Social Icons

a

Minggu, 03 Februari 2013

Latar Belakang Kecarut-Marutan Permasalahan Bangsa Indonesia (Lengkap)



بسماللهالرحيم الرحمن  
ASSALAMU'ALAIKUM WA RAHMATULLAHI WA BARAKATUHU

Mudah-mudahan,, kita yang telah mengenal rangkaian keterangan ini mempunyai motivasi dan tujuan yang sama, yaitu sama-sama ingin mempelajari, memahami dan menguasai Al-Qur’an, sehingga apa yang telah kita pelajari, pahami dan kuasai dapat kita wujudkan ke dalam seluruh gerak kehidupan yang didasari oleh Al-Qur’an menurut Sunnah Rasul.


DIA takkan merevolusi nasib suatu Bangsa
Kecuali Bangsa itu sendiri yang berkemauan keras untuk merevolusi dirinya.....

Sekiranya...

Sekiranya kita tidak lupa rumus aksioma bahwa “Input akan menentukan output” atau niat akan menentukan perbuatan, atau sama dengan ilmu yang telah menjadi pola pikir akan menentukan pandangan dan sikap hidup seseorang, atau di dalam Al Kitaab disebut “al ‘ilmu imaamul ‘amal” yang artinya ilmu/isi hati dan isi hati kepala seseorang akan menentukan tingkah laku seseorang, maka kita tidak akan pernah kesulitan untuk menentukan apa penyebab dari perilaku baik maupun buruk seseorang.

Dengan demikian sekiranya kita ingin mengetahui mengapa seseorang berperilaku baik ataupun buruk, berperilaku jahat atau baik, berperilaku arogan atau santun, atau seseorang yang berperilaku ingin selalu hidup mewah daripada sederhana (setelah kaya), berperilaku lebih suka nyolong daripada nyokong, lebih suka korupsi daripada memberikan kontribusi, ini semua jika kita ingat bahwa input menentukan output maka menjadi jelas apa yang menjadi penyebabnya.

Begitu pula dengan sikap dan perilaku para pemimpin kita yang senantiasa cenderung bersikap buruk, arogan, individualis, borjuistis, memperkaya diri dengan segala cara dan semau gue, korupsi, kolusi, nepotisme dalam rangka kong kalikong untuk taktik dan strategi nyolong. Arogansi dan kebijakan-kebijakan yang sedemikian menjengkelkan, carut-marut, lebih mementingkan golongan atau partainya daripada bangsanya, lebih suka membela keyakinan idiologi komunitasnya daripada membela tanah air, bangsa dan negaranya. Ini semua tentu dan jelas disebabkan oleh ilmu yang carut marut tersebut, yang berada di dalam dirinya yang menjadi penyebabnya.

Berbincang tentang ilmu yang dimiliki oleh bangsa Indonesia memang merupakan kajian yang langka dan nyaris tidak atau belum menjadi keniscayaan. Padahal jika rumusan di atas masih berlaku mengapa tidak kita lakukan ? Bukankah dengan demikian berarti ilmu pula yang menjadi sumber utama dan akar dari segala permasalahan di negeri kita ? Kemudian dari mana pula datangnya informasi atau ajaran yang kita dapatkan ? Siapa pula yang menjadi guru dan mengajarkan ? Jika anda setuju, marilah kita bersama-sama mencoba untuk melacaknya kembali.

Di Indonesia ini ada dua cabang ilmu yang paling menonjol dan mempengaruhi otak, hati, dan perbuatan manusia Indonesia yakni ilmu umum dan ilmu agama, mari kita buktikan apakah karakterkarakter kedua ilmu itu tersebut mampu memasuki ranah kehidupan asasi manusia yaitu ilmu yang mampu mengatur manusia (management) dan ilmu yang mampu mengatur tata cara bagaimana mencukupi kebutuhan hidup manusia (teknology).

Jika kita bertanya darimana asalnya ilmu yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, tentu kita tahu dari bangku sekolah pendidikan formal atau non formal yang ada di Indonesia. Pertanyaan berikutnya adalah apakah mungkin nilai ilmu yang ada dalam sistem pendidikan formal atau non formal kita adalah buruk ? dan apakah bernilai jahat, sehingga para pemeluknya senantiasa berkelakuan cenderung merugikan orang lain ? Apakah bernilai individualis borjuistis sehingga kita cenderung mementingkan diri sendiri dan hidup mewah ?

Jangan-jangan memang nilai filosofis ilmu yang beredar di negeri ini adalah liberalis kapitalis dan dilegalisir oleh Demokrasi ! Sehingga bangsa ini cenderung berlaku curang (KKN), dengan sangat rakus mengeruk kekayaan bangsa dan negara untuk diri sendiri beserta tujuh lapis keturunannya sebanyak mungkin dengan cara sebebas-bebasnya tanpa peduli akan azas Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, serta azas atau sila-sila lainnya yang terkandung di dalam Pancasila.

Oleh karena realitas membuktikan bahwa bangsa ini cenderung berkelakuan buruk dan jahat, maka tidak terlalu mengada-ada jika input menentukan output yaitu ilmu menentukan amal perbuatan, kita boleh dan harus mempertanyakan serta mencurigai nilai ilmu yang diserap oleh bangsa Indonesia ini. Dengan demikian maka kita harus memberanikan diri untuk mempertanyakan pula darimana asalnya ilmu yang beredar di Indonesia, dan siapa pula yang mengajarkannya. Ini semua terpaksa harus kita lakukan demi mencari jati diri bangsa Indonesia dan dalam rangka menemukan sumber permasalahan, yang menjadikan bangsa Indonesia semakin hari semakin mendekati jurang kehancuran di segala bidang yang sangat mengerikan saat ini.

Marilah kita mulai dengan melacak kapan dan darimana asal sistem pendidikan umum yang kita kenal dengan strata dan status “Sekolah Dasar (SD)-Sekolah Menengah Pertama (SMP)-Sekolah Menengah Atas (SMA)-dan Sekolah Perguruan Tinggi (SPT) Negeri maupun Swasta di negeri ini. Ternyata sejarah mencatat bahwa di jaman sebelum datangnya bangsa-bangsa Eropa yakni bangsa Portugis dan bangsa Belanda, yang diperkirakan sekitar abad XVI Masehi, negeri ini belum mengenal dan belum mempunyai sistem pendidikan sebagaimana yang kita kenal seperti sekarang ini. Yang ada baru model pendidikan baru suatu model pendidikan ala pesantren dan yang semodel biara.

Dengan demikian maka jelaslah sudah, bahwa guru dan gurunya guru-guru kita yang mewarnai pola pikir bangsa Indonesia adalah mereka bangsa Eropa, yaitu bangsa Portugis dan bangsa Belanda.

Permasalahan dan pertanyaan berikut adalah; Mengapa mereka bangsa Eropa yang letak negaranya sangat jauh dari Indonesia bisa sampai di Indonesia ? mengapa pula mereka mendidik dan mengajarkan suatu ilmu kepada bangsa Indonesia ?

Suatu bangsa yang berperilaku baik ataukah mereka adalah suatu bangsa yang buruk perilakunya? Sebab bukankah perilaku adalah cerminan dari warna dan nilai suatu ilmu ?

Celakanya, ternyata sejarah mencatatnya bahwa bangsa Eropa adalah penganut filosofi faham yang disebut “naturalisme makro atomisme”, yaitu suatu faham yang menghamba kepada alam, khususnya makro atom, atau atom/benda-benda yang besar-besar, yang beredar di jagad raya, seperti planet Bumi, Bulan, Matahari, dan Mars, serta planet-planet besar lainnya.

Filosofi epistemologis tersebut adalah berasal dari hasil olah fikir seorang filsuf dan pujangga purba dari Yunani bernama Aneximandros yang mengulang teori lama, yang hidup dan meninggal sekitar abad ketiga sebelum masehi. Ringkasnya, Aneximandros dengan mengamati benda-benda besar (makro atom) yang bertebaran di angkasa ciptaan dan kreasi Tuhan tersebut, kemudian menyimpulkan bahwa “hakikat kehidupan secara sendiri-sendiri, individu-individu seperti halnya bulan, bumi, matahari, dan planet-planet lain yang beredar pada garis edarnya masing-masing itu ternyata aman tidak pernah terjadi benturan antara satu dengan yang lain” disebut Individualis.

Individualisme
Dari hasil pengamatannya Aneximandros membuat suatu teori hidup bermasyarakat. Bahwa jika manusia ingin hidup bermasyarakat dengan aman, maka hendaknya mencontoh pola hidup benda-benda besar di angkasa di angkasa tersebut, yaitu hidup secara individu, sendiri-sendiri atau masing-masing. Teori hidup secara individu-individu inilah kelak menjadi teori yang disebut Individualisme. Teori Individualisme inilah yang kelak yang akan diusung ke Eropa dan menjadi pola pikir serta model hidup bermasyarakat bangsa Eropa.

Namun rupanya Aneximandros agak kurang cermat dalam mengamati dan tidak mampu membedakan antara mahluk organis yang berupa benda-benda itu dengan mahluk biologis atau mahluk sosial budaya yang namanya Manusia. Akibatnya ketika teori hidup individualis ini diterapkan, apa yang terjadi ? Yang terjadi adalah sebuah persaingan bebas antara individu atau persaingan bebas antar pribadi, sebagai akibat logisnya disebut liberalisme.

Liberalisme
Adalah merupakan akibat lanjutan dari teori Individualisme, maka sejak saat inilah lahir apa yang disebut persaingan bebas antar individu, dimana kelak disebut sebagai teori Liberalisme. Sebagai dampak yang lebih parah dari teori Individualisme Liberal ini adalah dimana di dalam pertarungan bebas tersebut pasti akan berakhir dengan kemenangan dari sebagian manusia dan kekalahan di pihak lain. Atau dengan kata lain dari pihak yang kalah akan dikuasai yang menang dan bagi yang kalah boleh diperlakukan sebagai budak manusia yang diperjualbelikan untuk kemudian dijadikan sebagai alat produksi/bantu untuk meraih kekayaan dan kekuasaan lebih jauh. Dengan demikian maka berlakulah perbudakan manusia oleh manusia, atau penindasan manusia terhadap manusia oleh segelintir manusia yang berkuasa.

Hukum rimba ini berlaku bagi manusia budak atau manusia lemah, tidak saja bisa dieksploitasi sebagai alat produksi dan sebagai barang dagangan yang bisa diperjualbelikan saja, tetapi bagi budak yang berjenis kelamin wanita atau gadis boleh dan dengan leluasa dijadikan alat pemuas birahi sang majikan kapanpun sang majikan mau. Sehingga anak-anak yang lahir dari wanita-wanita malang ini disebut ”anak bajang”, yang tidak mendapatkan status kemanusiaan, karena lahir dari seorang ibu seorang budak yang statusnya sama dengan binatang ternak seperti onta, keledai, kuda dan lain-lainnya.

Dalam sejarah kelak, orang-orang bajang inilah yang melakukan protes berupa demonstrasi besar-besaran (dari sinilah cikal bakal dari teori demokrasi, yang berarti demokrasi adalah teori anak haram yang lahir dari hasil pemerkosaan atas sang babu oleh majikan, maka kelak terbukti bahwa demokrasi adalah anak yang nakal dan sangat licik) terhadap kaum kaya/borjuis berkuasa yang notabene adalah gerombolan setan yang tidak lain adalah komunitas dari ayah tidak sah mereka sendiri.

Kapitalisme
Adalah merupakan akibat lanjutan dari teori Liberalisme, yaitu paham dan sebutan untuk orang-orang sukses dalam menumpuk kekayaan sebanyak-banyaknya dengan cara mengeksploitasi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang kalah/lemah untuk kepentingan pribadi, keluarga dan atau kelompoknya saja (kelompok inilah yang kelak menjadi lawan dari orang-orang yang berpaham komunisme). Kelanjutan dari teori hidup Individualis yang berkembang menjadi monster Kapitalis yang mengerikan bagi manusia yang lain ini, kemudian berkoalisi menjadi kumpulan manusia monster dan kemudian mengangkat satu di antara mereka yang paling kuat dan kaya menjadi raja monster yang paling ditakuti manusia lainnya. Seorang Raja Diraja inilah yang mempunyai kekuasaan yang tidak terbatas di dalam negeri itu disebut The King dan wajib ditaati sebagaimana taat kepada Tuhan, karena The King adalah penjelmaan Tuhan, karenanya The King disebut juga “The Lord”/ Tuhan (lihat Raja Fir’aun).

Feodalisme
Adalah akibat lanjutan dari teori Kapitalisme, yaitu paham pemilikkan tanah secara individual atau kolektif yang tanpa kerja berhak atas sebagian hasil garapan petani, dinamakan sewa tanah, dan dalam arti politik ialah hak kekuasaan/ memerintah turun temurun, disebut dynasti, dan sebagainya ATAU paham yang menganggap kekuasaan absolut berada di tangan Raja Diraja yang berkoalisi dengan kroni-kroni Kapitalisnya dan yang menjadi pejabat dan punggawanya tersebut berkembang dan berlaku sampai abad XVI Masehi di Eropa termasuk Belanda dan masih tersisa sampai hari ini di beberapa negara lainnya.

Kekuasaan absolut terhadap seluruh isi negara yang meliputi seluruh isi negara yang meliputi seluruh kekayaan alamnya, bumi dengan segala kandungannya, maupun segala yang bergerak di atasnya adalah milik raja. Dengan demikian, harta milik rakyat pun jika diinginkan oleh sang raja, tak dapat seorang pun menolaknya. Sampai-sampai jika seseorang mempunyai seorang anak gadis yang berparas cantik jika diminta sang Raja atau Punggawanya (yang notabene adalah para kroni yang menanam dalam sistem Feodal) harus rela untuk dijadikan selir yang kesekian puluh (istri simpanan pemuas birahi).

Seluas apapun dan sebanyak apapun kekayaan sang Raja, tak akan pernah terpuaskan nafsu serakah dan nafsu birahi seorang Feodal. Oleh karena nafsu serakah bak kumpulan binatang buas yang mempunyai armada perang ini telah menguasai seluruh daerahnya, maka mulailah melirik negara lainnya, negara tetangganya, sampai negara yang jauhpun jika memungkinkan juga akan dijarah dan direbutnya. Nah … ! dalam rangka inilah Belanda datang ke Indonesia !


Imperialisme
Adalah merupakan akibat lanjutan dari teori Feodalisme, yaitu paham atau teori tentang cara bagaimana menguasai sumber daya alam dan sumber daya manusia dari suatu negara yang dijadikan daerah jarahan atau daerah yang akan dijadikan imperium yang akan dikuasainya. Mula-mula dimulai dari bagaimana menguasai sumber daya alam terutama komoditas berharga atau mempunyai nilai jual di pasar lokal maupun yang mempunyai nilai mahal di pasar internasional, seperti hasil tambang apakah itu batubara, timah, nikel, tembaga, apalagi emas. Komoditas lain yang tidak kalah laku di pasar internasional. Seperti hasil tambang, apakah itu batubara, timah, nikel, tembaga apalagi emas. Komoditas lain yang tidak kalah laku di pasar internasional adalah hasil hutan berupa kayu jati, kayu mahoni, kayu ulin, kayu cendana, gaharu, rotan, damar dan lain-lain komoditas. Belum lagi hasil kebun yang sangat menarik, karena hasil kebun ini selain mahal di pasar dunia, kebun juga menjadi sarana rekreasi keluarga (keluarga para imperialis kapitalis).

Kebun teh misalnya, atau kebun coklat, kopi, serta lada ini semua menjadi sarana rekreasi buat keluarga Belanda di Indonesia. Di kebun the misalnya, di kebun ini dikala senja atau pagi hari terjadi pemandangan yang sangat menarik. Betapa tidak dari hamparan bebukitan hijau teh yang luasnya ribuan hektar itu dihiasi dengan barisan tebaran topi-topi bundar dari ibu-ibu dan anak-anak pribumi yang bekerja memetik daun teh. Sementara Belanda menonton dengan riangnya bersenda gurau di atas bendi atau kereta berkuda duanya, bersama anak-anak dan cucunya yang lucu-lucu dengan sesekali menggoda ibu-ibu yang mandi keringat itu.

Kolonialisme
Adalah merupakan akibat lanjutan dari teori Imperialisme yaitu paham atau teori bagaimana membuat koloni-koloni dari sesama bangsanya di tanah bersama orangnya yang sudah berhasil dikuasainya. Maka diboyonglah keluarga, famili, kerabat dekat atau sahabat dari para feodal untuk menetap di tanah subur di Jamrud Khatulistiwa Indonesia. Di sinilah mereka membuat koloni atau gerombolan kaum feodal, di sini mereka membuat rumah-rumah mewah yang lengkap dengan perabotan mahal serta dilengkapi dengan kolam renang dengan air panasnya. Darimana uangnya untuk membuat semua ini ? Jawabnya tentu dari hasil keringat kerja keras pribumi di tambang-tambang, cucuran keringat ibu-ibu yang bekerja di kebun-kebun tadi.

Disinilah, di tanah milik Bangsa Indonesia inilah Belanda beranak pinak dan setelah beranak pinak dan anak-anak mereka terus tumbuh remaja di Indonesia, maka sejak itu dibangunlah sekolah-sekolah untuk anak-anak mereka seperti yang kita kenal dengan HIS untuk tingkat SD, kemudian MULO menjadi SMP, dan AMS menjadi SMU serta Kwee School (KS) menjadi Perguruan Tinggi di Indonesia yang kelak diikuti anak-anak bangsawan pribumi (komplotan feodalis saat itu) untuk kemudian dilanjutkan sampai saat sekarang.

Jadi seperti itulah sejarah awal berdiri dan berkembangnya sistem pendidikan nasional di negeri kita. Jika dicermati sistem pendidikan yang dibawa oleh Belanda ternyata bercorak dan bermuatan filosofi Naturalisme Makro Atomisme sebagai input, maka mengakibatkan pandangan dan sikap hidup manusia pemeluknya watak dan kepribadian Bangsa Indonesia menjadi berperangai Individualistis mementingkan diri sendiri, Liberalistis semau-maunya, Kapitalis hidup mewah, Feodalistis kelas atas/yang berkuasa, Imperialistis/nyolongan/ korupsi dan Kolonialistis kumpulan orang berpesta pora di surga dunia di atas penderitaan orang banyak sebagai realisasi output-nya.

Dengan pembuktian tersebut di atas, maka orang Indonesia akan sulit terlepas dari suatu jeratan model berpikir yang merusak keseimbangan sosial ini jika tidak berani melakukan rekonstruksi dan revolusi terhadap sistem pendidikannya/nilai ilmunya.

Bangsa Indonesia jangan mimpi mempunyai pemimpin yang bijak, mau memikirkan rakyatnya – mau mentaati hukum – mau hidup bersahaja – mau merakyat – mau menjadi pemimpin yang jujur dan amanah – mau bahu membahu demi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, nusa dan bangsanya, jika tidak taat kepada Tuhan-nya, dan berani melakukan revolusi terhadap ilmu terhadap filosofi nilai Naturalisme Makro Atomisme di Indonesia.

Mengapa demikian ?

Sebab pepatah Jawa mengatakan “kacang ora ninggal lanjaran” yang artinya guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Jika guru dan gurunya guru kita, guru Bangsa Indonesia ini adalah perampok dan penjarah serta penjajah, maka suka tidak suka, tidak bisa dihindarkan jika para pemimpin bangsa ini cenderung mementingkan diri sendiri, ingin hidup mewah dengan cara semau-maunya, korupsi, suap, kongkalikong, mencuri uang negara, dan berfoya-foya terus akan berlaku sampai kapanpun, dan siapapun pemimpinnya.

Dengan demikian apa yang kita saksikan bagaimana para pemimpin dan para pejabat negara ini melakukan demonstrasi korupsi, penggelapan, mark up, proyek-proyek siluman, laporan keuangan fiktif, kongkalikong dengan penguasa yang merangkap perampok uang negara, rapat hura-hura dan pesta pora di hotel-hotel berbintang, money politik, bagi-bagi perempuan cantik, dan mobil mewah, ini semua mereka lakukan tanpa malu-malu dan tanpa tedeng aling-aling. Dan hal ini sudah menjadi pemandangan dan tontonan sehari-hari buat rakyat yang buta dan tuli sekalipun.

Maka sangat ironis sekali dimana puluhan juta rakyat menderita kekurangan dan kepayahan menanggung beban hidup dikarenakan mahalnya harga-harga kebutuhan pokok,dan sulitnya mencari pekerjaan, sementara pengangguran akibat PHK. Ibu, istri dan anak-anak yang meratap dengan tangis yang memilukan di depan kantor wakil-wakil rakyat itu akan berakhir ?

Suatu pertanyaan yang sangat sulit ! Sebab ini semua ini adalah watak dan kepribadian yang dibentuk oleh satu ilmu, yaitu satu ilmu yang sejak dari sananya memang sudah mengandung racun yang memabukkan buat manusia siapapun mereka, apapun jabatannya dan sejarah membuktikan bahwa itu akan berlaku sampai kapanpun selama itu menjadi pilihan bangsa itu sendiri.

Dan …. andai saja masih ada anak bangsa ini yang ingin merubah nasib akan bangsanya, tentu saja bisa, dan masih terbuka serta masih banyak jalan menuju Roma. Bukankah “Tuhan akan merubah nasib suatu bangsa jika saja bangsa itu sendiri berusaha untuk berubah ?”

Demikianlah sisi gelap dari nilai ilmu Bangsa Indonesia yang tak akan membawa bangsa ini ke arah yang lebih baik dikarenakan tidak akan pernah ada manusia Indonesia yang bisa dipilih untuk menjadi pemimpin yang bijak, kecuali bangsa ini segera mulai merevolusikan diri. Mau membuang filosofi ilmu yang bernilai Naturalisme Makro Atomisme, dan menggantinya dengan filosofi ilmu yang lain. Jika tidak, maka sampai kapan pun penindasan atas manusia oleh segelintir manusia berkuasa, tetap akan berlaku sepanjang sejarah di Indonesia. Permasalahannya, filosofi ilmu yang lain itu yang seperti apa ?pertanyaan ini akan segera terjawab, namun apakah sudah final hasil investigasi kita ?

Ibarat seorang dokter yang menghadapi pasien, maka sebelum menentukan jenis penyakit dan jenis obatnya, serta bagaimana pula terapinya, maka dilakukan terlebih dahulu pendeteksian atau diagnosa yang teliti dan menyeluruh. Apakah virus yang bersarang di dalam diri bangsa Indonesia itu hanyalah virus Naturalis Makro Atomisme yang membelah dan menyebar menjadi kuman yang membuat bangsa ini menjadi cenderung berwatak individualis, liberalis, kapitalis, feodalis, imperialis, serta sifat-sifat kolonialistis saja, sedangkan tidak tertutup kemungkinan masih ada virus yang lainnya yang tidak kalah ganasnya.

Virus yang kita ketemukan itu di atas adalah baru virus yang dibawa oleh bangsa Eropa seperti Portugis, Inggris, dan Belanda yang melalui jalur pendidikan formal atau ilmu umum saja, lalu bagaimana filosofi ilmu yang menjadi panutan pendidikan nonformal kita, atau yang disebut ilmu agama di Indonesia ? Dimana ilmu agama tidak kalah pentingnya di dalam pembentukan karakter, warna pemikiran dan ikut menentukan watak kepribadian serta perilaku Bangsa Indonesia.

Ada kesan bahwa yang namanya pemeluk agama di Indonesia, ataupun di dunia ini tidak mampu dan tidak begitu peduli terhadap permasalahan kehidupan di dunia ini, tidak mampu dan tidak begitu peduli terhadap permasalahan kehidupan di dunia ini. Apalagi sudah memasuki wilayah yang namanya politik, ekonomi, atau ketatanegaraan. Seolah-olah benar apa yang dikatakan oleh para pemimpin agama, bahwa ilmu agama mempunyai wilayah tersendiri untuk mengatur umatnya.

Di dalam hal ini, semacam sudah terjadi kesepakatan antara kaum sekularis dan kaum religis yaitu bahwa ilmu umum adalah ilmu yang membidangi urusan kehidupan di dunia, dimana ilmu umum adalah ilmu yang membidangi urusan kehidupan di dunia, dimana ilmu umum itu bisa didapat di bangku sekolah-sekolah umum seperti SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi dan seterusnya. Pada sekolah-sekolah umumlah diajarkan ilmu eksakta seperti ilmu biologi, ilmu fisika, ilmu kimia, matematika, teknik, kedokteran, agronomi, astronomi dan lain sebagainya. Begitu pula pada sekolah umumlah diajarkan ilmu politik, ilmu ekonomi, ilmu hukum, filsafat, ketatanegaraan, ilmu ketentaraan, dan seterusnya. Sehingga jelas bahwa untuk urusan dunia adalah wewenang ilmu umum.

Yang menjadi persoalan dan sekaligus pertanyaan adalah jika untuk urusan dunia adalah hak dan wewenang ilmu umum. Dengan demikian wewenang dan wilayah ilmu agama dimana ? Yang pasti tidak dan jangan di dunia, sebab dunia sudah menjadi wilayah kekuasaan ilmu umum. Ilmu agama hanya bisa diperoleh pada lembaga pendidikan sekolah non formal seperti Pondok Pesantren, Sekolah Al Kitab, Seminari, Wihara, dan Biara serta sejenisnya. Pada sekolah-sekolah agama inilah diajarkan ilmu tentang Tuhan, tentang dosa dan pahala, tentang karma dan atma, tentang dewa dan dewi, tentang sorga dan neraka, tentang inkarnasi dan reinkarnasi dan lain sebagainya.

Ditinjau dari kurikulum sekolah agama memang nampak sekali bahwa ilmu agama adalah bukan spesifikasi untuk urusan di dunia. Sehingga bisa dibuktikan jika seorang yang ahli ilmu agama perutnya lapar, badannya kedinginan, sakit membutuhkan obat, ingin bepergian dengan cepat memerlukan kendaraan, melindungi keluarga harus membuat rumah, dan lain sebagainya, maka ilmu umumlah yang bisa memenuhi kebutuhan tersebut. Sebaliknya ilmu agama tidak mampu memenuhi kebutuhan duniawi seperti itu.

Di dalam ilmu agama Islam atau juga agama lainnya, sebenarnya terdapat ilmu-ilmu sosial seperti Fiqih , ilmu akhlaq, zakat ftrah, infak sedekah, nikah, dan lain sebagainya. Atau ilmu/ajaran Winaya Pittaka, Sutranta Pittaka, Abidarma Pitaka di alam ajaran Budha. Namun oleh karena tidak cukup, terlalu sedikit ilmu sosial untuk memenuhi hajat hidup yang sedemikian banyak ragamnya, maka ilmu-ilmu sosial yang ada pada ajaran agama seperti itu hanya bisa dilakukan secara seremonial dan sifatnya sangat eksidensial.

Bukti lebih kongkritnya adalah jika seorang agamawan mendapat kesempatan memimpin suatu pemerintahan, maka tidak akan bisa bertahan lama kecuali mau menanggalkan baju agamanya lebih dahulu. Seperti yang terjadi di Inggris, Perancis, Spanyol dan juga di Indonesia. Pada akhirnya urusan fiqih atau hukum, urusan akhlak atau sopan santun, nikah, waris dan lain sebagainya lebih banyak diambil alih oleh ilmu umum pada tataran praktisnya.

Demikianlah realitas yang kita temukan, dan nampaknya hal ini membawa akibat yang sangat buruk bagi kehidupan. Dimana para penganut agama merasa tidak mendapat tempat di dalam percaturan hidup di dunia. Tersisihkan, dimarjinalkan, terabaikan, dan bahkan dianggap menghambat dan mengganggu proses kreatifitas hidup, sehingga tidak jarang kita jumpai di sekolah-sekolah atau di tempat kerja serta di tempat-tempat umum, aktifitas aktifitas keagamaan dilarang karena dianggap mengganggu ketertiban umum.

Sehingga tidak jarang menimbulkan rasa gundah dan marah dari sekelompok orang-orang beragama yang diperlakukan diskriminatif dan teraniaya inilah kemudian muncul menjadi kelompok-kelompok radikal yang melakukan perlawanan membabi buta, seperti halnya terjadi di Palestina, Irlandia, India, Amerika, dan Indonesia. Hancur leburnya gedung menara kembar World Trade Centre kebanggaan Yahudi di Amerika, dan bom yang meledak di Bali yang menewaskan ratusan orang baru-baru ini adalah salah satu bentuk perlawanan kaum radikal agama.

Kita juga menyaksikan kenyataan betapa agama juga bisa membuktikan bahwa agama mampu mensejahterakan dan mempersatukan umatnya. Realitas menunjukkan bahwa setiap agama yang ada di dunia ini terpecah-pecah menjadi berbagai sekte dan aliran, dan setiap aliran juga berpotensi untuk terpecah lagi menjadi berbagai kelompok dan tharekat-tharekat tertentu. Lebih ironis lagi dari setiap aliran dengan aliran yang lainnya terjadi sikap saling tidak peduli dan bahkan cenderung saling bermusuhan walaupun mereka satu agama.

Ketidakmampuan agama dalam hal mensejahterakan umatnya juga bisa kita lihat dari ajarannya yang memang tidak ada atau sangat minimnya materi ajaran tentang bagaimana umat mencukupi akan kebutuhan pangan, sandang, papan/pemukiman, kesehatan, keamanan dan komponen kesejahteraan lainnya. Sehingga praktis umat beragama hanya mendapat kewajiban untuk melunasi kontribusi mereka kepada agama. Dan oleh karena agama tidak memberikan bimbingan atau petunjuk bagaimana menghasilkan suatu kekayaan, memproduksi, distribusi, dan konsumsi dana serta halal dan benar, maka umat dibiarkan memperebutkan kekayaan di dalam belantara kesemrawutan halal dan haram yang ada. Sementara agama, masjid, gereja, kuil dan wihara, serta yang lainnya hidup bergantung dari kemampuan dana umatnya, inilah suatu model hidup paradogsal antagonistis agama.

Yang menjadi pertanyaan sekaligus bermuatan penyelidikan adalah; “Apakah benar bahwa agama yang dipraktekkan oleh para Rasul dahulu sama seperti yang kita praktekkan sekarang ?” Jangan-jangan yang kita praktekkan sekarang tidak sama dengan yang dipraktekkan para Rasul dahulu. Sebab ada sinyalemen bahwa agama yang beredar di abad ini sudah mengalami distorsi, bahkan sudah sampai pada tahap pemutarbalikan dari kedudukan dan fungsi sebenarnya. Mudah-mudahan sinyalemen ini ada benarnya, sehingga ada peluang buat generasi kita untuk melakukan investigasi dengan tanpa dihantui rasa berdosa.

Mengapa hal ini harus kita lakukan ? Sebab sejarah tidak dapat memungkiri bahwa missi dan fungsi setiap Rasul adalah sama, yakni membawa konsep kehidupan serta mendemonstrasikan menjadi sebuah peradaban yang bisa dirasakan bedanya antara peradaban dengan konsep hidup dari Tuhan, dengan konsep hidup hasil sebuah rekayasa manusia. Begitu Nabi Adam, begitu pula Nabi Ibrahim, Nabi Sulaiman, Nabi Yusuf, Nabi Musa, Nabi Isa dan begitu pula Nabi Muhammad SAW.

Di dalam Al Qur’an dinyatakan bahwa; mereka para Rasul dahulu membawa Wahyu dengan missi sebuah konsep hidup yang sama untuk manusia ciptaan-Nya yang sama. Di tempat/bumi yang sama, hanya waktu yang berbeda. Pernyataan Qur’an ini sangat logis dan amat rasional. Sehingga tidak mungkin terjadi perselisihan di antara umat beragama jika memang manusia tidak mempunyai maksud-maksud tertentu di balik semua ini. Akan tetapi justru umat beragama sering berlaku irrasional. Sebuah contoh yang paling gamblang dari cara pandang yang irrasional dari umat beragama adalah dalam kasus ketika menanggapi akan kedudukan dan peruntukan dan peruntukan dari empat Kitab Suci Allah. Umat beragama khususnya umat Islam dan umat Kristiani yang begitu mempercayai dan meyakini akan adanya sebuah dikotomi yang demikian tajam antara kitab suci Allah yang empat itu. Padahal adalah suatu hal yang sangat absurd dan tidak masuk akal jika satu Allah membuat konsep hidup untuk umat-Nya yang namanya Zabur, Taurat untuk periode Daud dan Musa kemudian dianggap tidak sempurna, lalu disempurnakan menjadi Kitab Injil untuk periode Isa dan umatnya. Lalu oleh kita dianggap belum sempurna lagi sehingga perlu direvisi lagi untuk periode Muhammad menjadi Al Qur’an. Pemahaman ini sungguh amat keliru dan unlogic, karena Allah maha segala-galanya, kemudian membuat konsep saja salah-salah, seperti mahasiswa semester akhir membuat skripsi yang harus direvisi beberapa kali karena salah.

Akhirnya umat Islam dan umat Kristiani bersitegang berebut benar, bahwa kitab masing-masinglah yang paling benar, untuk kemudian saling mengambil jarak bahkan diikuti saling serang. Menjadi lelucon saja jika ada orang yang berupaya agar kerukunan antar umat beragama bisa diciptakan, sementara hal-hal yang menyebabkan perselisihan tidak diselesaikan terlebih dahulu. Memang bukan hal yang mudah untuk menyelesaikan pekerjaan ini, karena kesalahan demi kesalahan sudah berjalan ratusan bahkan ribuan tahun lamanya.

Namun betapapun beratnya jika memang harus kita kerjakan, lebih baik kita kerjakan lebih baik kita mulai dari sekarang daripada tidak sama sekali. Karena jika tidak kita mulai, maka sama halnya dengan kita ikut serta melestarikan kesalahan untuk menyesatkan anak cucu kita dikemudian hari. Tidak ! Yakinlah bahwa semestinya jika kita bagaimana setiap Rasul mendemonstrasikan satu model hidup indah yang didukung oleh umatnya oleh umatnya yang cerdas-cerdas, dan tangguh, penyabar, serta baik hati sampai terciptanya satu model kehidupan indah. Mengapa yang terjadi pada pada kita umat beragama terkesan loyo-loyo, bodoh-bodoh, miskin, emosional/ngamukan, teroris dan lain-lain. Ini pasti ada yang salah ! Sekarang saatnya kita boleh dan harus bertanya “siapa sebenarnya guru dan guru-gurunya guru kita yang mengajarkan agama kepada kita yang sedemikian paradogsal antagonis ini ? Jika anda setuju mari kita lakukan pendeteksian kembali siapa yang mula-mula mengajarkan agama ini kepada bangsa Indonesia ? Sebab sekarang ini kita sudah menggunakan rumus dan aksioma bahwa “output ditentukan oleh input”, atau perbuatan ataupun perilaku ditentukan oleh ilmu”.

Sesungguhnya kita bangsa Indonesia yang hidup pada tahun dua ribu sekian ini, dan menjadi fanatis agama masing-masing ini, belajar agama baru beberapa tahun yang lalu. Sedangkan guru agama yang mengajar kita, belajar agama mungkin beberapa puluh tahun yang lalu, tidak lebih pada tahun seribu sembilan ratus sekian … yang kita tahu hanya sampai di situ.

Kita tidak pernah mencoba berpikir sejak kapan ilmu agama yang kita anut ini masuk ke Indonesia, jika dibawa oleh orang asing, bangsa apa dan darimana asal negara mereka, mengapa kita tidak sempat melakukan introspeksi. Sebenarnya seperti apa praktek agama oleh para Rasul dahulu.

Jika kita beragama Kristiani umpamanya. Pernahkan kita bertanya sesungguhnya agama Kristen dengan Kitab Injil di tangan Isa Almasih dua ribu tahun yang lalu bisa menghasilkan komunitas manusia beriman yang hidup saling kasih, tetapi kita ber-Kristen kok saling mengancam, Kristen di jaman Isa Almasih dahulu hanya satu, dan satu umat Kristiani menjadi satu gereja. Tetapi sekarang kita ber-Kristen kok banyak macam gereja tetapi tidak bersatu malah berseteru. Padahal kita tahu ilmu logika mengatakan bahwa jika ada dua kebenaran yang saling klaim, maka kebenaran yang hakiki menjadi hilang, dan berganti menjadi keraguan, sebab tidak mungkin dua yang benar tidak menjadi satu. Maka logika akan menyimpulkan bahwa jika tidak mungkin dua benar berhadap-hadapan, maka kemungkinan kedua akan jatuh pada kesimpulan bahwa dua-duanya salah yang berhadap-hadapan. Sedangkan yang kita temukan dengan banyaknya sekte dan aliran yang sama-sama mengklaim bahwa masing-masing benar, logika apa yang kita gunakan. Sekali lagi ini pasti ada yang salah ! Atau salah kaprah. Bagaimana tidak salah kaprah, logika anak SD saja tidak bisa menerima kenyataan seperti ini kok kita meyakininya secara membabi buta dan bertahan turun temurun.

Baiklah sekarang kita lakukan investigasi ulang, sejak kapan nenek moyang kita mengenal agama Kristen yang amburadul seperti ini, dan diwariskan kepada kita ? Celakanya ternyata yang mula-mula mengajarkan Kristen kepada nenek moyang kita adalah bangsa asing, yaitu bangsa Portugis yang datang ke Indonesia sebagai Imperialis dan Kolonialis, atau dengan bahasa yang agak halus ialah; yang mula-mula mengajarkan agama Kristen Katholik kepada nenek moyang kita adalah bangsa Portugis yang datang ke Indonesia sekitar awal abad enam belas masehi (1511 M) sebagai penjarah dan perampok harta benda, sawah ladang rakyat, jiwa raga, serta harkat dan martabat kemanusiaan bangsa Indonesia. Yang kemudian di tahun 1596 M disusul oleh Belanda dengan membawa Kristen Protestan. Jadi seperti itulah watak dan perilaku guru-gurunya guru kita di dalam beragama Kristiani di Indonesia.

Kita tidak akan lupa akan sejarah masa penjajahan bangsa Belanda dan Portugis di negeri kita Indonesia selama ratusan tahun lamanya. Tidak terhitung berapa jumlah kerugian berapa harta kekayaan alam yang dikuras, berapa kerugian harta benda dan kehilangan kesempatan hidup layak rakyat Indonesia, dan berapa kerugian yang berupa kehancuran harkat dan martabat kemanusiaan bangsa Indonesia selama ratusan tahun dijadikan budak dan sapi perahan dalam bentuk kerja rodi dan tanam paksa. Belum lagi kerugian kehormatan wanita-wanita Indonesia yang dijadikan gundik pemuas guru kita dalam beragama Kristen di Indonesia.

Dengan pembuktian akan praktek kekejaman, kebejatan, kelicikan, penindasan dan pelecehan seksual yang dilakukan selama ratusan tahun, sebagai guru ngaji Kristiani, terlalu naif jika kita anggap mereka datang bersama Rohul Qudus dalam menyampaikan Al Kitab dan kabar akan Juru Selamat Jesus Kristus. Jangan-jangan agama hanya dijadikan alat melancarkan jalannya missi utama yakni penjarahan dan perampokan, sedangkan agama diajarkan sekenanya, sekedar menghibur rakyat yang lemas lunglai setelah bekerja keras sepanjang hari selama ratusan tahun. Sekali lagi “Kacang ora ninggal lanjaran, guru kencing berdiri murid kencing berlari”, Jika guru kita mengajarkan agama sekenanya dan semau-maunya seperti itu, maka kita sekarang tidak tahu persis seperti apa sesungguhnya aplikasi Injil ketika di tangan Isa Almasih dua ribu tahun yang lalu, dan kita pun sekarang dengan semau-mau kita mengajarkan kepada anak didik seperti yang kita tidak tahu itu.

Sehingga jika kita sekarang kita temukan Kristen di Indonesia juga mengalami kecarut-marutan seperti ini andil siapa ? Dengan demikian sekarang bisa kita simpulkan bahwa filosofi yang menjadi muatan ilmu agama Kristiani yang kita miliki adalah “Naturalis Religis” atau agama yang dibawa oleh bangsa yang berpaham Naturalis, sedangkan watak bangsa yang berwatak Naturalis telah kita pelajari bersama sebelumnya. Jadi kita adalah bangsa yang sudah jatuh tertimpa tangga, kata peribahasa. Jika demikian adanya, lalu bagaimana dengan kandungan filosofi ilmu agama yang lainnya ? Jika anda tidak berkeberatan, maka mari kita lanjutkan investigasi ini, kepalang basah.

Untuk investigasi asal muasal agama Islam, agama Budha, dan agama Hindu serta faham-faham yang lainnya, dimana tidak kalah besar pengaruhnya dalam menentukan warna dan corak berpikir bangsa Indonesia dan menentukan watak serta perilaku masyarakatIndonesia.

Baiklah mari kita mulai saja dari abad pertama masehi. Sejarah mencatat bahwa pada awal-awal abad masehi, mayoritas pola pikir nenek moyang kita bangsa Indonesia disebut Animisme. Faham Animisme ini mempengaruhi perilaku nenek moyang kita. Dimana dengan modal pola pikir animisme ini seperti ini juga membuat semacam konstitusi dan peraturan-peraturan yang dipimpin oleh Kepala-kepala Suku agar masyarakat selamat, terhindar dari bahaya kelaparan dan wabah penyakit. Sebaliknya agar panennya berlimpah, maka masyarakat harus menghormati dan memuja roh-roh yang bersemayam pada pohon-pohon yang besar, dan pada batu-batu yang besar dengan memberi sesaji berupa makanan dan hewan serta kemenyan sebagai pelengkap harum-haruman. Perilaku yang ditimbulkan oleh pola pikir Animisme seperti ini berlaku ratusan tahun lamanya. Padahal yang namanya pohon-pohon besar tersebut adalah termasuk pohon-pohon yang mempunyai nilai jual yang sangat mahal di pasar internasional seperti pohon jati, pohon gaharu, kayu cendana, rotan, pohon durian, rambutan, kopi dan cengkeh lokal.

Oleh karena kekayaan alam bangsa Indonesia yang demikian melimpah dan tidak termanfaatkan, maka suatu ketika di sekitar abad IV Masehi, datanglah bangsa asing yaitu bangsa India ke Indonesia. Dengan melihat betapa banyaknya kekayaan alam bangsa Indonesia yang tidak dimanfaatkan itu, bangsa India berkeinginan mengambil dan memilikinya. Sedangkan untuk memilikinya bukan hal yang mudah, sebab barang-barang tersebut dikeramatkan oleh nenek moyang kita. Dibeli pun tidak akan diberikan, apalagi hanya diminta.

Apa akal bangsa India ?

Kepala Nenek Moyang kita dibawakan oleh-oleh berupa tembakau dan candu oleh orang-orang India, kemudian diajak ngobrol setiap sore, kemudian lama-lama didongenginya nenek moyang kita oleh India tentang dewa-dewa di langit lebih berkuasa daripada roh-roh yang menguasai pohon-pohon. Di langit ada Dewa Brahma yang menciptakan seluruh alam semesta. Disamping Dewa Brahma ada Dewa Wisnu yang memelihara alam, Dewa Syiwa yang merusak dan pemusnah alam. Maka jika anda menyembah dan memuja para Dewa, maka roh-roh yang menguasai pohon-pohon akan diangkat ke langit oleh para Dewa, dan anda selamat. Sejak itulah nenek moyang kita mengenal akan adanya para Dewa, dan sejak itu pula agama Hindu menjadi isi hati dan kepala nenek moyang bangsa Indonesia.

Dengan demikian maka bertambahlah warna berpikir nenek moyang kita. Dimana yang sebelumnya hanya mempunyai satu model berpikir yaitu Animisme, ibarat hanya berwarna hitam misalnya; kini bertambah satu warna lagi biru umpamanya. Dengan pola fikir baru ini menjadikan konstitusi mereka juga berubah, jika sebelumnya tidak berani memanjat pohon-pohon keramat tersebut, sekarang jika diminta oleh Sang Guru untuk menebangnya, akan ditebangnya pohon-pohon itu. Dan jika diminta oleh Sang Guru untuk memetik segala buah yang ada, maka dipetiknya. Bukan hanya memanjat, memetik, serta menebangnya, tetapi sekalian dipanggulkan ke pelabuhan untuk dikapalkan. Lalu orang-orang India membawanya ke pasar Internasional di Damaskus saat itu.

Dengan demikian hanya dengan modal dongeng tentang Dewa-dewa bangsa India mendapat barang dagangan yang bernilai milyaran rupiah di pasar dengan secara gratis, dan sudah barang tentu mendapat keuntungan yang tak ternilai, dan hal tersebut berlangsung ratusan tahun lamanya. Oleh karena sudah menjadi rute pelayaran orang-orang India sebelum menuju Damaskus singgah terlebih dahulu ke Kanton Cina, untuk mengambil keramik dan sutra, maka lama kelamaan orang-orang Cina tahu bahwa selama ini orang-orang India mendapat barang murah dari Indonesia. Dan setelah dipelajari oleh Cina ternyata orang-orang India bisa mendapatkan barang dengan mudah dan murah hanya ditukar dengan dongeng, maka Cina pun mencoba mendongeng tentang Budha yang diakulturasikan oleh ajaran Tao dan Confucius.

Agama Budha sebenarnya juga berasal dari India yang diciptakan oleh orang yang merasa tidak puas dengan ajaran Hindu yang membeda-bedakan manusia menjadi empat golongan kelas atau kasta, yaitu golongan yang pertama Kasta Brahmana, yaitu yang terdiri dari para Pendeta yang memegang kekuasaan atas agama, negara, tentara dan rakyat. Yang kedua Kasta Ksatria, yaitu para Raja dan Bangsawan. Yang ketiga Kasta Waisya, yaitu kaum pedagang dan pegawai, dan yang keempat Kasta Sudra, yaitu kaum buruh, petani, dan budak. Dari golongan Sudra inilah dengan dimotori seorang yang bernama Sidharta Gautama melahirkan ajaran Budha yang menentang ajaran Hindu. Oleh karena sejak dari sananya ajaran ajaran Budha memang merupakan kompetitor dari ajaran Hindu, maka ajaran Budha lah yang layak dijadikan alat bersaing di Indonesia.
Dengan bermodalkan dongeng tentang Budha, bangsa Cina juga meraup keuntungan tak terhitung dari Indonesia selama ratusan tahun lamanya. Dan oleh karena di dalam bersaing untuk bersaing memperebutkan ladang dan tambang emas memerlukan sikap menyerang dan bertahan, maka mereka diinstruksikan oleh Raja-raja mereka untuk membangun tentara-tentara dan benteng-benteng pertahanan dan sejak abad IV dan VI Masehi berdirilah kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha di Indonesia, mulai Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur, Kerajaan Melayu dan Kerajaan Sriwijaya di Sumatera Selatan, Kerajaan Taruma di Jawa Barat, serta Kerajaan Kanjuruhan di Jawa Timur, sampai berakhir pada masa Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Mataram pada abad ke XVIII Masehi.

Bukan hanya sejarah perampokan kekayaan alam, harta benda serta harkat dan martabat kemanusiaan bangsa Indonesia saja yang dilakukan oleh bangsa India dan Cina dengan teori feodalis imperialisnya. Akan tetapi dalam konteks investigasi yang sedang kita lakukan adalah bagaimana pengaruh pola pikir bangsa Indonesia, terlepas dari apakah bernilai baik atau buruk kandungan filosofi ajaran Hindu dan ajaran Budha, akan tetapi yang pasti yang kedua ajaran ini menambah dua warna bagi pola pikir nenek moyang kita. Jika sebelumnya pola pikir nenek moyang kita hanyalah Animisme Dinamisme, maka kini menjadi Animisme, India isme, dan Cina isme atau menjadi tiga warna yaitu hitam, biru, dan coklat. Penggambaran warna ini sangat penting untuk memudahkan kita mengidentifikasi warna-warna yang masuk ke dalam pola pikir bangsa Indonesia, karena kita tahu bahwa input akan menentukan output, atau ilmu akan menentukan perilaku.

Dari uraian tersebut di atas cukup membuktikan bahwa dari segi perangai guru dan guru-gurunya guru kita di dalam beragama Hindu maupun Budha adalah bangsa-bangsa yang melakukan penipuan, penjarahan dan perampokan kekayaan kita bangsa Indonesia. Dan mereka adalah imperialis Feodalis yang tidak mungkin mempunyai niat baik kepada bangsa yang ditipunya. Dengan bukti berdirinya kerajaan-kerajaan mereka di negeri orang lain. Sampai di sini kita sudah berhasil melakukan investigasi tiga sumber ilmu yang ketiga-tiganya bernilai buruk jika tidak kita katakan racun.

Kemudian berikut mari kita lanjutkan petualangan kita yang sangat beresiko ini (high risk) untuk melihat warna yang lainnya dari ilmu yang ikut, dan mungkin lebih dominan mewarnai pola pikir bangsa Indonesia yaitu agama Islam. Di dalam catatan sejarah mulai masuk dan berkembangnya agam Islam di Indonesia adalah pada abad VII Masehi melalui para pedagang dari Persia dan Gujarat yang sudah beragama Islam.

Ditinjau dari perspektif politik perdagangan, hal ini sangat wajar terjadi jika bangsa Arab ikut datang ke Indonesia, sebab pasar internasional saat itu berada di Damaskus, dan Islam yang berkuasa pada abad itu di Arab adalah Dinasti atau Kerajaan Mu’awiyah yang berpusat di Damaskus. Dengan pertimbangan politik dagang tersebut, maka orang-orang Arab melakukan tindakan potong kompas langsung ke sumber produksi setelah bertahun-tahun membeli dari tangan kedua yaitu India dan Cina.

Dengan teori dan interes yang sama dengan India dan Cina, maka orang-orang Arab memperkenalkan satu ilmu yaitu tentang adanya Tuhan atau ilmu Ketuhanan juga melalui pendekatan dengan mengadakan ceramah-ceramah atau pengajian-pengajian untuk mendapatkan simpati masyarakat Indonesia. Orang-orang Arab berhasil mendapatkan simpati di hati masyarakat Indonesia, dan sekaligus dapat menguasai berbagai komoditas mahal dengan harga murah, karena langsung dari produsennya. Hal itu berlangsung selama ratusan tahun. Akhirnya pada abad XII Masehi berdirilah Kerajaan Islam di Samudra Pasai dengan Rajanya yang bergelar Raja Sultan Malik Al Shaleh dari Persia. Tercatat dalam sejarah bahwa kerajaan Islam akhirnya berkembang sampai pulau Jawa, dan berhasil menundukkan kerajaan-kerajaan Hindu, Budha yang ada, hingga Majapahit sampai Mataram.

Dari hasil sementara investigasi, kita temukan bahwa agama Islam masuk ke Indonesia ternyata juga membawa aroma yang sama dengan Feodalis India dan Cina, yaitu mereka datang bukan dengan hati suci, tetapi atas interes barang dan kekuasaan. Terbukti mereka membangun kerajaan serta benteng-benteng dan pasukan untuk mempertahankan kekuasaan dan menyerang kekuasaan imperialis yang lainnya.

Baiklah kita kembali kepada substansi investigasi kita, sebelum kita lanjutkan pembicaraan kita tentang Islam lebih lanjut. Teori ilmu Ketuhanan ini menambah warna baru pada pola pikir masyarakat Indonesia. Yang sebelumnya hanya ada tiga warna yaitu hitam/Animisme, biru/India isme, coklat/ Cina isme, sekarang bertambah satu warna lagi hijau/Arab isme misalnya. Dengan demikian, selain warna warni (carut marut tidak menentu) model berpikir nenek moyang kita, maka carut marut pula penataan masyarakatnya. Sebagai contoh adalah Raja-raja di Indonesia. Dimana dikatakan mereka tentang hidup, akan tetapi mereka menata masyarakatnya tidak dengan konsep agama melainkan konsep Imperialis Feodalis dengan bentuk kerajaan, yaitu kekuasaan turun temurun/Monarki yang tidak diajarkan, dan bahkan dilarang oleh agama Islam. Namun kenyataan sejarah mencatat bahwa agama Islam di Indonesia juga mendirikan kerajaan dan pemerintahan Monarki.

Apakah cukup sampai di sini proses pewarnaan/virus perusak pola pikir bangsa Indonesia yang berasal dari sektor pendidikan non formal, yaitu ilmu agama yang dibawa oleh bangsa India, Cina, dan Arab, tentu saja tidak. Sebagaimana sudah kita perbincangkan, Portugis dan Belanda tidak mau ketinggalan pada awal tulisan ini, yaitu dimana selanjutnya pada abad XVII bangsa Eropa, terutama bangsa Portugis dan Belanda tidak mau ketinggalan ikut meramaikan perebutan kekayaan alam bangsa Indonesia, dengan membawa agama pula yaitu agama Kristen Katholik dan Kristen Protestan sebagai warna kelima dan keenam, sebuah warna oranye dan kuning misalnya. Dengan demikian, maka pola pikir bangsa Indonesia menjadi hitam/Animisme, biru/India isme, coklat/ Cina isme, hijau/Arab isme, oranye/Portugis isme, dan kuning/Belanda isme. Dengan demikian, maka kurang lebih dua ratus tahun terjadilah pertempuran yang sangat seru antara kerajaan Hindu dan Budha melawan kerajaan Islam serta ditingkahi oleh utusan kerajaan Portugis dan kerajaan Belanda yang tergabung dalam VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) pada tahun 1602 Masehi, sehingga luluh lantaklah harta benda, sawah ladang, hutan dan lautan, harkat serta martabat bangsa kita Indonesia. Bagaikan segerombolan serigala yang bertarung saling tubruk, saling cakar, saling cakar, saling cakar, saling gigit disertai suara gemuruh bercampur lolongan mengerikan memperebutkan daging segar di lahan sang kelinci. Dengan kondisi seperti itu mungkinkah gerombolan serigala itu sempat memikirkan nasib sang kelinci ? Alangkah malangnya nasib sang kelinci jika sekarang sang kelinci pun ingin berperilaku seperti serigala-serigala terhadap para sesama kelinci. Dan adalah suatu keniscayaan jika kelinci-kelinci itu sekarang berhati dan berkelakuan seperti serigala, selama kelinci-kelinci itu masih mau menggunakan ajaran yang celaka peninggalan serigala.

Kita kembali kepada persoalan agama. Ada satu hal yang sangat menarik pada sejarah agama Islam di Indonesia. Jika di dalam sejarah agama Hindu dan Budha di Indonesia mendirikan kerajaan tidaklah aneh, sebab dari negara asalnya memang sudah berbentuk kerajaan. Sehingga amatlah wajar jika mereka datang ke negara lain, ke Indonesia adalah dalam rangka imperialisnya sebagaimana telah kita pahami bersama. Akan tetapi jika Islam berbentuk kerajaan, ini sangatlah aneh dan mencurigakan. Mengapa demikian, sebab sejarah dunia pun tahu dan mencatat bahwa Muhammad dengan Al Qur’an dan Sunnahnya adalah pelaku revolusi anti Monarki atau sistem Kerajaan. Sejarah juga mencatat bahwa bentuk pemerintahan yang dipraktekkan oleh Muhammad adalah sistem Kekalifahan (sistem perwakilan rakyat yang beriman dengan ajaran Allah).

Ketertarikan kita kepada sejarah perkembangan agama Islam karena terasa ada sesuatu yang mencurigakan, sebab sepeninggal Nabi Muhammad pun berbentuk pemerintahan yang dipegang para sahabat masih berupa pemerintahan Kekalifahan, dan amat sangat penting kita perhatikan sebab dari kedua model ini, yaitu model kerajaan dengan model kekalifahan sangat bertolak belakang, dan dampak sosialnya kepada rakyat juga sangat jauh berbeda. Oleh sebab itu menjadi menarik untuk diteliti karena pengaruh dari agama Islam ini mencapai angka 90% dari penduduk Indonesia yang memeluknya.

Adapun guru bangsa Indonesia di dalam beragama Islam yang masuk ke Indonesia gelombang kedua, sejarah mencatat adalah di abad IX Masehi, yaitu dari Dinasti Abbasiyah yang merapat di pelabuhan Banten atau Jayakarta. Dinasti Abbasiyah berkuasa sejak tahun 750 hingga tahun 1258 Masehi, setelah berhasil menggulingkan kerajaan Mu’awiyah dan berpusat di Baghdad. Dengan demikian sudah dapat dipastikan bahwa kerajaan-kerajaan di Indonesia bercorak dua macam. Yaitu bercorak kerajaan Abbasiyah yang Syi’ah. Namun bagi mereka bukan agama yang terpenting, yang penting adalah bagaimana menguasai sumber-sumber barang dagangan yang mereka butuhkan, sehingga dapat menambah devisa kerajaan mereka masing-masing. Berbicara tentang masuk dan menjadi guru dan gurunya bangsa Indonesia di dalam beragama Islam kurang lengkap jika kita tidak membicarakan Wali Sembilan atau Walisongo.

Masyarakat Islam, khususnya yang berada di pulau Jawa sangat menghormati dan sangat menyanjung kepada para Walisongo ini. Walisongo adalah merupakan sebuah nama besar dan sangat sakral bagi umat Islam di pulau Jawa. Sehingga dari jaman dahulu sampai hari ini kegiatan ziarah ke makam para Wali ini tidak pernah terputus, walau letaknya di sepanjang pantai Utara pulau Jawa, mulai dari Surabaya Jawa Timur hingga Banten Jawa Barat. Dengan demikian para peziarah membutuhkan waktu lima sampai tujuh hari lamanya. Namun anehnya banyak di antara masyarakat Islam di Jawa yang walaupun sudah berkali-kali mengunjungi makam para Wali ini, tetapi tidak banyak yang tahu tentang siapa dan darimana sebenarnya para Wali tersebut.

Di dalam buku-buku sejarah Indonesia tercatat bahwa Walisongo masuk ke Indonesia pada awal abad XV Masehi. Mengapa dalam sejarah kita ditulis; “masuk ke Indonesia ?” dengan sendirinya mengandung arti bahwa mereka/Walisongo adalah orang luar Indonesia, atau bukan orang-orang Indonesia. Dari berbagai buku sejarah mencatat bahwa Walisongo terdiri dari dua belas (12) orang dari berbagai negara antara lain :
  1. Maulana Malik Ibrahim berasal dari Turki (ahli ilmu Tata Negara, mendarat di Jawa Timur dan meninggal di Gresik tahun 1419 Masehi)
  2. Maulana Ishaq berasal dari Samarkan Rusia Selatan (ahli ilmu pengobatan, kemudian pindah ke Singapura dan meninggal di sana)
  3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro berasal dari Mesir (meninggal di daerah Mojokerto Jawa Timur)
  4. Maulana Muhammad Al Maghrabi berasal dari Maroko meninggal tahun 1465 Masehi, dimakamkan di daerah Klaten Jawa Tengah)
  5. Maulana Malik Israil berasal dari Turki (ahli ilmu Tata Negara, meninggal tahun 1435 Masehi di daerah Banten Jawa Barat)
  6. Maulana Muhammad Ali Akbar berasal dari Persia (ahli ilmu pengobatan, meninggal di daerah Banten Jawa Barat)
  7. Maulana Hasan Udin berasal dari Palestina (meninggal tahun 1462 Masehi di daerah Banten Jawa Barat)
  8. Maulana Aliyuddin berasal dari Palestina (meninggal tahun 1462 Masehi di daerah Banten Jawa Barat)
  9. Maulana Syeh Subakir berasal dari Persia (ahli ilmu tumbal lelembut tanah, kembali ke Persia dan meninggal di sana)
  10. Maulana Ahmad Ali Rahmatullah berasal dari Campa, Muangthai (datang di Indonesia tahun 1421 Masehi menggantikan Maulana Malik Ibrahim)
  11. Maulana Rasyid Ja’far Shadik berasal dari Palestina (menggantikan Maulana Malik Israil, dan tinggal di daerah Kudus Jawa Tengah, hingga kini terkenal dan disebut Sunan Kudus).
  12. Maulana Syarif Hidayatullah berasal dari Palestina (datang tahun 1436 Masehi, menggantikan Maulana Ali Akbar)
Mereka adalah merupakan sebuah ekspedisi dari kerajaan Turki Usmani, di bawah perintah Raja Sultan Muhammad I, yang berkuasa pada tahun yang berkuasa pada awal abad XIII Masehi (Sultan Muhammad IV berkuasa pada tahun 1648-1687 Masehi).
Dengan bahasa lain atau bahasa ekonomi, maka ekspedisi ini sama dengan usaha penetrasi perdagangan ke sebuah negara dalam wilayah politik sampai mencapai kekuasaan dalam bentuk Kerajaan, maka sudah dapat dipastikan bahwa para Wali ini sama dengan invasi Imperialisme seperti halnya para pendahulunya, yaitu Imperialis bangsa India serta Cina sebelumnya.
Sehingga dengan demikian bagi mereka mengajarkan agama bukanlah suatu hal yang penting, karena mereka mengajarkan agama dengan sekenanya dan terkesan semau-maunya. Mereka mengajarkan agama sambil nyanyi-nyanyi, dengan pencak silat atau bermain sulap, atau dengan gamelan dan berbagai dagelan. Dengan demikian maka ESENSI dari agama itu sendiri menjadi kabur dan bahkan menjadi hilang. Akibatnya kini umat Islam di Indonesia hampir semuanya tidak tahu persis sebenarnya Islam itu seperti apa atau umat Islam Indonesia menjadi carut marut tidak jelas bentuknya, mau dirujuk kemana model Islam seperti ini. Umat Islam Indonesia kehilangan Uswah.
Baiklah sekarang marilah kita mencoba melacak kembali ke atas, atau ibarat jika kita ingin mengetahui mengapa air sungai di hilir kotor, tiada jalan lain kecuali kita menelusuri sungai tersebut dari hilir sampai ke hulu. Untuk kasus keruh dan kotornya nilai ilmu umum sudah kita temukan, yaitu telah tercemari oleh limbah pemikiran manusia yang bernama Aneximandros si Pujangga Purba Yunani yang hidup pada abad III Sebelum Masehi, yang terkenal dengan teori Naturalis Makro Atomismenya, kemudian diusung ke Eropa, kemudian dibawa oleh Belanda ke Indonesia, maka tercemari dan terkotorilah alam pikir manusia, menjadikan manusia Indonesia berperangai individualistis, dan berkembang menjadi Liberalistis, Kapitalis, Feodalistis, Imperialistis, dan berakhir dengan Kolonialistis.
Malang nian nasib kita bangsa Indonesia, maksud baik ingin belajar menjadi manusia yang baik, akan tetapi mendapatkan guru-guru yang tidak baik.
Sekarang mari kita menelusuri aliran sungai ilmu agama yang bermuara di Indonesia. Ditinjau dari perangai guru-guru yang mengajarkan ilmu agama kepada bangsa Indonesia sudah kita ketahui. Yang belum kita ketahui adalah sumber pencemaran utama yang menjadikan air sungai ilmu agama kita di Indonesia terasa tidak menyehatkan dan bahkan memabukkan itu di mana.
Oleh karena semua sejarah mencatat bahwa di hulu, ilmu agama itu sangat jernih sekali. Yaitu barangsiapa yang mereguknya terasa segar, yang sakit menjadi sembuh, yang buta mata hatinya menjadi melek/terbuka kembali, bahkan yang mati jiwa kemanusiaannya menjadi hidup kembali. Begitu Musa, begitu Isa Almasih, begitu Muhammad dan begitu semua Rasul Allah yang lainnya, semua berbuat sama. Yaitu dengan satu ilmu dari Allah, mereka sampaikan kepada manusia, maka manusia yang bengal menjadi patuh, manusia yang jahat menjadi baik, yang bercerai berai menjadi bersatu, manusia yang saling mengancam menjadi saling mengasihi, yang saling menjegal menjadi saling mendukung dan saling memakmurkan, hidup penaka satu badan, di ujung manapun yang sakit, ujung manapun yang lainnya ikut merasakan. Yang demikian itulah agama yang benar. Jika tidak demikian itu apalagi kebalikan dari itu, maka itu pasti salah. Yang seperti itulah para Rasul Allah memperagakan agama, jika sebaliknya yang terjadi, maka Rasul Syetanlah yang berperan.
Nah … jika kemudian sekarang kita beragama kok menjadi seperti ini, jangan-jangan kita bukan murid Rasul Allah, tetapi murid-murid Syetan Laknatullah.
Jika anda yakin bahwa kita adalah murid-murid Syetan Laknatullah, kemudian kita ingin bertaubat, tidak ada jalan lain kecuali kita temukan lebih dahulu Syetan siapa yang mula-mula menyesatkan manusia termasuk bangsa Indonesia. Lalu dengan cara apakah, dan dengan cara apa, dan bagaimana pula kita menemukannya ? Tidak sulit ! Walaupun tidak terlalu mudah. Di dalam Al Kitab kita diajarkan tentang Epistemologi Logika yang sangat sederhana, dengan menggambarkan dua tokoh yang selalu berperilaku dikotomis secara turun temurun sejak jaman Adam hingga hari ini. Yaitu tokoh kebaikan dan tokoh kejahatan. Kita lihat di bawah ini :


Ajaran Rasul Allah menjadikan :
Kebaikan dan kerukunan, saling kasih, saling dukung, saling menasehati, saling menghargai, saling memakmurkan, saling mendoakan, saling mengarahkan, saling menerima dan memberi.
Inilah ciri-ciri ajaran yang benar, mari kita upayakan.
Ajaran Syetan Laknatullah menjadikan :
Keburukan, pertengkaran, saling serang, saling bunuh, saling olok, saling mencaci, saling menghina, saling mencelakakan, saling hujat menghujat, saling menyesatkan, saling menipu dan mencuri.
Inilah ciri-ciri ajaran yang salah, mari kita tinggalkan.
Adapun yang menjadikan figur dari kedua tokoh tersebut di atas, dikisahkan di dalam Al Kitab, adalah Rasul Adam sampai Rasul Muhammad, adalah figur kebaikan, dan Iblis sampai Yahudi adalah figur kejahatan (lihat Al Kitab Injil Lukas 22:66, Mateus 26:3, Markus 27:1, dan dalam Al Kitab Qur’an surat An-Nisa:156-159, At-Taubah:32, dan Al Maidah:13).
Nah … sekarang kita telah mendapatkan satu titik terang, setelah mendapatkan petunjuk awal sebagai stimulan untuk sampai kepada figur Yahudi atau Bani Israel yang disebut-sebut di dalam Al Kitab sebagai perancang dan pelaku keburukan dan kejahatan. Sejak kapan Yahudi berbuat demikian, dan mengapa berbuat demikian ?
Sejak di dalam kisah Adam, Allah telah menunjukkan kebijakan dan keadilan-Nya. Dimana kepada figur Adam maupun figur Iblis. Tuhan memberi dua nilai ilmu yang benar dan ilmu yang salah. Tidak ada paksaan di dalam memilih kedua nilai tersebut, hanya resiko dan akibat dari pilihannya masing-masing ditanggung sendiri. Di sinilah letak keadilan dan kebijakan Tuhan. Oleh karena Tuhan adalah maha segala-galanya, sehingga Tuhan tidak mempunyai kepentingan apapun dalam memberikan kedua nilai ilmu tersebut. Tuhan tidak akan naik pangkat, sebaliknya jika figur Adam maupun figur Iblis memilih nilai ilmu yang buruk, Tuhan juga tidak akan turun kredibilitasnya.
Kemudian dikisahkan di dalam Al Kitab, figur Adam memilih nilai ilmu yang baik, sebaliknya figur Iblis karena didorong sifat egoisnya lebih nilai ilmu yang buruk (lihat Al Kitab Injil Mateus 6:13, Yohanes 8:44, juga di dalam Al Kitab Qur’an surat Hijr : 33, Al Isra’ : 61, Shad : 75).
Jadi dengan demikian dapat dipastikan bahwa baik atau buruk seseorang bukanlah semata-mata takdir Tuhan yang terkesan otoriter, melainkan atas pilihan masing-masing manusia itu sendiri. Dengan uraian tersebut di atas maka terjawablah pertanyaan sejak kapan figur kejahatan beraksi ? ialah sejak periode Adam dan Iblis, periode Musa yang berhadapan dengan Fir’aun, Isa Al Masih yang berhadapan dengan para Tetua Yahudi, Kayafas dan Pilatus, hingga Muhammad yang harus berhadapan dengan penghianatan fasik Yahudi dari mulai Bani Qainuqa, Bani Nadir, dan Bani Qarash.
Selanjutnya marilah kita temukan jawaban bagaimana cara kerja atau bagaimana modus operandi Iblis figur perusak yang berkelanjutan menjadi pilihan bangsa Yahudi pada periode pasca Isa Al Masih di abad pertama Masehi, dan bagaimana modus operandi Yahudi pasca Muhammad pada awal abad VII, sekarang abad XXI ini, sebagai sumber ilmu agama yang carut marut, dan sampai kepada bangsa Indonesia, kemudian kita yakini, serta kita sebar luaskan, kita pertahankan, dan kita bela mati-matian sampai hari ini.
Tersebutlah di dalam berbagai literatur sejarah dunia bahwa sepeninggal Isa al Masih bangsa Yahudi berhasil membuat Nabi-nabi palsu, trik-trik jitu, kitab Injil palsu, dan bahkan sejarah palsu (pada segmen lain akan kita bahas secara khusus sejarah idea Yahudi dan pengaruhnya terhadap pola pikir manusia di dunia).
SEJARAH YAHUDI DAN PENGARUH IDEANYA  TERHADAP AGAMA-AGAMA DI INDONESIA
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa Yahudi sebagai duta dari nilai ilmu idea Iblis pada masa Adam secara turun-temurun adalah representasi dari nilai ilmu keburukan atau kejahatan di masa kini. Dimana ajaran Yahudi adalah merupakan lawan dari nilai ilmu yang baik atau ilmu yang bernilai kebenaran yang dibawa oleh para Rasul Allah. Adapun kedua nilai yang baik maupun yang buruk adalah datangnya dari Allah untuk menjadi pilihan manusia.
Sedangkan yang dimaksud dengan lawan, sebenarnya adalah sama dengan kawan bermain di dalam mengisi perjalanan sejarah kehidupan manusia. Hanya sayangnya Yahudi tidak fair di dalam menyampaikan nilai, membuat manusia tidak lagi bisa menentukan pilihan. Yaitu dengan menyembunyikan nilai yang baik, serta hanya menyajikan ilmu yang buruk dan membungkusnya dengan bungkus yang bagus, bagaikan tombak berbalut sutra, atau bagaikan musang berbulu ayam, sehingga menipu manusia seantero dunia.
Dengan kelicikan inilah Yahudi berhasil membikin manusia sama sekali tidak mengenal dirinya. Sehingga kini, oleh karena manusia sudah tidak mengenal siapa Yahudi sebagai dedengkot kejahatan dan kerusakan di muka bumi ini, maka akibatnya hampir semua manusia tidak mengenal Yahudi sebagai lawan, bagi yang ingin mewakili ilmu kebenaran. Oleh karena kita tidak mengenal lawan, maka kita mudah dipermainkan oleh lawan, sebagai akibatnya kita tidak mengetahui di mana jalan menuju kebenaran, menjadikan kita tidak bisa taat kepada Tuhan, tidak bisa membedakan mana lawan, mana kawan, dan tidak tahu kerjaan.
Lihatlah betapa banyak manusia yang berkeinginan untuk hidup taat kepada Tuhan. Hampir semua manusia ingin hidup dalam persatuan dan kesatuan, ingin hidup berkeadilan dalam kemakmuran, ingin hidup dalam kedamaian dan kesejahteraan dan sudah sedemikian rupa diupayakan, akan tetapi impian tinggal impian, hanya fatamorgana yang kita dapatkan. Maksud hati ingin berbuat taat kepada Tuhan, akan tetapi negasi dan pengingkaran yang kita lakukan. Persatuan dan kesatuan yang kita programkan, akan tetapi perpecahan dan permusuhan yang kita dapatkan. Keadilan dan kemakmuran yang kita canangkan, akan tetapi ketimpangan dan kemelaratan yang kita dapatkan. Kedamaian dan kesejahteraan yang kita harapkan, akan tetapi kekacauan dan kesengsaraan serta kejengkelan yang kita hasilkan. Inilah tombak berbalut sutra, dan inilah musang berbulu ayam, sebagai ilmu postmodern Yahudi yang telah menjerumuskan manusia ke dalam paradigma hidup yang demikian sulit dan ngawur tiada tara.
Tulisan inipun dibuat bukan dalam rangka mendiskriditkan Yahudi sebagai lawan, melainkan sekedar upaya menjelaskan. Adapun pilihan baik ataupun buruk, kepada anda dipersilahkan untuk menentukan.
Di bawah ini kita akan melihat bagaimana Yahudi melakonkan kehidupan yang penuh tipu muslihat dan berhasil menyusupkan idea-ideanya kepada bangsa-bangsa di dunia dari masa ke masa.
Yang dimaksud dengan upaya penyusupan idea-idea adalah; Yahudi dengan idea jahatnya tidak perlu mendirikan kekuasaan, atau sebuah negara, namun cukup dengan mempengaruhi dan mengaduk-aduk ajaran yang dianut suatu bangsa dengan unsur-unsur yang memabukkan sehingga semakin sempoyonganlah suatu bangsa yang telah menghirup spora beracun yang ditebar oleh Yahudi, dan setelah itu kekacauan pasti akan terjadi.
Untuk pembaca, kami akan ajak berkelana untuk melakukan ekspedisi ke dalam relung kedalaman sejarah 2000 tahun atau bahkan 4000 tahun ke belakang demi menyaksikan betapa Yahudi begitu konsisten di dalam menjalankan misi perusakan kejahatan sebagai tugas melanjutkan tongkat estafet Iblis hingga abad XXI ini adalah kelanjutan dan pengulangan dari abad-abad sebelumnya, maka cukuplah jika para ahli sejarah mencatat bahwa tongkat estafet kejahatan telah sampai kepada tangan Yahudi pada abad XX Sebelum Masehi , setelah sepeninggal Sunnah Ibrahim dan dilanjutkan sebagai Sunnah Yusuf (lihat Qur’an surat Yusuf : 4-101). Perkataan Yahudi dan Israel dilihat dari sudut keturunan adalah satu suku bangsa yang berumpun pada umat Nabi Yakub (lihat Injil Kitab Keluaran 46 : 1 dst). Suku bangsa Israel dan Yahudi adalah yang lahir dan dibesarkan dalam udara Fir’aun isme di Mesir sepeninggal Nabi Yusuf (lihat Injil Kitab Keluaran 1 : 11-15 dan Qur’an 2 : 131-141).
Abad ke 19 SM, tegaknya Sunnah Yusuf
Yaitu satu model kehidupan indah adil makmur di Mesir, maka dipindahkanlah ayahanda Ya’kub beserta sebagian keluarga sebagian masyarakatnya ke Mesir (lihat Qur’an 12 : 4-6 dan 100, dan Injil Kitab Keluaran 46 : 5-7) sebagian keturunan dan umat Yakub yang tetap di Kan’an dan dikenal sebagai Kaum Hebrew, yang merupakan manusia merdeka.
Sepeninggal Nabi Yusuf, Klan Bani Israel, dan Yahudi, menghancurkan ajaran Allah yang dibawa oleh Yusuf, dikarenakan rasa dengki kepada Yusuf. Akhirnya melalui perang Hykos Bani Israel dan Yahudi dijadikan tawanan dan dijadikan budak-budak di Mesir oleh Raja Ramses II, yang masih termasuk dinasti Fir’aun.
Walaupun dalam kondisi diperbudak Yahudi berhasil menyusupkan teori ideanya hingga lahirnya teori Tauhid Ahnatun, sebagai penyelewengan iman = pandangan dan sikap hidup, menjadi iman = percaya (akulturasi proses Fir’aunisme, dan Indo Babylon atau Asyiria). Dibawah ayunan Yahudi.
Abad ke 12 SM, tegak Sunnah Musa dari keluarga Imran
Dengan persiapan iman di Mesir, kemudian penataan di Palestina, terwujud satu model kehidupan indah, adil makmur, sejahtera, tetapi bukan model Kerajaan atau Monarki, dan bukan dengan Tauhid Platonis serta membebaskan rakyat dari kemiskinan serta menghapus sistem perbudakan, sehingga ikut terbebaslah Yahudi dan Israel dari penderitaan sebagai budak di Mesir, dan kembali ke Palestina (lihat Qur’an 7 : 105, 20 : 47, 26 : 17 dan Injil Kitab Keluaran 5 dan 6).
Sepeninggal Musa dan Harun, Yahudi dengan naluri jahatnya memutar-balikkan Taurat yang ditinggalkan oleh Musa menjadi Moses-isme oleh Musa Samiri, yaitu aduk-adukan ajaran kebenaran dan kebathilan sehingga merusak kehidupan Yahudi dan Israel itu sendiri.
Abad 11 SM, tegak peradaban Kreta/Filistin dengan rajanya Jalud
Menyerbu ke Palestina dan menghancurkan Yahudi dan Israel yang sudah babak belur akibat ulahnya sendiri (lihat Qur’an 20 : 84-85, 2 : 251).
Abad 10-9 SM, tegak Sunnah Daud dan Sulaiman di Palestina
Dengan konsep wahyu dari Tuhan yang bernama Zabur/Tabut, yang memulihkan kembali Taurat yang sudah diaduk-aduk oleh Yahudi menjadi Moses-isme, dan terwujudlah satu model hidup adil makmur dan sejahtera. Serta menghancurkan sistim Monarki dan menghapuskan perbudakan. Dengan demikian maka termasuk Yahudi dan Israel ikut terbebaskan dari penderitaan perbudakan oleh raja Jalud.
Pada abad 8-7 SM
Yahudi dan Israel berhasil menduduki tanah Kanaan yang berpusat di Palestina sendiri di Palestina, sehingga terbelah menjadi dua; (1) Israelia dan (2) Yudea, kemudian menjadi makanan empuk dari Kerajaan Asyiria dengan rajanya Sargon II menggempur Palestina.
Kendati Israelia hidup di bawah tekanan raja Sargon dari Asyiria Babylonia. Israelia masih sempat menyusun tiga dokumen sebagai pencampur-adukan ajaran Allah yang dibawa oleh Yusuf dan Daud serta Sulaiman menjadi Jehova atau dokumen (J), dan dokumen Elohim (E), serta dokumen Pentateh (P), pada :
  • Abad ke 9 SM dilakukan penulisan Dokumen (J) Jehova
  • Abad ke 8 SM dilakukan penulisan Dokumen (E) Elohim
  • Abad ke 6 SM dilakukan penulisan Dokumen (P) Pentateuh
Sedangkan Yudea yang hidup di bawah tekanan raja Yosiah pada abad ke 5 SM, Yahudi berhasil melakukan fusi dan reformasi/pengumpulan ke tiga dokumen menjadi satu, sebagai bibit dan untuk mengisi Kitab Perjanjian lama kelak.
Tahun 597 SM
Asyiria dikalahkan oleh Babylonia dengan rajanya Nebukadnezar. Yahudi menjadi semacam piala bergilir, dan jatuh menjadi tawanan dan dilanjutkan menjadi diperbudak kembali oleh Nebukadnezar.
Tahun 530 SM
Tegak persia lama dengan rajanya Cyrus, kemudian dilanjutkan oleh raja Cambises. Baru Yahudi dan Israel dilepaskan dari Babylonia.
Tahun 444 SM
Di bawah pimpinan Ezra dan Nehemia, seperti halnya politik raja Yosiah, dilakukan satu fusi terakhir atas ketiga dokumen (yang telah dilengkapi dengan dokumen (P) sebagai kumpulan catatan menurut subjektifitas para pengaduk-adukan dari unsur Fir’aunisme, Namrudisme dan Asyiria) menjadi satu Kitab Suci Old Testamen (yang terdiri dari Kitab Kejadian – Kitab Keluaran – Kitab Imamat Rang Lewi – Kitab Bilangan – dan Kitab Ulangan yang dipopulerkan sebagai buah tangan Musa).
Bani Israel dan Yahudi yang pulang kembali ke Palestina di bawah pimpinan Ezra dan Nehemia adalah golongan yang fanatik membabi buta dan ingin membangun suatu masyarakat Yahudi secara konsekwen menurut wahyu yang turun di Bukit Zion. Dari golongan inilah kelak lahir gerakan Zionis.
Sebaliknya, dari sebagian Bani Israel yang sudah berhasil mengaduk dan mengadopsi alam pikir Yunani, mereka menganggap bahwa Kitab Perjanjian Lama sudah kadaluarsa, dan tidak dapat melayani masyarakat yang sudah berubah, maka Kitab Perjanjian Lama harus diterjemahkan dan ditafsirkan sesuai dengan selera masyarakat yang sudah berubah.
Golongan ini, Yahudi dan Israel yang tidak mau kembali pulang ke Palestina, dan memilih menyebar dan menyelinap ke dalam berbagai bangsa, dan berusaha mewarnai kebudayaan serta pola pikir bangsa-bangsa yang diselusupinya. Golongan ini disebut sebagai Yahudi Diaspora. Diaspora adalah merupakan suatu bahan baku utama bagi kepastian hidup tersurat orang-orang Yahudi.
Jika tidak karena Diaspora, orang-orang Yahudi sudah menjadi punah seperti bangsa-bangsa lain yang hidup dan mati di tapal batas negerinya sendiri, atau punah dengan mudah ketika dicangkokkan pada budaya-budaya bangsa lain. Diaspora tidak saja menyelamatkan orang-orang Yahudi dari kepunahan, dan bahkan menempatkannya di tengah-tengah sejarah. Dan karena Diaspora orang-orang Yahudi tidak pernah mati dalam budaya dikala budaya dan peradaban tuan rumah mati sekalipun (MAX I DIMONT dalam bukunya The Indestructible Jews). Dari perunutan sejarah tersebut di atas menjadi jelas bahwa fusi/pengumpulan terakhir dari ke tiga dokumen di bawah Ezra dan Nehemia sepulang dari Babylonia, menjadi Kitab Perjanjian Lama.
Abad ke 5 SM
Ini pula munculnya alam pikir Yunani, yang berasal dari suku bangsa Arya yang menyerbu ke pulau-pulau di teluk Agea. Yaitu munculnya teori Idealisme oleh Plato dan Naturalisme oleh Aneximandros sebagai penyelewengan Taurat menurut Sunnah Musa dan Zabur menurut Sunnah Daud/Tabut menurut Sunnah Thalut, sebagai penyelusupan idea Yahudi Diaspora. Dengan demikian menjadi jelas bahwa Yahudi Diaspora adalah pencuri ilmu Allah yang diaduk-aduk dengan alam pikiran Yunani.
Munculnya Yunani pada abad ke 5 SM yang berasal dari suku bangsa Arya yang menyerbu ke pulau Agea pada jaman Nabi Musa ketika menghapuskan sistim perbudakan dan Yahudi ikut terbebaskan dari Mesir menuju Palestina, adalah pengaruh dari kebangkitan Taurat menurut Sunnah Musa, dan Zabur menurut Sunnah Daud (Tabutnya Thalut) jadi alam pikir Yunani yang berupa idealisme dan Naturalisme adalah penyelewengan Taurat menurut Sunnah Musa dan Zabur menurut Sunnah Daud/Tabut menurut Sunnah Thalut oleh Yahudi. Perkembangan kebudayaan Yunani seumumnya dan dalam bidang ilmu pengetahuan khususnya adalah mulai timbul ketika hidup di perantauan pantai Asia bagian Barat Palestina. Kemudian atas peristiwa penyerangan raja Darius yang mau menggempur Yunani, dimana daerah Palestina dijadikan Travel Basic, maka semua perantau Yunani melarikan diri pulang ke Yunani melalui pulau Cisilia/ujung Italia, kemudian masuk lewat Romawi.
Yunani di dalam hidupnya mengikuti ajaran Yahudi dari hasil pemutar balikan ajaran Zabur menurut sunnah Daud/Tabut menurut sunnah Thalut yang diwariskan kepada Sulaiman, selanjutnya hasil pemutar-balikan itulah diajarkan kepada manusia seluruh dunia (Qur’an 2 : 102). Dengan demikian dapat disimpulkan Yunani sebagai siswa/murid, dan Yahudi menjadi guru besarnya.
Tahun 400 SM
Tegak Sunnah Zakaria, dalam bentuk pemancangan tiang pertama dalam proses dakwah yang sudah demikian lama, kepada generasi berikutnya yaitu Maryam.
Tahun 356-323 SM
Muncul Persia baru, sebagai blok Timur, dengan raja Alexander the Great, dan blok Barat Imperium Romawi dengan dipimpin oleh Jendral Pompay.
Tahun 67 SM
Sebagai akibat dari perilaku buruk Yahudi yang gemar akan kekacauan, maka jika tidak ada yang dikacaukan, maka Yahudi membuat kacau dirinya sendiri, hingga Bani Israel dan Yahudi terpecah lagi, dan menjadi sasaran empuk untuk dijadikan jajahan Romawi. Hal demikian terjadi dikarenakan ketika mereka terpecah, sebagian mereka meminjam tangan Alexander the Great, dan sebagian yang lain meminjam tangan Jendral Pompay dari Romawi.
Tahun 12 SM
Hancurnya blok Barat dan blok Timur, yaitu perang terbuka antara Romawi yang mewakili Blok Barat dengan rajanya Jendral Pompay, melawan Persia Baru sebagai representasi blok Timur dengan rajanya Alexander the Great, menjelang tegaknya Sunnah Isa Ibnu Maryam.
Abad pertama Maryam
Dengan sisa-sisa Sunnah Zakariya yang sudah bagaikan pohon kurma yang tidak berpucuk lagi, Isa Al Masih ingin membebaskan bangsanya dari blok Barat & Blok Timur.
Turunnya Injil menurut Sunnah Isa Ibnu Maryam yang mengujudkan satu model kehidupan indah yang sama sekali tidak sama dengan Romawi atau Persia yang berbentuk Monarki atau Kerajaan.
Isa Al Masih juga berhasil mengangkat harkat kemanusiaan dari sistem perbudakan dan menyembuhkan penyakit dari Iri dan dengki masyarakat yang bagaikan penyakit sopak yang sangat sukar disembuhkan, dan membuat orang-orang yang buta mata hatinya menjadi terbuka dan dapat melihat serta membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Isa Al Masih juga menghidupkan orang-orang yang mati jiwanya akibat stres dan tekanan hidup tiada tara. Dari itu Isa Al Masih juga dikenal sangat dekat dengan masyarakat tertindas/bawah.
Tahun 35-40 Masehi
Saul of Tarsus atau Santo Paulus (sebagai salah seorang siswa Sekolah Scholastic [sekolah filosofi] ) dibantu oleh seorang Yahudi bernama Philo mensintesa Old Testament dengan karya-karya Plato (Idealisme) menjadi agama Nasrani atau Kristiani. Oleh karenanya, Ajaran Nasrani atau Kristiani adalah bentuk Transformasi Injil Asli dengan unsur – unsur Filsafat Yunani atas pola pikir Yahudi yang berjubah Yesus Kristus.

Tahun 50 Masehi
Helenisme, yaitu alam pikir Yunani yang berjubah Kristenisme menjadi agama Kristen mulai dipeluk oleh orang-orang Pagan, kemudian membentuk departemen Kristenisme sehingga agama Kristen memiliki kapasitas untuk menjadikannya sebagai agama dunia. Tahun 58 Masehi.
Sisa blok Timur antara lain Jendral Ptolomus di Mesir dan Palestina dan Jendral Sulucus di sekitar Eufrat dan Tigris. Sementara Jendral Antigonus di Yunani. Dan pada tahun itu pula hancurnya Imperium Romawi di bawah Raja Nero.
Awal abad pertama Rabbi Jochananben Zakkai mengaduk-aduk Injil menurut Sunnah Isa dengan puntung-puntung ajaran Majusi dan Romawi menjadi Old Testament atas nama Musa dan Daud, serta New Testament atas nama Isa anak Allah (yang diolah perguruan Tinggi Jeshiva di Jabneh, sebelah utara Jerusalem).
Sebagai bungkus agama Yahudi, dalam bentuk agama Kristen seperti yang kita kenal sekarang untuk dieksport ke Eropa dan kepenjuru dunia.
Dan sejarah mencatat bahwa bangsa Belanda dan bangsa Portugis yang datang ke Indonesia pada abad ke 16 Masehi adalah merupakan bangsa yang melakukan penjajahan dan penjarahan serta merusak harkat dan martabat kemanusiaan bangsa Indonesia, sekaligus menjadi guru dan gurunya bangsa Indonesia dalam mengerti agama Kristiani yang demikian carut-marut/tidak menentu ini di Indonesia.
Tahun 64 Masehi 
Saul of Tarsus atau Santo Paulus pendiri agama Nasrani dengan merek Yesus Kristus, sebagai pembawa misi Romawi Timur untuk melawan Zionisme.
Tahun 68 Masehi
Jerusalem dikepung dan dihancurkan oleh Vespasianus atau Raja Titus.


Tahun 70 Masehi
Yahudi bergentayangan di Jazirah Arab selanjutnya membantu Arab dalam menghadang masuknya Kristen. Walaupun agama Kristen tidak diperbolehkan masuk, namun paham Yahudi tetap terus merayap dan menyusup ke Arab, sehingga paham Monoteisme menjadi indikator ajaran Yahudi bagi kehidupan dan pendidikan di Arab. Sehingga pada abad ke IV Masehi, sepenjuru bagian Utara dan Timur Laut Arab, sudah berorientasi Helenisme, yaitu Old Testament versi Yunani, dengan dibabtisnya adik raja Imruul-Qish.
Tahun 324 Masehi
Agama Kristen menjadi satu lembaga dalam Kerajaan Romawi yang sedang terhuyung-huyung.
Tahun 500 Masehi
Raja Heraklio menjadikan Mesir sebagai Propinsi Romawi untuk mengkristenkan Arab secara keseluruhan untuk menjadi antek Romawi.
Tahun 525 Masehi
Raja Najasi memberangkatkan Divisi Ariadh dan Abarahah, untuk mengkristenkan Arab, namun dalam perjalanannya Ariadh dibunuh oleh Abarahah, karena diketahui bermain mata dengan agen Zionisme yang bernama Dzun Nuwaas selanjutnya Abrahah berhasil meng-Kristenkan sepenjuru pantai Arab dan Yaman menjadi antek Romawi yang berorientasi Helenisme.
Masih pada awal abad ke V Masehi, Pembangunan sekolah Perguruan Tinggi Talmudisme di Alexandreta sebagai kelanjutan dari Perguruan Tinggi Jeshifa di Jabneh sudah selesai.
Abad ke VI Masehi
Adalah tahap Misionaris ke dalam Sultanah-sultanah, sehingga golongan intelektual Arab sudah siap menjadi kolone 5 (divisi 5) untuk menghancurkan iman = P & S menjadi iman = percaya (sebelum Al Qur’an turun).
Perang terbatas antara Romawi dengan Persia Baru, sebagai representasi Blok Barat dan Timur (peristiwa Ashkabul fiil).
Tahun 610 – 632 Masehi (tegak Sunnah Muhammad)
Dengan Al Qur’an dan Sunnah terwujud model kehidupan indah yang sama sekali tidak sama dengan model Romawi yang menganut paham Naruralisme Makro Atomisme atau Liberalisme Demokrasi, juga tidak sama dengan model Persia Baru yang menganut paham Naturalisme Mikro Atomisme atau Sosialisme Komunis, juga tidak model Kerajaan atau Monarki. Dengan demikian, Muhammad dengan konsep dari Allah yaitu Al Qur’an membangun sebuah pemerintahan yang sangat murni tidak mengadopsi konsep dan pemikiran dari Barat/Romawi, maupun konsep pemikiran dari Timur/Persia Baru (laa syarqiyyah walaa gharbiyyah).
Pemerintahan Muhammad yang dicatat oleh sejarah sebagai pemerintahan yang paling bisa memenuhi harapan kemanusiaan, yaitu dapat memenuhi rasa keadilan dan kemakmuran yang dapat dirasakan oleh seluruh lapisan warga negaranya. Keadilan hidup berpolitik, ekonomi, hukum, keamanan, dan keadilan kesejahteraan dan lain-lain, yang dapat dari para pemimpinnya sampai lapisan masyarakat yang paling bawah.
Apa yang dimakan oleh para pemimpinnya, itu pula yang dinikmati oleh rakyatnya. Apa yang diderita oleh para pemimpinnya, itu pula yang menjadi perjuangan rakyatnya. Sehingga Madinatul Munawarah adalah benar-benar merupakan sebuah demonstrasi kehidupan indah tiada bandingannya.
Pemerintahan Madinah adalah benar-benar merupakan gambar pemerintahan Madani yang ditandai oleh kesatuan semangat hidup suatu bangsa untuk hidup patuh kepada Tuhan-nya. Dengan melalui kepatuhan terhadap Alkitab sebagai konsep pemersatu, maka terwujudlah satu model hidup orang-orang beriman yang saling menghargai,tidak ada klas di antara sesama manusia, tiada perbedaan derajad dan pangkat.
Kelompok manusia yang sebelumnya menjadi komunitas kelas atas seperti halnya oleh Abubakar, Umar, Usman, Ali, Khadijah, Aisyah, Fathimah dan yang lainnya diturunkan derajadnya, sedangkan komunitas masyarakat yang paling bawah derajadnya sama dengan budak belian Bilal bin Rabbah diangkat derajadnya menjadi setara dengan para Petinggi Negara. Sehingga gambaran Kemanusiaan yang adil dan beradab benar-benar menjadi kenyataan hidup orang-orang beriman yang tidak dipaksakan. Tidak ada sebutan “Yang Dipertuan Agung”, tidak terdapat panggilan kehormatan “Yang Mulia di sana, akan tetapi semua mendapat predikat “sahabat” atau kawan.
Puluhan suku yang bergabung di dalam kelompok Anshar, dan beberapa suku yang bergabung dalam kelompok Muhajirin, menjadi satu komunitas Mu’min. Kelompok Anshar, dan kelompok Muhajirin bersama-sama kelompok dari masyarakat lainnya yang berbeda suku dan agama, seperti halnya komunitas Yahudi dan Nasrani serta Majusi, menjadi satu kesatuan masyarakat Madinah yang saling hormat menghormati, saling mendukung, menjadi sebuah simbiosis mutualis persatuan Madinah sebuah kenyataan persatuan dari berbagai suku dan agama yang tak pernah terbayangkan ratusan tahun sebelumnya.
Di dalam catatan para ahli sejarah dunia juga digambarkan, di mana saat itu pula terbentuk sebuah pemerintahan dengan sistem perwakilan (Khalifah=wakil) atau Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmah Al Qur’an sebagai standar kebijakan dan permusyawaratan. Yang dituang ke dalam undang-undang dasar menjadi apa yang disebut Piagam Madinah saat itu. Dengan adanya sebuah standard book/Alkitab, maka sebuah pemerintahan dapat dikontrol oleh rakyatnya melalui standard book yang sudah disepakati bersama.
Dengan demikian maka sejarah mencatat bahwa hanya pada periode Muhammad lah sepanjang adanya peradaban manusia dalam kurun waktu sepeninggal Isa Almasih hingga hari ini, baru bisa tercipta yang namanya Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Madinah sebagai satu negara. Sampai disinilah yang dimaksud oleh Allah sebuah contoh/sample/pola/model/ukuran atau standar kehidupan indah atau kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang baik itu (lihat Qur’an 33 : 12).
Tahun 615 – 624 Masehi
Terjadi perang terbuka antara Romawi dan Persia Baru sebagai representasi dari Blok Barat dan Blok Timur, sehingga hancur dengan sendirinya.

Tahun 632 – 660 Masehi
Masih dalam kelanjutan peradaban indah yang dipraktek Muhammad, dan dilanjutkan oleh empat sahabat yaitu Abubakar Assidiq, Umar bin Khotob, Usman bin Affan serta Ali bin Abi thalib.
Tahun 661 – 750 Masehi
Kebangkitan kembali sistem Feodalisme, atau Aristokrasi Arabisme, yang dibangun oleh Dinasti Mu’awiyah bin Abu Sofyan yang dibantu orang-orang Arab Yahudi Helenisme, antara lain Mansur bin Sarjun, Yosis bin Uthal, John of Damaskus/Johanna, dan istri Mu’awiyah sendiri yang memang Kristen. Sebagai indikasi bahwa Mu’awiyah melakukan praktek sistem Monarki atau Kerajaan adalah sistem suksesi. Dimana pengganti raja haruslah putra mahkota atau kekuasaan kerajaan yang bersifat turun-temurun. Dalam kekuasaan Mu’awiyah kelak dilanjutkan oleh Putra Mahkota-nya yang bernama Yazid bin Mu’awiyah hingga dijatuhkan oleh Abbasiyah di tahun 750 Masehi. Dan pada masa pemerintahan Yazid berkuasa inilah melakukan Ginoside, perburuan dan pembunuhan massal terhadap sisa-sisa Mu’min dan anak cucu Muhammad yang wanita maupun balita.
Pada masa ketika Mu’awiyah masih menjabat sebagai Gubernur di Siria/Damaskus, mereka trio Mu’awiyah bin Abu Sopyan, Amr bin Ash, dan Marwan bin Hakam, adalah mahasiswa berpotensi dalam pendidikan Yahudi di Damaskus. Ibarat melakukan kuliah kerja nyata di bawah bimbingan mahaguru Yahudi, mereka mendapat nilai the best Cumlaude dalam bidang ilmu pemutar balikan ajaran Allah, yaitu suatu ajaran yang membimbing manusia dari hidup biadab menjadi beradab.
Akan tetapi setelah diputar balikan oleh Yahudi menjadi ajaran Arabisme atau Sarasenisme yang menggiring manusia ke alam khayal nan utopia sehingga menjadi manusia paranoid akan tetapi tetap over confident akan jaminan mendapat surga kendati di dunia merana dan tetap menjadi santapan empuk Yahudi dari generasi ke generasi berikutnya.
Dengan demikian menjadi jelaslah sudah pada masa Mu’awiyah berkuasa inilah masa pengeraman telor-telor Yahudi dan menetas menjadi Feodalisme, Islamisme, yang menyebar ke sepenjuru dunia dan melabrak secara bergelombang ke Indonesia menjadi pengertian yang carut-marut tentang agama Islam di Indonesia kini.
Dengan membawa pengertian = kepercayaan dan Islam = agama. Ikhsan = abstraksi, serta sa’ah = rahasia yang dinanti-nanti, sebagai modal untuk memikat umat di sepenjuru permukaan bumi, untuk kemudian dimasukkan ke dalam kerangkeng dunia khayal tanpa bisa berbuat suatu apapun. Inilah tombak berbalut sutra atau musang berbulu ayam yang sangat membius manusia hingga takkan pernah sadarkan diri walau sudah sampai diujung tepi jurang kehancuran sekalipun.
Dengan demikian jika dalam sejarah masuknya Islam ke Indonesia disebutkan pada abad ke VII, dan mengujud menjadi kerajaan-kerajaan Islam, dan pengertian “iman = percaya”, islam = agama, di Indonesia, maka bisa dipastikan Islam model inilah yang masuk ke Indonesia, bukan model Muhammad.
Tahun 750 – 1258 Masehi
Masa kejayaan Dinasti Abbasiyah setelah berhasil menghancurkan Dinasti Mu’awiyah, yang berpusat di Bagdad, menjadi tempat tumbuh dan tempat berkembangnya pohon pengetahuan Yahudi Sarasenisme, dan atau Islamisme.
Pada masa Abbasiyah ini “iman = percaya” sudah melanda ke sepenjuru dunia bagaikan badai di padang pasir, yang nyaris membuat Eropa kiamat, dan Yahudi di Eropa berhasil melahirkan pemikiran-pemikiran perusak nan agung untuk memimpin manusia di permukaan bumi menuju jurang kehancuran. Dan jika benar para ahli sejarah di Indonesia mencatat bahwa masuknya Islam ke Indonesia pada gelombang kedua adalah pada abad ke 9 Masehi bisa dipastikan Islam model inilah yang menjadi guru dan gurunya bangsa Indonesia dalam mengerti agama Islam. Sebagai model yang kedua setelah model yang pertama di abad ke 7 Masehi oleh Dinasti Mu’awiyah bin Abu Sofyan.
Yang kemudian disekitar abad ke 14 Masehi barulah disusul Dinasti Osmani dari Kerajaan Turki mengirim ekspedisi perdagangan yang terdiri dari 12 orang dari berbagai negara, berbagai paham dan aliran, untuk datang ke Indonesia, yang kemudian populer dengan sebutan Walisongo sebagai guru dan gurunya bangsa Indonesia dalam mengerti tentang agama Islam sebagai gelombang ketiga.
Abad ke 8 – 9 Masehi
Pemindahan ilmu pengetahuan Yahudi Yunani tentang Demokrasi dan Humanisme Yahudi ke Eropa. Sarjana-sarjana Yahudi menjadi tamu kehormatan kepala-kepala di Eropa, serta diangkat menjadi Mahaguru di Universitas Naples dan berbagai literatur Yahudi diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, dan diperkenalkannya hitungan Arab dan konsep zero ke dalam Matematika.

Orang-orang Yahudi menjadi ahli-ahli yang paling terkemuka dalam berbagai bidang Ilmu pengetahuan sehingga tidak kurang dari 12% hadiah Nobel (dalam bidang kimia, fisika, kedokteran, dll) jatuh ketangan Yahudi.

Yahudi berhasil mendudukkan masing-masing agama; Yahudi di Sinagog, Islam di Masjid, Kristen di Gereja, dan Hindu Budha di Kuil, sebagai kerangkeng agama agar tidak mengambil urusan negara, maka dibuatlah semua semua isi ajaran agama apapun menjadi satu fakultas, yaitu fakultas ilmu keakheratan, dan bukan keduniawian.

Karl Marx adalah Yahudi yang dipuja oleh lebih satu milyar orang, dan dengan bukunya Das Kapital menjadi kitab sucinya orang-orang komunis se-dunia. Sedangkan Albert Einstein adalah Yahudi yang ahli matematika, dan memelopori jaman atom serta membuka jalan naik ke bulan dengan teori fisikanya dlsb.

Perang dunia I sebagai salah satu pentas dunia hasil rancangan Yahudi yang berhasil membagi peta dunia menjadi blok Helenisme menjadi negara-negara imperialisme dan blok Darasinisme menjadi negara-negara koloninya.

Perang Dunia II, adalah pentas lain yang secara kongkrit hasilnya adalah diproklamasikannya negara Israel sebagai pusat kekuatan Yahudi di dunia pada tahun 1948. Sisi yang lain membagi Dunia menjadi calon Blok Barat dan calon Blok Timur yang pada tingkat sekarang ini sudah semakin memperlihatkan hasilnya bagi tegaknya Blok Barat dan Blok Timur sebagai dua tanduk yahudi yang akan didayagunakan untuk melacak dan sekaligus menghancurkan bibit-bibit tegaknya Al-Qur’an menurut sunnah Rasul Muhammad kurun kedua kelak.

Akhirnya perlu ditegaskan bahwa, sepertihalnya kegagalan Yahudi pada abad ke-7 terhadap tegaknya Al-Qur’an menurut sunnah Rasul kurun pertama, maka pada abad ke-21 kelak akan berulang menjadi kegagalan yang sama terhadap tegaknya Al-Qur’an menurut sunnah Rasul kurun kedua. Sepertihalnya pertarungan saling menghancurkan antara Blok Timur dan Blok Barat pada abad ke-7 maka akan berulang pula pertarungan yang saling menghancurkan antara Blok Barat abad ke-20 lawan Blok Timur abad ke-20 sebagai klimaks dari permainan Yahudi dengan Individualisme dan Kolektivisme yang tidak lagi dapat dipercaya oleh umat manusia dapat mengantar dunia kedalam satu perdamaian yang dijanjikan demikian: (Q.S al-Anbiyaa : 96 – 97)
#_¨Lym #sŒÎ) ôMysÏGèù ßlqã_ù'tƒ ßlqã_ù'tBur Nèdur `ÏiB Èe@à2 5>ytn šcqè=Å¡Ytƒ ÇÒÏÈ
“Sehingga apabila Ya-juj dan Ma-juj[1] sudah dikalahkan maka mereka, dari setiap satuan, akan rontok bagaikan bulu gugur dari kulitnya”.
 z>uŽtIø%$#ur ßôãuqø9$# ,ysø9$# #sŒÎ*sù šÏf îp|ÁÏ»x© ㍻|Áö/r& tûïÏ%©!$# (#rãxÿx. $uZn=÷ƒuq»tƒ ôs% $¨Zà2 Îû 7's#øÿxî ô`ÏiB #x»yd ö@t/ $¨Zà2 šúüÏJÎ=»sß ÇÒÐÈ
“Dan janji akan kepastian hidup yang obyektif Ilmiah dengan Al-Qur’an menurut sunnah Rasul (kurun kedua) telah dekat. Maka tiba-tiba yang demikian itu menjadi membelalakkan penglihatan mereka yang berlaku negatif terhadap Al-Qur’an menurut sunnah Rasul (sehingga mereka melemparkan pengakuannya) : “Aduhai celaka kita! Sungguh kita adalah dalam kelengahan dari yang demikian ini. Bahkan kita adalah yang berlaku Dzulumat menurut sunnah Syayathin”.

Demikianlah kita petik berbagai pembuktian sejarah sebagai total laku perbuatan manusia yang terus menerus dan sambung-menyambung diatas prinsip yang sama oleh muka yang berlain-lainan dan dalam waktu yang berbeda-beda dipermukaan bumi ini.

Pembuktian sejarah mengantar kita kearah satu pengertian bahwa peradaban abad ke-20 adalah peradaban Iblis yang didutai oleh Yahudi dan sebentar lagi akan musnah dalam rangka membuka ruang abad ke-21 sebagai abad Al-Qur’an menurut sunnah Rasul kurun kedua. Akibat permainan Yahudi yang memendam dengki terhadap ajaran Allah menurut sunnah Rasul dan terus-menerus berupaya untuk mematikan Nur menurut sunnah Rasul, mengakibatkan massal manusia terjerumus kedalam tingkat kesadaran berfikir yang sangat rendah sehingga tidak lagi menyadari nilai-nilai Al-Qur’an menurut sunnah Rasul yang demikian agung sebagai Hudan Lil Muttaqin.

Oleh karena itu Pengantar Study Al-Qur’an menurut sunnah Rasul adalah salah satu upaya untuk menyadarkan umat manusia seumumnya dan bangsa Indonesia pada khususnya dalam rangka menghadapi perang peradaban yang akan menghancurkan peradaban ciptaan Yahudi guna menyediakan ruang bagi tegaknya Nur menurut sunnah Rasul kurun kedua. Terlebih bagi setiap pribadi, dalam hubungan bahwa usia manusia ini terlalu singkat (”ibarat seorang perantau yang berteduh dibawah sebuah pohon dalam perjalananya …”- hadits) maka Pengantar Study al-Qur’an menurut sunnah Rasul merupakan satu kajian dalam rangka Quuanfusakum Wa Ahlikum Naara kearah mencapai Husnul Khatimah sebagai kelanjutan dari Hasanah di dunia yang kelak akan dibangkit menjadi Hasanah di akhirat.

Akhirnya, sebagai satu kajian Ilmiah, silahkan masing-masing pribadi kita melakukan satu penelaahan Ilmiah terhadap materi yang tersaji ini guna memperoleh satu kesimpulan. Berdasar mana akan ditentukan apakah pengkajian akan dilanjutkan dengan Bab selanjutnya yaitu Bab II. Pokok-Pokok Mencapai Iman, ataukah akan disudahi sampai dengan Bab I ini saja ?.                                                                                                        # Mudah – mudahan Bersambung,,
“Dan semoga,, ISLAM sebagai satu – satunya tata kehidupan selalu menjadi isi jiwamu, yakni ajaran yang saling memakmurkan menurut aturan-NYA dan saling mensejahterakan menurut aturan-NYA.”



[1] Istilah Ya-juj ialah Zionisasi Injil menurut sunnah Isa menjadi Old dan New Testament versi Hebrew, selanjutnya menjadi Zionisme Al-Qur’an menurut sunnah Rasul Muhammad menjadi Sarasin ialah aduk-adukan Nur-Dzulumat menurut sunnah Syayathin atas pola Zionisme. Dan istilah Ma-juj ialah Yunarisasi Injil menurut sunnah Isa menjadi Old dan New Testament versi Yunani atau Idealismus Helenismus ….. Selanjutnya secara operasional berujud menjadi Blok Barat lawan Blok Timur yang ditingkahi oleh berbagai nasionalisme. Kesemuanya merupakan ujud peradaban ciptaan Yunani yang akan menghadapi kehancurannya/kebangkrutannya seiring tegaknya Nur menurut sunnah Rasul kurun kedua pada abad ke-21 kelak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar