, membuat manusia tidak lagi bisa menentukan pilihan. Yaitu dengan
menyembunyikan nilai yang baik, serta hanya menyajikan ilmu yang buruk dan membungkusnya
dengan bungkus yang bagus, bagaikan tombak berbalut sutra, atau bagaikan musang
berbulu ayam, sehingga menipu manusia seantero dunia.
Dengan kelicikan inilah Yahudi berhasil
membikin manusia sama sekali tidak mengenal dirinya. Sehingga kini, oleh karena
manusia sudah tidak mengenal siapa Yahudi sebagai dedengkot kejahatan dan
kerusakan di muka bumi ini, maka akibatnya hampir semua manusia tidak mengenal
Yahudi sebagai lawan, bagi yang ingin mewakili ilmu kebenaran. Oleh karena kita
tidak mengenal lawan, maka kita mudah dipermainkan oleh lawan, sebagai
akibatnya kita tidak mengetahui di mana jalan menuju kebenaran, menjadikan kita
tidak bisa taat kepada Tuhan, tidak bisa membedakan mana lawan, mana kawan, dan
tidak tahu kerjaan.
Lihatlah betapa banyak manusia yang
berkeinginan untuk hidup taat kepada Tuhan. Hampir semua manusia ingin hidup
dalam persatuan dan kesatuan, ingin hidup berkeadilan dalam kemakmuran, ingin
hidup dalam kedamaian dan kesejahteraan dan sudah sedemikian rupa diupayakan,
akan tetapi impian tinggal impian, hanya fatamorgana yang kita dapatkan. Maksud
hati ingin berbuat taat kepada Tuhan, akan tetapi negasi dan pengingkaran yang
kita lakukan. Persatuan dan kesatuan yang kita programkan, akan tetapi
perpecahan dan permusuhan yang kita dapatkan. Keadilan dan kemakmuran yang kita
canangkan, akan tetapi ketimpangan dan kemelaratan yang kita dapatkan.
Kedamaian dan kesejahteraan yang kita harapkan, akan tetapi kekacauan dan
kesengsaraan serta kejengkelan yang kita hasilkan. Inilah tombak berbalut
sutra, dan inilah musang berbulu ayam, sebagai ilmu postmodern Yahudi yang
telah menjerumuskan manusia ke dalam paradigma hidup yang demikian sulit dan
ngawur tiada tara.
Tulisan inipun dibuat bukan dalam rangka
mendiskriditkan Yahudi sebagai lawan, melainkan sekedar upaya menjelaskan.
Adapun pilihan baik ataupun buruk, kepada anda dipersilahkan untuk menentukan.
Di bawah ini kita akan melihat bagaimana
Yahudi melakonkan kehidupan yang penuh tipu muslihat dan berhasil menyusupkan
idea-ideanya kepada bangsa-bangsa di dunia dari masa ke masa.
Yang dimaksud dengan upaya penyusupan idea-idea adalah; Yahudi
dengan idea jahatnya tidak perlu mendirikan kekuasaan, atau sebuah negara,
namun cukup dengan mempengaruhi dan mengaduk-aduk ajaran yang dianut suatu
bangsa dengan unsur-unsur yang memabukkan sehingga semakin sempoyonganlah suatu
bangsa yang telah menghirup spora beracun yang ditebar oleh Yahudi, dan setelah
itu kekacauan pasti akan terjadi.
Untuk pembaca, kami akan ajak berkelana untuk
melakukan ekspedisi ke dalam relung kedalaman
sejarah 2000 tahun atau bahkan 4000 tahun ke belakang demi menyaksikan betapa
Yahudi begitu konsisten di dalam menjalankan misi perusakan kejahatan sebagai
tugas melanjutkan tongkat estafet Iblis hingga abad XXI ini adalah kelanjutan
dan pengulangan dari abad-abad sebelumnya, maka cukuplah jika para ahli sejarah
mencatat bahwa tongkat estafet kejahatan telah sampai kepada tangan Yahudi pada
abad XX Sebelum Masehi , setelah sepeninggal Sunnah Ibrahim dan dilanjutkan
sebagai Sunnah Yusuf (lihat Qur’an surat Yusuf : 4-101). Perkataan Yahudi dan
Israel dilihat dari sudut keturunan adalah satu suku bangsa yang berumpun pada
umat Nabi Yakub (lihat Injil Kitab Keluaran 46 : 1 dst). Suku bangsa Israel dan
Yahudi adalah yang lahir dan dibesarkan dalam udara Fir’aun isme di Mesir
sepeninggal Nabi Yusuf (lihat Injil Kitab Keluaran 1 : 11-15 dan Qur’an 2 :
131-141).
Abad ke 19 SM, tegaknya Sunnah Yusuf
Yaitu satu model kehidupan indah adil makmur
di Mesir, maka dipindahkanlah ayahanda Ya’kub beserta sebagian keluarga
sebagian masyarakatnya ke Mesir (lihat Qur’an 12 : 4-6 dan 100, dan Injil Kitab
Keluaran 46 : 5-7) sebagian keturunan dan umat Yakub yang tetap di Kan’an dan
dikenal sebagai Kaum Hebrew, yang merupakan manusia merdeka.
Sepeninggal Nabi Yusuf, Klan Bani Israel, dan
Yahudi, menghancurkan ajaran Allah yang dibawa oleh Yusuf, dikarenakan rasa
dengki kepada Yusuf. Akhirnya melalui perang Hykos Bani Israel dan Yahudi
dijadikan tawanan dan dijadikan budak-budak di Mesir oleh Raja Ramses II, yang
masih termasuk dinasti Fir’aun.
Walaupun dalam kondisi diperbudak Yahudi
berhasil menyusupkan teori ideanya hingga lahirnya teori Tauhid Ahnatun,
sebagai penyelewengan iman = pandangan dan sikap hidup, menjadi iman = percaya
(akulturasi proses Fir’aunisme, dan Indo Babylon atau Asyiria). Dibawah ayunan
Yahudi.
Abad ke 12 SM, tegak Sunnah Musa dari
keluarga Imran
Dengan persiapan iman di Mesir, kemudian
penataan di Palestina, terwujud satu model kehidupan indah, adil makmur,
sejahtera, tetapi bukan model Kerajaan atau Monarki, dan bukan dengan Tauhid
Platonis serta membebaskan rakyat dari kemiskinan serta menghapus sistem perbudakan, sehingga ikut terbebaslah Yahudi dan Israel
dari penderitaan sebagai budak di Mesir, dan kembali ke Palestina (lihat Qur’an
7 : 105, 20 : 47, 26 : 17 dan Injil Kitab Keluaran 5 dan 6).
Sepeninggal Musa dan Harun, Yahudi dengan
naluri jahatnya memutar-balikkan Taurat yang ditinggalkan oleh Musa menjadi
Moses-isme oleh Musa Samiri, yaitu aduk-adukan ajaran kebenaran dan kebathilan
sehingga merusak kehidupan Yahudi dan Israel itu sendiri.
Abad 11 SM, tegak peradaban Kreta/Filistin dengan rajanya Jalud
Menyerbu ke Palestina dan menghancurkan
Yahudi dan Israel yang sudah babak belur akibat ulahnya sendiri (lihat Qur’an
20 : 84-85, 2 : 251).
Abad 10-9 SM, tegak Sunnah Daud dan Sulaiman
di Palestina
Dengan konsep wahyu dari Tuhan yang bernama
Zabur/Tabut, yang memulihkan kembali Taurat yang sudah diaduk-aduk oleh Yahudi
menjadi Moses-isme, dan terwujudlah satu model hidup adil makmur dan sejahtera.
Serta menghancurkan sistim Monarki dan menghapuskan perbudakan. Dengan demikian
maka termasuk Yahudi dan Israel ikut terbebaskan dari penderitaan perbudakan
oleh raja Jalud.
Pada abad 8-7 SM
Yahudi dan Israel berhasil menduduki tanah
Kanaan yang berpusat di Palestina sendiri di Palestina, sehingga terbelah
menjadi dua; (1) Israelia dan (2) Yudea, kemudian menjadi makanan empuk dari
Kerajaan Asyiria dengan rajanya Sargon II menggempur Palestina.
Kendati Israelia hidup di bawah tekanan raja
Sargon dari Asyiria Babylonia. Israelia masih sempat menyusun tiga dokumen
sebagai pencampur-adukan ajaran Allah yang dibawa oleh Yusuf dan Daud serta Sulaiman
menjadi Jehova atau dokumen (J), dan dokumen Elohim (E), serta dokumen Pentateh
(P), pada :
- Abad ke 9 SM dilakukan
penulisan Dokumen (J) Jehova
- Abad ke 8 SM dilakukan
penulisan Dokumen (E) Elohim
- Abad ke 6 SM dilakukan
penulisan Dokumen (P) Pentateuh
Sedangkan Yudea yang hidup di bawah tekanan
raja Yosiah pada abad ke 5 SM, Yahudi berhasil melakukan fusi dan
reformasi/pengumpulan ke tiga dokumen menjadi satu, sebagai bibit dan untuk
mengisi Kitab Perjanjian lama kelak.
Tahun 597 SM
Asyiria dikalahkan oleh Babylonia dengan
rajanya Nebukadnezar. Yahudi menjadi semacam piala bergilir, dan jatuh menjadi
tawanan dan dilanjutkan menjadi diperbudak kembali oleh Nebukadnezar.
Tahun 530 SM
Tegak persia lama dengan rajanya Cyrus,
kemudian dilanjutkan oleh raja Cambises. Baru Yahudi dan Israel dilepaskan dari
Babylonia.
Tahun 444 SM
Di bawah pimpinan Ezra dan Nehemia, seperti
halnya politik raja Yosiah, dilakukan satu fusi terakhir atas ketiga dokumen
(yang telah dilengkapi dengan dokumen (P) sebagai kumpulan catatan menurut
subjektifitas para pengaduk-adukan dari unsur Fir’aunisme, Namrudisme dan
Asyiria) menjadi satu Kitab Suci Old Testamen (yang terdiri dari Kitab Kejadian
– Kitab Keluaran – Kitab Imamat Rang Lewi – Kitab Bilangan – dan Kitab Ulangan yang
dipopulerkan sebagai buah tangan Musa).
Bani Israel dan Yahudi yang pulang kembali ke Palestina di bawah pimpinan Ezra dan
Nehemia adalah golongan yang fanatik membabi buta dan ingin membangun suatu masyarakat Yahudi secara konsekwen
menurut wahyu yang turun di Bukit Zion. Dari golongan inilah kelak lahir
gerakan Zionis.
Sebaliknya, dari sebagian Bani Israel yang
sudah berhasil mengaduk dan mengadopsi alam pikir Yunani, mereka menganggap
bahwa Kitab Perjanjian Lama sudah kadaluarsa, dan tidak dapat melayani
masyarakat yang sudah berubah, maka Kitab Perjanjian Lama harus diterjemahkan
dan ditafsirkan sesuai dengan selera masyarakat yang sudah berubah.
Golongan ini, Yahudi dan Israel yang tidak
mau kembali pulang ke Palestina, dan memilih menyebar dan menyelinap ke dalam
berbagai bangsa, dan berusaha mewarnai kebudayaan serta pola pikir
bangsa-bangsa yang diselusupinya. Golongan ini disebut sebagai Yahudi Diaspora.
Diaspora adalah merupakan suatu bahan baku utama bagi kepastian hidup tersurat
orang-orang Yahudi.
Jika tidak karena Diaspora, orang-orang
Yahudi sudah menjadi punah seperti bangsa-bangsa lain yang hidup dan mati di
tapal batas negerinya sendiri, atau punah dengan mudah ketika dicangkokkan pada
budaya-budaya bangsa lain. Diaspora tidak saja menyelamatkan orang-orang Yahudi
dari kepunahan, dan bahkan menempatkannya di tengah-tengah sejarah. Dan karena
Diaspora orang-orang Yahudi tidak pernah mati dalam budaya dikala budaya dan
peradaban tuan rumah mati sekalipun (MAX I DIMONT dalam
bukunya The Indestructible Jews). Dari
perunutan sejarah tersebut di atas menjadi jelas bahwa fusi/pengumpulan
terakhir dari ke tiga dokumen di bawah Ezra dan Nehemia sepulang dari
Babylonia, menjadi Kitab Perjanjian Lama.
Abad ke 5 SM
Ini pula munculnya alam pikir Yunani, yang
berasal dari suku bangsa Arya yang menyerbu ke pulau-pulau di teluk Agea. Yaitu
munculnya teori Idealisme oleh Plato dan Naturalisme oleh Aneximandros sebagai
penyelewengan Taurat menurut Sunnah Musa dan Zabur menurut Sunnah Daud/Tabut
menurut Sunnah Thalut, sebagai penyelusupan idea Yahudi Diaspora. Dengan
demikian menjadi jelas bahwa Yahudi Diaspora adalah pencuri ilmu Allah yang
diaduk-aduk dengan alam pikiran Yunani.
Munculnya Yunani pada abad ke 5 SM yang
berasal dari suku bangsa Arya yang menyerbu ke pulau Agea pada jaman Nabi Musa
ketika menghapuskan sistim perbudakan dan Yahudi ikut terbebaskan dari Mesir
menuju Palestina, adalah pengaruh dari kebangkitan Taurat menurut Sunnah Musa,
dan Zabur menurut Sunnah Daud (Tabutnya Thalut) jadi alam pikir Yunani yang
berupa idealisme dan Naturalisme adalah penyelewengan Taurat menurut Sunnah
Musa dan Zabur menurut Sunnah Daud/Tabut menurut Sunnah Thalut oleh Yahudi.
Perkembangan kebudayaan Yunani seumumnya dan dalam bidang ilmu pengetahuan
khususnya adalah mulai timbul ketika hidup di perantauan pantai Asia bagian
Barat Palestina. Kemudian atas peristiwa penyerangan raja Darius yang mau
menggempur Yunani, dimana daerah Palestina dijadikan Travel Basic, maka semua
perantau Yunani melarikan diri pulang ke Yunani melalui pulau Cisilia/ujung
Italia, kemudian masuk lewat Romawi.
Yunani di dalam hidupnya mengikuti ajaran
Yahudi dari hasil pemutar balikan ajaran Zabur menurut sunnah Daud/Tabut menurut sunnah Thalut yang
diwariskan kepada Sulaiman, selanjutnya hasil pemutar-balikan itulah diajarkan
kepada manusia seluruh dunia (Qur’an 2 : 102). Dengan demikian dapat
disimpulkan Yunani sebagai siswa/murid, dan Yahudi menjadi guru besarnya.
Tahun 400 SM
Tegak Sunnah Zakaria, dalam bentuk
pemancangan tiang pertama dalam proses dakwah yang sudah demikian lama, kepada
generasi berikutnya yaitu Maryam.
Tahun 356-323 SM
Muncul Persia baru, sebagai blok Timur,
dengan raja Alexander the Great, dan blok Barat Imperium Romawi dengan dipimpin
oleh Jendral Pompay.
Tahun 67 SM
Sebagai akibat dari perilaku buruk Yahudi
yang gemar akan kekacauan, maka jika tidak ada yang dikacaukan, maka Yahudi
membuat kacau dirinya sendiri, hingga Bani Israel dan Yahudi terpecah lagi, dan
menjadi sasaran empuk untuk dijadikan jajahan Romawi. Hal demikian terjadi
dikarenakan ketika mereka terpecah, sebagian mereka
meminjam tangan Alexander the Great, dan sebagian yang lain meminjam tangan
Jendral Pompay dari Romawi.
Tahun 12 SM
Hancurnya blok Barat dan blok Timur, yaitu
perang terbuka antara Romawi yang mewakili Blok Barat dengan rajanya Jendral
Pompay, melawan Persia Baru sebagai representasi blok Timur dengan rajanya
Alexander the Great, menjelang tegaknya Sunnah Isa Ibnu Maryam.
Abad pertama Maryam
Dengan sisa-sisa Sunnah Zakariya yang sudah
bagaikan pohon kurma yang tidak berpucuk lagi, Isa Al Masih ingin
membebaskan bangsanya dari blok Barat & Blok Timur.
Turunnya Injil menurut Sunnah Isa Ibnu Maryam
yang mengujudkan satu model kehidupan indah yang sama sekali tidak sama dengan
Romawi atau Persia yang berbentuk Monarki atau Kerajaan.
Isa Al Masih juga berhasil mengangkat harkat
kemanusiaan dari sistem perbudakan dan menyembuhkan penyakit dari Iri dan
dengki masyarakat yang bagaikan penyakit sopak yang sangat sukar disembuhkan,
dan membuat orang-orang yang buta mata hatinya menjadi terbuka dan dapat
melihat serta membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Isa Al Masih juga
menghidupkan orang-orang yang mati jiwanya akibat stres dan tekanan hidup tiada
tara. Dari itu Isa Al Masih juga dikenal sangat dekat dengan masyarakat
tertindas/bawah.
Tahun 35-40 Masehi
Saul of Tarsus atau Santo Paulus (sebagai
salah seorang siswa Sekolah Scholastic [sekolah
filosofi] ) dibantu oleh seorang Yahudi bernama Philo mensintesa Old
Testament dengan karya-karya Plato (Idealisme) menjadi agama Nasrani atau
Kristiani. Oleh karenanya, Ajaran
Nasrani atau Kristiani adalah bentuk Transformasi Injil Asli dengan unsur –
unsur Filsafat Yunani atas pola pikir Yahudi yang berjubah Yesus Kristus.
Tahun 50 Masehi
Helenisme, yaitu alam pikir Yunani yang
berjubah Kristenisme menjadi agama Kristen mulai dipeluk oleh orang-orang Pagan, kemudian membentuk departemen
Kristenisme sehingga agama Kristen memiliki kapasitas untuk menjadikannya sebagai agama dunia. Tahun 58
Masehi.
Sisa blok Timur antara lain Jendral Ptolomus
di Mesir dan Palestina dan Jendral Sulucus di sekitar Eufrat dan Tigris.
Sementara Jendral Antigonus di Yunani. Dan pada tahun itu pula hancurnya
Imperium Romawi di bawah Raja Nero.
Awal abad pertama Rabbi Jochananben Zakkai
mengaduk-aduk Injil menurut Sunnah Isa dengan puntung-puntung ajaran Majusi dan
Romawi menjadi Old Testament atas nama Musa dan Daud, serta New Testament atas
nama Isa anak Allah (yang diolah perguruan Tinggi Jeshiva di Jabneh, sebelah
utara Jerusalem).
Sebagai bungkus agama Yahudi, dalam bentuk
agama Kristen seperti yang kita kenal sekarang untuk dieksport ke Eropa dan kepenjuru dunia.
Dan sejarah mencatat bahwa bangsa Belanda dan
bangsa Portugis yang datang ke Indonesia pada abad ke 16 Masehi adalah
merupakan bangsa yang melakukan penjajahan dan penjarahan serta merusak harkat
dan martabat kemanusiaan bangsa Indonesia, sekaligus menjadi guru dan gurunya
bangsa Indonesia dalam mengerti agama Kristiani yang demikian carut-marut/tidak
menentu ini di Indonesia.
Tahun 64 Masehi
Saul of Tarsus atau Santo Paulus pendiri
agama Nasrani dengan merek Yesus Kristus, sebagai pembawa misi Romawi Timur
untuk melawan Zionisme.
Tahun 68 Masehi
Jerusalem dikepung dan dihancurkan oleh
Vespasianus atau Raja Titus.
Tahun 70 Masehi
Yahudi bergentayangan di Jazirah Arab
selanjutnya membantu Arab dalam menghadang masuknya Kristen. Walaupun agama
Kristen tidak diperbolehkan masuk, namun paham Yahudi tetap terus merayap dan
menyusup ke Arab, sehingga paham Monoteisme menjadi indikator ajaran Yahudi
bagi kehidupan dan pendidikan di Arab. Sehingga pada abad ke IV Masehi,
sepenjuru bagian Utara dan Timur Laut Arab, sudah berorientasi Helenisme, yaitu
Old Testament versi Yunani, dengan dibabtisnya adik raja Imruul-Qish.
Tahun 324 Masehi
Agama Kristen menjadi satu lembaga dalam
Kerajaan Romawi yang sedang terhuyung-huyung.
Tahun 500 Masehi
Raja Heraklio menjadikan Mesir sebagai Propinsi Romawi untuk
mengkristenkan Arab secara keseluruhan untuk menjadi antek Romawi.
Tahun 525 Masehi
Raja Najasi memberangkatkan Divisi Ariadh dan
Abarahah, untuk mengkristenkan Arab, namun dalam perjalanannya Ariadh dibunuh
oleh Abarahah, karena diketahui bermain mata dengan agen Zionisme yang bernama
Dzun Nuwaas selanjutnya Abrahah berhasil meng-Kristenkan sepenjuru pantai Arab dan Yaman menjadi antek Romawi yang berorientasi
Helenisme.
Masih pada awal abad ke V Masehi, Pembangunan
sekolah Perguruan Tinggi Talmudisme di Alexandreta sebagai kelanjutan dari
Perguruan Tinggi Jeshifa di Jabneh sudah selesai.
Abad ke VI Masehi
Adalah tahap Misionaris ke dalam
Sultanah-sultanah, sehingga golongan intelektual Arab sudah siap menjadi kolone
5 (divisi 5) untuk menghancurkan iman = P & S menjadi iman = percaya
(sebelum Al Qur’an turun).
Perang terbatas antara Romawi dengan Persia
Baru, sebagai representasi Blok Barat dan Timur (peristiwa Ashkabul fiil).
Tahun 610 – 632 Masehi (tegak Sunnah
Muhammad)
Dengan Al Qur’an dan Sunnah terwujud model
kehidupan indah yang sama sekali tidak sama dengan model Romawi yang menganut
paham Naruralisme Makro Atomisme atau Liberalisme Demokrasi, juga tidak sama
dengan model Persia Baru yang menganut paham Naturalisme Mikro Atomisme atau Sosialisme Komunis, juga tidak model Kerajaan atau
Monarki. Dengan demikian, Muhammad dengan konsep dari Allah yaitu Al Qur’an
membangun sebuah pemerintahan yang sangat murni tidak mengadopsi konsep dan
pemikiran dari Barat/Romawi, maupun konsep pemikiran dari Timur/Persia Baru
(laa syarqiyyah walaa gharbiyyah).
Pemerintahan Muhammad yang dicatat oleh
sejarah sebagai pemerintahan yang paling bisa memenuhi harapan kemanusiaan, yaitu dapat memenuhi rasa keadilan
dan kemakmuran yang dapat dirasakan oleh seluruh lapisan warga negaranya.
Keadilan hidup berpolitik, ekonomi, hukum, keamanan, dan keadilan kesejahteraan
dan lain-lain, yang dapat dari para pemimpinnya sampai lapisan masyarakat yang
paling bawah.
Apa yang dimakan oleh para pemimpinnya, itu
pula yang dinikmati oleh rakyatnya. Apa yang diderita oleh para pemimpinnya,
itu pula yang menjadi perjuangan rakyatnya. Sehingga Madinatul Munawarah
adalah benar-benar merupakan sebuah demonstrasi kehidupan indah tiada
bandingannya.
Pemerintahan Madinah adalah benar-benar
merupakan gambar pemerintahan Madani yang ditandai oleh kesatuan semangat hidup
suatu bangsa untuk hidup patuh kepada Tuhan-nya. Dengan melalui kepatuhan
terhadap Alkitab sebagai konsep pemersatu, maka terwujudlah satu model hidup orang-orang
beriman yang saling menghargai,tidak ada klas di antara sesama manusia, tiada
perbedaan derajad dan pangkat.
Kelompok manusia yang sebelumnya menjadi
komunitas kelas atas seperti halnya oleh Abubakar, Umar, Usman, Ali, Khadijah, Aisyah, Fathimah dan yang
lainnya diturunkan derajadnya, sedangkan komunitas masyarakat yang paling bawah
derajadnya sama dengan budak belian Bilal bin Rabbah diangkat derajadnya
menjadi setara dengan para Petinggi Negara. Sehingga gambaran Kemanusiaan yang
adil dan beradab benar-benar menjadi kenyataan hidup orang-orang beriman yang
tidak dipaksakan. Tidak ada sebutan “Yang Dipertuan Agung”, tidak terdapat
panggilan kehormatan “Yang Mulia di sana, akan tetapi semua mendapat predikat
“sahabat” atau kawan.
Puluhan suku yang bergabung di dalam kelompok
Anshar, dan beberapa suku yang bergabung dalam kelompok Muhajirin, menjadi satu
komunitas Mu’min. Kelompok Anshar, dan kelompok Muhajirin bersama-sama kelompok
dari masyarakat lainnya yang berbeda suku dan agama, seperti halnya komunitas
Yahudi dan Nasrani serta Majusi, menjadi satu kesatuan masyarakat Madinah yang
saling hormat menghormati, saling mendukung, menjadi sebuah simbiosis mutualis
persatuan Madinah sebuah kenyataan persatuan dari berbagai suku dan agama yang
tak pernah terbayangkan ratusan tahun sebelumnya.
Di dalam catatan para ahli sejarah dunia juga
digambarkan, di mana saat itu pula terbentuk sebuah pemerintahan dengan sistem
perwakilan (Khalifah=wakil) atau Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmah Al Qur’an
sebagai standar kebijakan dan permusyawaratan. Yang dituang ke dalam
undang-undang dasar menjadi apa yang disebut Piagam Madinah saat itu. Dengan
adanya sebuah standard book/Alkitab, maka sebuah pemerintahan dapat dikontrol
oleh rakyatnya melalui standard book yang sudah disepakati bersama.
Dengan demikian maka sejarah mencatat bahwa
hanya pada periode Muhammad lah sepanjang adanya peradaban manusia dalam kurun
waktu sepeninggal Isa Almasih hingga hari ini, baru bisa tercipta yang namanya
Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Madinah sebagai satu negara. Sampai
disinilah yang dimaksud oleh Allah sebuah contoh/sample/pola/model/ukuran atau
standar kehidupan indah atau kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang baik
itu (lihat Qur’an 33 : 12).
Tahun 615 – 624 Masehi
Terjadi perang terbuka antara Romawi dan
Persia Baru sebagai representasi dari Blok Barat dan Blok Timur, sehingga
hancur dengan sendirinya.
Tahun 632 – 660 Masehi
Masih dalam kelanjutan peradaban indah yang
dipraktek Muhammad, dan dilanjutkan oleh empat sahabat yaitu Abubakar Assidiq,
Umar bin Khotob, Usman bin Affan serta Ali bin Abi thalib.
Tahun 661 – 750 Masehi
Kebangkitan kembali sistem Feodalisme, atau
Aristokrasi Arabisme, yang dibangun oleh Dinasti Mu’awiyah bin Abu Sofyan yang
dibantu orang-orang Arab Yahudi Helenisme, antara lain Mansur bin Sarjun, Yosis
bin Uthal, John of Damaskus/Johanna, dan istri Mu’awiyah sendiri yang memang
Kristen. Sebagai indikasi bahwa Mu’awiyah melakukan praktek sistem Monarki atau
Kerajaan adalah sistem suksesi. Dimana pengganti raja haruslah putra mahkota
atau kekuasaan kerajaan yang bersifat turun-temurun. Dalam kekuasaan Mu’awiyah
kelak dilanjutkan oleh Putra Mahkota-nya yang bernama Yazid bin Mu’awiyah
hingga dijatuhkan oleh Abbasiyah di tahun 750 Masehi. Dan pada masa
pemerintahan Yazid berkuasa inilah melakukan Ginoside, perburuan dan pembunuhan
massal terhadap sisa-sisa Mu’min dan anak cucu Muhammad yang wanita maupun
balita.
Pada masa ketika Mu’awiyah masih menjabat
sebagai Gubernur di Siria/Damaskus, mereka trio Mu’awiyah bin Abu Sopyan, Amr
bin Ash, dan Marwan bin Hakam, adalah mahasiswa berpotensi dalam pendidikan
Yahudi di Damaskus. Ibarat melakukan kuliah kerja nyata di bawah bimbingan
mahaguru Yahudi, mereka mendapat nilai the best Cumlaude dalam bidang ilmu
pemutar balikan ajaran Allah, yaitu suatu ajaran yang membimbing manusia dari
hidup biadab menjadi beradab.
Akan tetapi setelah diputar balikan oleh
Yahudi menjadi ajaran Arabisme atau Sarasenisme yang menggiring manusia ke alam
khayal nan utopia sehingga menjadi manusia paranoid akan tetapi tetap over
confident akan jaminan mendapat surga kendati di dunia merana dan tetap menjadi
santapan empuk Yahudi dari generasi ke generasi berikutnya.
Dengan demikian menjadi jelaslah sudah pada
masa Mu’awiyah berkuasa inilah masa pengeraman telor-telor Yahudi dan menetas
menjadi Feodalisme, Islamisme, yang menyebar ke sepenjuru dunia dan melabrak
secara bergelombang ke Indonesia menjadi pengertian yang carut-marut tentang
agama Islam di Indonesia kini.
Dengan membawa pengertian = kepercayaan dan
Islam = agama. Ikhsan = abstraksi,
serta sa’ah = rahasia yang dinanti-nanti, sebagai modal untuk memikat umat di
sepenjuru permukaan bumi, untuk kemudian dimasukkan ke dalam kerangkeng dunia
khayal tanpa bisa berbuat suatu apapun. Inilah tombak berbalut sutra atau
musang berbulu ayam yang sangat membius manusia hingga takkan pernah sadarkan
diri walau sudah sampai diujung tepi jurang kehancuran sekalipun.
Dengan demikian jika dalam sejarah masuknya
Islam ke Indonesia disebutkan pada abad ke VII, dan mengujud menjadi
kerajaan-kerajaan Islam, dan pengertian “iman = percaya”, islam = agama, di
Indonesia, maka bisa dipastikan Islam model inilah yang masuk ke
Indonesia, bukan model Muhammad.
Tahun 750 – 1258 Masehi
Masa kejayaan Dinasti Abbasiyah setelah
berhasil menghancurkan Dinasti Mu’awiyah, yang berpusat di Bagdad, menjadi
tempat tumbuh dan tempat berkembangnya pohon pengetahuan Yahudi Sarasenisme,
dan atau Islamisme.
Pada masa Abbasiyah ini “iman = percaya”
sudah melanda ke sepenjuru dunia bagaikan badai di padang pasir, yang nyaris
membuat Eropa kiamat, dan Yahudi di Eropa berhasil melahirkan
pemikiran-pemikiran perusak nan agung untuk memimpin manusia di permukaan bumi
menuju jurang kehancuran. Dan jika benar para ahli sejarah di Indonesia
mencatat bahwa masuknya Islam ke Indonesia pada gelombang kedua adalah pada
abad ke 9 Masehi bisa dipastikan Islam model inilah yang menjadi guru dan
gurunya bangsa Indonesia dalam mengerti agama Islam. Sebagai model yang kedua setelah
model yang pertama di abad ke 7 Masehi oleh Dinasti Mu’awiyah bin Abu Sofyan.
Yang kemudian disekitar abad ke 14 Masehi
barulah disusul Dinasti Osmani dari Kerajaan Turki mengirim ekspedisi
perdagangan yang terdiri dari 12 orang dari berbagai negara, berbagai paham dan
aliran, untuk datang ke Indonesia, yang kemudian populer dengan sebutan
Walisongo sebagai guru dan gurunya bangsa Indonesia dalam mengerti tentang
agama Islam sebagai gelombang ketiga.
Abad ke 8 – 9 Masehi
Pemindahan ilmu pengetahuan Yahudi Yunani
tentang Demokrasi dan Humanisme Yahudi ke Eropa. Sarjana-sarjana Yahudi menjadi tamu kehormatan
kepala-kepala di Eropa, serta diangkat menjadi Mahaguru di Universitas Naples
dan berbagai literatur Yahudi diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, dan diperkenalkannya hitungan Arab dan konsep zero ke dalam
Matematika.
Orang-orang Yahudi menjadi ahli-ahli
yang paling terkemuka dalam berbagai bidang Ilmu pengetahuan sehingga tidak
kurang dari 12% hadiah Nobel (dalam bidang kimia, fisika, kedokteran, dll)
jatuh ketangan Yahudi.
Yahudi
berhasil mendudukkan
masing-masing agama; Yahudi di Sinagog, Islam di Masjid, Kristen di Gereja, dan
Hindu Budha di Kuil, sebagai kerangkeng agama agar tidak mengambil urusan
negara, maka dibuatlah semua semua isi ajaran agama apapun menjadi satu
fakultas, yaitu fakultas ilmu keakheratan, dan bukan keduniawian.
Karl Marx adalah Yahudi yang dipuja oleh
lebih satu milyar orang, dan dengan bukunya Das Kapital menjadi kitab sucinya
orang-orang komunis se-dunia. Sedangkan Albert
Einstein adalah Yahudi yang ahli matematika, dan memelopori jaman atom serta
membuka jalan naik ke bulan dengan teori fisikanya dlsb.
Perang dunia I sebagai salah satu pentas
dunia hasil rancangan Yahudi yang berhasil
membagi peta dunia menjadi blok Helenisme menjadi negara-negara imperialisme
dan blok Darasinisme menjadi negara-negara koloninya.
Perang Dunia II, adalah pentas lain yang secara
kongkrit hasilnya adalah diproklamasikannya negara Israel sebagai pusat
kekuatan Yahudi di dunia pada tahun 1948. Sisi yang lain membagi Dunia menjadi calon Blok
Barat dan calon Blok Timur yang pada tingkat sekarang ini sudah semakin
memperlihatkan hasilnya bagi tegaknya Blok Barat dan Blok Timur sebagai dua
tanduk yahudi yang akan didayagunakan untuk melacak dan sekaligus menghancurkan
bibit-bibit tegaknya Al-Qur’an menurut sunnah Rasul Muhammad kurun kedua kelak.
Akhirnya perlu ditegaskan bahwa,
sepertihalnya kegagalan Yahudi pada abad ke-7 terhadap tegaknya Al-Qur’an
menurut sunnah Rasul kurun pertama, maka pada abad ke-21 kelak akan berulang
menjadi kegagalan yang sama terhadap tegaknya Al-Qur’an menurut sunnah Rasul
kurun kedua. Sepertihalnya pertarungan saling menghancurkan antara Blok Timur dan Blok
Barat pada abad ke-7 maka akan berulang pula pertarungan yang saling
menghancurkan antara Blok Barat abad ke-20 lawan Blok Timur abad ke-20 sebagai
klimaks dari permainan Yahudi dengan Individualisme dan Kolektivisme yang tidak
lagi dapat dipercaya oleh umat manusia dapat mengantar dunia kedalam satu
perdamaian yang dijanjikan demikian:
(Q.S al-Anbiyaa : 96 – 97)
#_¨Lym #sÎ) ôMysÏGèù ßlqã_ù't ßlqã_ù'tBur Nèdur `ÏiB Èe@à2 5>ytn cqè=Å¡Yt ÇÒÏÈ
“Sehingga apabila Ya-juj dan Ma-juj
sudah dikalahkan maka mereka, dari setiap satuan, akan rontok bagaikan bulu
gugur dari kulitnya”.
z>utIø%$#ur ßôãuqø9$# ,ysø9$# #sÎ*sù Ïf îp|ÁÏ»x© ã»|Áö/r& tûïÏ%©!$# (#rãxÿx. $uZn=÷uq»t ôs% $¨Zà2 Îû 7's#øÿxî ô`ÏiB #x»yd ö@t/ $¨Zà2 úüÏJÎ=»sß ÇÒÐÈ
“Dan janji akan kepastian hidup yang obyektif Ilmiah dengan
Al-Qur’an menurut sunnah Rasul (kurun kedua) telah dekat. Maka tiba-tiba yang
demikian itu menjadi membelalakkan penglihatan mereka yang berlaku negatif
terhadap Al-Qur’an menurut sunnah Rasul (sehingga mereka melemparkan
pengakuannya) : “Aduhai celaka kita! Sungguh kita adalah dalam kelengahan dari
yang demikian ini. Bahkan kita adalah yang berlaku Dzulumat menurut sunnah
Syayathin”.
Demikianlah kita petik berbagai
pembuktian sejarah sebagai total laku perbuatan manusia yang terus menerus dan
sambung-menyambung diatas prinsip yang sama oleh muka yang berlain-lainan dan
dalam waktu yang berbeda-beda dipermukaan bumi ini.
Pembuktian sejarah mengantar kita kearah
satu pengertian bahwa peradaban abad ke-20 adalah peradaban Iblis yang didutai
oleh Yahudi dan sebentar lagi akan musnah dalam rangka membuka ruang abad ke-21
sebagai abad Al-Qur’an menurut sunnah Rasul kurun kedua. Akibat permainan
Yahudi yang memendam dengki terhadap ajaran Allah menurut sunnah Rasul dan
terus-menerus berupaya untuk mematikan Nur menurut sunnah Rasul, mengakibatkan
massal manusia terjerumus kedalam tingkat kesadaran berfikir yang sangat rendah
sehingga tidak lagi menyadari nilai-nilai Al-Qur’an menurut sunnah Rasul yang
demikian agung sebagai Hudan Lil Muttaqin.
Oleh karena itu Pengantar Study
Al-Qur’an menurut sunnah Rasul adalah salah satu upaya untuk menyadarkan umat
manusia seumumnya dan bangsa Indonesia pada khususnya dalam rangka menghadapi
perang peradaban yang akan menghancurkan peradaban ciptaan Yahudi guna
menyediakan ruang bagi tegaknya Nur menurut sunnah Rasul kurun kedua. Terlebih
bagi setiap pribadi, dalam hubungan bahwa usia manusia ini terlalu singkat
(”ibarat seorang perantau yang berteduh dibawah sebuah pohon dalam perjalananya
…”- hadits) maka Pengantar Study al-Qur’an menurut sunnah Rasul merupakan satu
kajian dalam rangka Quuanfusakum Wa Ahlikum Naara kearah mencapai Husnul
Khatimah sebagai kelanjutan dari Hasanah di dunia yang kelak akan dibangkit
menjadi Hasanah di akhirat.
Akhirnya, sebagai satu kajian Ilmiah, silahkan masing-masing
pribadi kita melakukan satu
penelaahan Ilmiah terhadap materi yang tersaji ini guna memperoleh satu
kesimpulan. Berdasar mana akan ditentukan apakah pengkajian akan dilanjutkan
dengan Bab selanjutnya yaitu Bab II. Pokok-Pokok Mencapai Iman, ataukah akan
disudahi sampai dengan Bab I ini saja ?.
# Mudah – mudahan Bersambung,,
“Dan semoga,, ISLAM sebagai satu – satunya tata kehidupan selalu menjadi
isi jiwamu, yakni ajaran yang saling memakmurkan menurut aturan-NYA dan saling
mensejahterakan menurut aturan-NYA.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar